Amalan Penduduk Mekkah dan Ulama Syam pada Malam Nisfu Syaban
Kamis, 17 Maret 2022 - 18:30 WIB
Tak dipungkiri dalam banyak riwayat hadis, malam Nisfu Syaban memiliki keutamaan yang agung. Malam itu Allah Ta'ala menampakkan kasih sayang-Nya dengan mengampuni semua makhluk-Nya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan (pendengki).
Sejak dulu, para ulama di Syam dan penduduk Mekkah setiap malam Nisfu Syaban mereka menghidupkannya dengan ibadah berjamaah di masjid.
Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia Ustaz Farid Nu'man Hasan menegaskan bahwa menghidupkan malam Nisfu Syaban bukanlah bid'ah. Syekh 'Athiyah Shaqr rahimahullah menyebutkan para imam Tabi'in di Syam yang menghidupkan malam Nisfu Syaban dengan ibadah di masjid secara berjamaah, mereka memandangnya bukan bid'ah. Berikut ini uraiannya:
أنه يستحب إحياؤها جماعة فى المسجد، وكان خالد بن معدان ولقمان ابن عامر وغيرهما يلبسون فيها أحسن ثيابهم ويتبخرون ويكتحلون ويقومون فى المسجد ليلتهم تلك ، ووافقهم إسحاق بن راهويه على ذلك وقال فى قيامها فى المساجد جماعة : ليس ذلك ببدعة، نقله عنه حرب الكرمانى فى مسائله
"Dianjurkan menghidupkan malam tersebut dengan berjamaah di masjid, Khalid bin Mi’dan dan Luqman bin 'Amir, dan selainnya, mereka mengenakan pakain bagus, memakai wewangian, bercelak, dan mereka menghidupkan malamnya dengan shalat. Hal ini disepakati oleh Ishaq bin Rahawaih, dia berkata tentang shalat berjamaah pada malam tersebut: "Itu bukan bid'ah!" Hal ini dikutip oleh Harb al Karmani ketika dia bertanya kepadanya tentang ini." (Fatawa Al Azhar, 10/131)
Ini pun pendapat mayoritas ahli fiqih. Tertulis dalam Al Mausu'ah:
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى نَدْبِ إِحْيَاءِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ …
"Mayoritas ahli fiqih menganjurkan menghidupkan (dengan ibadah) malam Nisfu Syaban ... (Lalu disebutkan beberapa hadits tentang hal itu)." (Al Mausu’ah, 2/236)
Bahkan ini dilakukan sudah sejak lama di Masjid Al-Haram Makkah, pada masa Salaf. Al-Fakihi rahimahullah (wafat 272 H) bercerita:
ذِكْرُ عَمَلِ أَهْلِ مَكَّةَ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَاجْتِهَادِهِمْ فِيهَا لِفَضْلِهَا وَأَهْلُ مَكَّةَ فِيمَا مَضَى إِلَى الْيَوْمِ إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، خَرَجَ عَامَّةُ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَصَلَّوْا، وَطَافُوا، وَأَحْيَوْا لَيْلَتَهُمْ حَتَّى الصَّبَاحَ بِالْقِرَاءَةِ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، حَتَّى يَخْتِمُوا الْقُرْآنَ كُلَّهُ، وَيُصَلُّوا، وَمَنْ صَلَّى مِنْهُمْ تِلْكَ اللَّيْلَةَ مِائَةَ رَكْعَةٍ يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِالْحَمْدُ، وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ عَشْرَ مَرَّاتٍ، وَأَخَذُوا مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ، فَشَرِبُوهُ، وَاغْتَسَلُوا بِهِ، وَخَبَّؤُوهُ عِنْدَهُمْ لِلْمَرْضَى، يَبْتَغُونَ بِذَلِكَ الْبَرَكَةَ فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ، وَيُرْوَى فِيهِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ
"Amalan penduduk Mekkah pada malam Nisfu Syaban dan kesungguhan mereka beribadah karena keutamaan malam tersebut. Penduduk Mekkah dari dulu sampai hari ini, jika datang malam Nisfu Syaban, maka mayoritas laki-laki dan perempuan keluar menuju Masjidil Haram, mereka sholat, thawaf, dan menghidupkan malam itu sampai pagi dengan membaca Al-Qur'an di Masjidil Haram sampai mengkhatamkan semuanya, dan mereka shalat. Di antara mereka ada yang sholat malam itu 100 rakaat dan pada tiap rakaatnya membaca Al Fatihah dan Al Ikhlas 10 kali, lalu mereka mengambil air zam-zam malam itu, lalu meminumnya, mandi dengannya, dan juga menyembuhkan orang sakit dengannya, dalam rangka mencari keberkahan pada malam tersebut." (Akhbar Makkah, 3/84)
Walaupun para ulama mengakui keutamaan malam Nisfu Syaban dan anjuran menghidupkannya dengan ibadah, namun sebagian ulama ada yang tidak menyukainya termasuk ulama di kalangan Syafi'iyah. Khususnya dalam hal penentuan jumlah rakaat dan cara cara spesifik lainnya.
