Interfaith dan Islamophobia (5): Islam Agama yang Bersahabat
Kamis, 10 Februari 2022 - 17:34 WIB
Yang pertama, Allah berfirman: "Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridha kepadamu hingga kamu mengikuti millat (jalan hidup) mereka." (Al-Baqarah: 120)
Untuk memahami ayat tersebut tentu perlu perenungan sekaligus wawasan yang luas dan menyeluruh. Dan pastinya tidak tepat pemahaman itu jika didahului dengan opini yang memang penuh dengan bias dan prasangka. Karenanya, selain ilmu yang cukup juga perlu kesadaran untuk mengedepankan pikiran positif.
Berdasarkan kepada pandangan positif kepada semua umat itulah ayat tersebut harusnya dipahami secara imbang. Satu di antaranya adalah memahami bahwa kadang ayat Al-Qur'an itu merespons peristiwa tertentu (makna khusus) dari sebuah fenomena. Bukan sebagai keputusan atau penghakiman umum atau mutlak bahwa demikianlah Yahudi dan Kristen itu.
Apakah tidak ada lagi di kalangan mereka yang bersifat demikian? Pastinya ada. Hanya saja penahaman "umum" (jeneralisasi) itu berbahaya dan bisa "misleading" (menyesatkan). Bahkan mengantar kepada kesalah pahaman yang dapat berujung kepada gesekan sosial yang tidak diinginkan.
Sebagaimana kita tidak ingin dicap terroris karena adanya segelintir yang melakukan teror. Demikian pula orang lain punya hak untuk diperlukan sebagaimana kita ingin diperlukan. Kata orang: "treat others as you want for yourselves” (perlakukan orang lain sebagaimana anda inginkan untuk diri sendiri).
Yang kedua, khusus bagi Komunitas Yahudi ada sebuah ayat Al-Qur'an yang mengatakan: "Engkau pasti akan dapati orang-orang yang paling benci kepadaMu adalah Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan Engkau niscaya dapati orang yang mengasihi adalah mereka yang mengaku Nashrani." (Al-Majdah: 82)
Ayat ini juga sangat penting untuk dipahami dengan pemahaman kontekstual. Sebab seringkali realita di lapangan nampak berbeda. Ayat ini artinya benar. Tapi kebenaran ayat ini ditujukan pada konteks tertentu.
Beberapa tahun yang lalu saya ketemu dengan Syeikh Mustafa Ceric, Mufti Bosnia yang sangat alim dan kharismatik. Beliau ketika itu hadir di acara UN Millennium Summit untuk menjadi pembicara pada sebuah side event khusus untuk tokoh-tokoh agama dunia.
Di sela-sela acara kami bertemu dan bercakap-cakap dengan beberapa tokoh agama dari Indonesia. Salah satu hal yang saya tanyakan ke beliau adalah ayat di atas. "Menurut Syeikh apakah ayat ini relevan dengan umat Islam Bosnia yang justeru dibantai oleh umat Kristiani?".
Jawaban beliau sangat cerdik dan jelas. “Ayat itu benar dan tidak diragukan. Karena itu Kalam Allah yang tiada keraguan di dalamnya. Tapi ayat itu konteksnya bukan untuk kami di Bosnia. Bagi kami justeru sebaliknya yang paling benci kepada kami adalah masyarakat Kristen".
Beliau kemudian mencontohkan beberapa kebencian dan kekerasan kepada umat ini di berbagai belahan dunia. Palestina pastinya Yahudi sebagai pelaku. Tapi di Kashmir kata beliau justeru umat Hindu. Dan belakangan di Myanmar pelakunya adalah umat Budha.
Semua kenyataan itu menunjukkan bahwa ayat Al-Qur'an maupun hadits Rasulullah tidak dapat dipahami secara literal tanpa merujuk kepada konteks ayat atau hadits itu sendiri.
Bahkan lebih jauh saya sering berpikir jangan-jangan ayat itu mengingatkan agar umat ini perlu melakukan langkah-langkah untuk "mengurangi" permusuhan dan kebencian mereka. Dan jika benar maka inilah salah satu makna terpenting interfaith itu.
Saya akan akhiri tulisan Bersambung ini dengan beberapa contoh contoh interfaith di US yang telah memberikan dampak positif bagi perkembangan Dakwah dan Islam.