Imam an-Nawawi berkata:
الصلاة المعروفة بصلاة الرغائب وهي ثنتى عشرة ركعة تصلي بين المغرب والعشاء ليلة أول جمعة في رجب وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة وهاتان الصلاتان بدعتان ومنكران قبيحتان ولا يغتر بذكرهما في كتاب قوت القلوب واحياء علوم الدين ولا بالحديث المذكور فيهما فان كل ذلك باطل
"Shalat yang sudah dikenal dengan sebutan sholat Ragha'ib yaitu sholat 12 rakaat yang dilakukan antara Maghrib dan Isya, yakni malam awal hari Jumat pada bulan Rajab, dan shalat malam pada Nisfu Syaban 100 rakaat, maka dua shalat ini adalah bid'ah munkar yang buruk, janganlah terkecoh karena keduanya disebutkan dalam Kitab Qutul Qulub dan Ihya Ulumuddin, dan tidak ada satu pun hadits yang menyebutkan dua shalat ini, maka semuanya adalah batil." (Imam An-Nawawi, Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab, 4/56)
Jadi kesimpulannya kata Ustaz Farid Nu'man, meskipun ada perbedaan pendapat dalam hal hai'ah (bentuk) dan tata caranya, kaum muslimin hendaknya berlapang dada sebagaimana menyikapi perbedaan persoalan fiqih lainnya. Yang jelas para Salaf sepakat tentang keutamaan malam Nisfu Syaban dan menghidupkannya dengan ibadah.
Wallahu A'lam
Sejak dulu, para ulama di Syam dan penduduk Mekkah setiap malam Nisfu Syaban mereka menghidupkannya dengan ibadah berjamaah di masjid.
Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia Ustaz Farid Nu'man Hasan menegaskan bahwa menghidupkan malam Nisfu Syaban bukanlah bid'ah. Syekh 'Athiyah Shaqr rahimahullah menyebutkan para imam Tabi'in di Syam yang menghidupkan malam Nisfu Syaban dengan ibadah di masjid secara berjamaah, mereka memandangnya bukan bid'ah. Berikut ini uraiannya:
أنه يستحب إحياؤها جماعة فى المسجد، وكان خالد بن معدان ولقمان ابن عامر وغيرهما يلبسون فيها أحسن ثيابهم ويتبخرون ويكتحلون ويقومون فى المسجد ليلتهم تلك ، ووافقهم إسحاق بن راهويه على ذلك وقال فى قيامها فى المساجد جماعة : ليس ذلك ببدعة، نقله عنه حرب الكرمانى فى مسائله
"Dianjurkan menghidupkan malam tersebut dengan berjamaah di masjid, Khalid bin Mi’dan dan Luqman bin 'Amir, dan selainnya, mereka mengenakan pakain bagus, memakai wewangian, bercelak, dan mereka menghidupkan malamnya dengan shalat. Hal ini disepakati oleh Ishaq bin Rahawaih, dia berkata tentang shalat berjamaah pada malam tersebut: "Itu bukan bid'ah!" Hal ini dikutip oleh Harb al Karmani ketika dia bertanya kepadanya tentang ini." (Fatawa Al Azhar, 10/131)
Ini pun pendapat mayoritas ahli fiqih. Tertulis dalam Al Mausu'ah:
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى نَدْبِ إِحْيَاءِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ …
"Mayoritas ahli fiqih menganjurkan menghidupkan (dengan ibadah) malam Nisfu Syaban ... (Lalu disebutkan beberapa hadits tentang hal itu)." (Al Mausu’ah, 2/236)
Bahkan ini dilakukan sudah sejak lama di Masjid Al-Haram Makkah, pada masa Salaf. Al-Fakihi rahimahullah (wafat 272 H) bercerita:
ذِكْرُ عَمَلِ أَهْلِ مَكَّةَ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَاجْتِهَادِهِمْ فِيهَا لِفَضْلِهَا وَأَهْلُ مَكَّةَ فِيمَا مَضَى إِلَى الْيَوْمِ إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، خَرَجَ عَامَّةُ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَصَلَّوْا، وَطَافُوا، وَأَحْيَوْا لَيْلَتَهُمْ حَتَّى الصَّبَاحَ بِالْقِرَاءَةِ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، حَتَّى يَخْتِمُوا الْقُرْآنَ كُلَّهُ، وَيُصَلُّوا، وَمَنْ صَلَّى مِنْهُمْ تِلْكَ اللَّيْلَةَ مِائَةَ رَكْعَةٍ يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِالْحَمْدُ، وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ عَشْرَ مَرَّاتٍ، وَأَخَذُوا مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ، فَشَرِبُوهُ، وَاغْتَسَلُوا بِهِ، وَخَبَّؤُوهُ عِنْدَهُمْ لِلْمَرْضَى، يَبْتَغُونَ بِذَلِكَ الْبَرَكَةَ فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ، وَيُرْوَى فِيهِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ
"Amalan penduduk Mekkah pada malam Nisfu Syaban dan kesungguhan mereka beribadah karena keutamaan malam tersebut. Penduduk Mekkah dari dulu sampai hari ini, jika datang malam Nisfu Syaban, maka mayoritas laki-laki dan perempuan keluar menuju Masjidil Haram, mereka sholat, thawaf, dan menghidupkan malam itu sampai pagi dengan membaca Al-Qur'an di Masjidil Haram sampai mengkhatamkan semuanya, dan mereka shalat. Di antara mereka ada yang sholat malam itu 100 rakaat dan pada tiap rakaatnya membaca Al Fatihah dan Al Ikhlas 10 kali, lalu mereka mengambil air zam-zam malam itu, lalu meminumnya, mandi dengannya, dan juga menyembuhkan orang sakit dengannya, dalam rangka mencari keberkahan pada malam tersebut." (Akhbar Makkah, 3/84)
Walaupun para ulama mengakui keutamaan malam Nisfu Syaban dan anjuran menghidupkannya dengan ibadah, namun sebagian ulama ada yang tidak menyukainya termasuk ulama di kalangan Syafi'iyah. Khususnya dalam hal penentuan jumlah rakaat dan cara cara spesifik lainnya.
Imam an-Nawawi berkata:
الصلاة المعروفة بصلاة الرغائب وهي ثنتى عشرة ركعة تصلي بين المغرب والعشاء ليلة أول جمعة في رجب وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة وهاتان الصلاتان بدعتان ومنكران قبيحتان ولا يغتر بذكرهما في كتاب قوت القلوب واحياء علوم الدين ولا بالحديث المذكور فيهما فان كل ذلك باطل
"Shalat yang sudah dikenal dengan sebutan sholat Ragha'ib yaitu sholat 12 rakaat yang dilakukan antara Maghrib dan Isya, yakni malam awal hari Jumat pada bulan Rajab, dan shalat malam pada Nisfu Syaban 100 rakaat, maka dua shalat ini adalah bid'ah munkar yang buruk, janganlah terkecoh karena keduanya disebutkan dalam Kitab Qutul Qulub dan Ihya Ulumuddin, dan tidak ada satu pun hadits yang menyebutkan dua shalat ini, maka semuanya adalah batil." (Imam An-Nawawi, Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab, 4/56)
Jadi kesimpulannya kata Ustaz Farid Nu'man, meskipun ada perbedaan pendapat dalam hal hai'ah (bentuk) dan tata caranya, kaum muslimin hendaknya berlapang dada sebagaimana menyikapi perbedaan persoalan fiqih lainnya. Yang jelas para Salaf sepakat tentang keutamaan malam Nisfu Syaban dan menghidupkannya dengan ibadah.
Wallahu A'lam
(rhs)