(bersambung)!
New York, 9 Februari 2022
Untuk memahami ayat tersebut tentu perlu perenungan sekaligus wawasan yang luas dan menyeluruh. Dan pastinya tidak tepat pemahaman itu jika didahului dengan opini yang memang penuh dengan bias dan prasangka. Karenanya, selain ilmu yang cukup juga perlu kesadaran untuk mengedepankan pikiran positif.
Berdasarkan kepada pandangan positif kepada semua umat itulah ayat tersebut harusnya dipahami secara imbang. Satu di antaranya adalah memahami bahwa kadang ayat Al-Qur'an itu merespons peristiwa tertentu (makna khusus) dari sebuah fenomena. Bukan sebagai keputusan atau penghakiman umum atau mutlak bahwa demikianlah Yahudi dan Kristen itu.
Apakah tidak ada lagi di kalangan mereka yang bersifat demikian? Pastinya ada. Hanya saja penahaman "umum" (jeneralisasi) itu berbahaya dan bisa "misleading" (menyesatkan). Bahkan mengantar kepada kesalah pahaman yang dapat berujung kepada gesekan sosial yang tidak diinginkan.
Sebagaimana kita tidak ingin dicap terroris karena adanya segelintir yang melakukan teror. Demikian pula orang lain punya hak untuk diperlukan sebagaimana kita ingin diperlukan. Kata orang: "treat others as you want for yourselves” (perlakukan orang lain sebagaimana anda inginkan untuk diri sendiri).
Yang kedua, khusus bagi Komunitas Yahudi ada sebuah ayat Al-Qur'an yang mengatakan: "Engkau pasti akan dapati orang-orang yang paling benci kepadaMu adalah Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan Engkau niscaya dapati orang yang mengasihi adalah mereka yang mengaku Nashrani." (Al-Majdah: 82)
Ayat ini juga sangat penting untuk dipahami dengan pemahaman kontekstual. Sebab seringkali realita di lapangan nampak berbeda. Ayat ini artinya benar. Tapi kebenaran ayat ini ditujukan pada konteks tertentu.
Beberapa tahun yang lalu saya ketemu dengan Syeikh Mustafa Ceric, Mufti Bosnia yang sangat alim dan kharismatik. Beliau ketika itu hadir di acara UN Millennium Summit untuk menjadi pembicara pada sebuah side event khusus untuk tokoh-tokoh agama dunia.
Di sela-sela acara kami bertemu dan bercakap-cakap dengan beberapa tokoh agama dari Indonesia. Salah satu hal yang saya tanyakan ke beliau adalah ayat di atas. "Menurut Syeikh apakah ayat ini relevan dengan umat Islam Bosnia yang justeru dibantai oleh umat Kristiani?".
Jawaban beliau sangat cerdik dan jelas. “Ayat itu benar dan tidak diragukan. Karena itu Kalam Allah yang tiada keraguan di dalamnya. Tapi ayat itu konteksnya bukan untuk kami di Bosnia. Bagi kami justeru sebaliknya yang paling benci kepada kami adalah masyarakat Kristen".
Beliau kemudian mencontohkan beberapa kebencian dan kekerasan kepada umat ini di berbagai belahan dunia. Palestina pastinya Yahudi sebagai pelaku. Tapi di Kashmir kata beliau justeru umat Hindu. Dan belakangan di Myanmar pelakunya adalah umat Budha.
Semua kenyataan itu menunjukkan bahwa ayat Al-Qur'an maupun hadits Rasulullah tidak dapat dipahami secara literal tanpa merujuk kepada konteks ayat atau hadits itu sendiri.
Bahkan lebih jauh saya sering berpikir jangan-jangan ayat itu mengingatkan agar umat ini perlu melakukan langkah-langkah untuk "mengurangi" permusuhan dan kebencian mereka. Dan jika benar maka inilah salah satu makna terpenting interfaith itu.
Saya akan akhiri tulisan Bersambung ini dengan beberapa contoh contoh interfaith di US yang telah memberikan dampak positif bagi perkembangan Dakwah dan Islam.
(bersambung)!
New York, 9 Februari 2022
(rhs)
Lihat Juga :