Puasa Ramadhan dan Hukum Bagi yang Tidak Melaksanakannya
Sabtu, 19 Maret 2022 - 14:02 WIB
Salah satu yang termasuk dosa besar adalah meninggalkan dengan sengaja puasa Ramadhan . Sebab Puasa Ramadhan adalah bagian dari tegaknya syariat Allah Ta'ala di muka bumi. Artinya, puasa Ramadhan termasuk rukun Islam yang wajib ditunaikan.
Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, menegaskan bahwa puasa Ramadhan bersanding dengan syariat yang paling utama dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Jadi, meninggalkan puasa Ramadhan seperti kita mempunyai utang kepada Allah Ta'ala. Rasulullah pernah menegaskan dalam sebuah hadis bahwa utang kepada manusia saja wajib dibayarkan, apalagi kepada Allah.
Puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap muslim yang telah mukalaf. Jika telah terpenuhi syarat-syarat wajib puasa baginya maka ia wajib melaksanakan puasa.
Kewajiban puasa Ramadhan berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam surat al-Baqarah:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat ini berisi perintah untuk puasa bagi orang-orang beriman, di mana puasa diwajibkan sebagaimana telah diwajibkan atas umat-umat terdahulu. (Tafsir Jalalain, Jalaluddin al-Mahali dan Jalaluddin as-Suyuti, 28)
“Islam dibangun di atas lima pondasi; Syahadat, mendirikan shalat, membayar zakat, haji dan puasa Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari)
Para ulama menyebutkan syarat-syarat wajib berpuasa menjadi tiga hal utama; beragama Islam, baligh, berakal , memiliki kemampuan untuk berpuasa dan tidak ada yang menghalanginya untuk berpuasa. (Al-Iqna’, Muhammad bin Ahmad al-Khatib asy-Syarbini, 1/496)
Kewajiban puasa termasuk perkara asasi yang maklum diketahui oleh kaum muslimin. Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama akan kewajiban puasa Ramadhan bagi setiap muslim atau muslimah yang telah baligh, berakal, dan ia mengetahui masuknya bulan Ramadhan serta mampu untuk berpuasa. (Al-Iqna’ fi Masail al-Ijma’, Abil Hasan bin al-Qathan, 1/226)
Hukum Sengaja Tidak Puasa Ramadhan
Jika kita jalan-jalan di ruang publik di bulan Ramadhan seperti ini, ternyata masih banyak tempat-tempat makan yang buka, meski sebagian tempat memberikan tirai ‘setengah badan’ sebagai penutup.
Di jalan-jalan umum juga masih banyak orang yang tidak berpuasa. Dengan santainya mereka menenteng botol minuman kemasan dan mengunyah makanan ringan. Seakan hadirnya bulan Ramadhan sama sekali tak membawa arti penting baginya. Sama saja seperti hari-hari biasa.
Juga pemuda dan remaja dengan rokok yang terselip di mulut, duduk-duduk santai di pinggir jalan menghembuskan asap dengan riang gembira sembari tertawa bercanda dengan teman-teman nongkrong
Jika kita bertanya kepada mereka, kenapa tidak berpuasa sedangkan agama mereka adalah Islam, seperti yang tertulis di kartu tanda penduduk (KTP). Maka dengan mudah dijawab, “Laper, haus. Males puasa.” Dan ragam alasan lainnya.
Lantas apa sebenarnya hukum sengaja tidak puasa Ramadhan? Apakah bisa digeneralisir bahwa setiap muslim mukalaf yang meninggalkan kewajiban puasa dengan sengaja maka ia telah jatuh pada kekafiran karena menentang kewajiban syariat yang telah ditetapkan oleh al-Quran, Sunnah Nabi, kesepakatan para ulama?
Dikutip dari Islamqa, begini pendapat di antara para ulama secara global:
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Jika seseorang tidak melaksanakan puasa Ramadhan karena menganggapnya halal, padahal dia tahu akan keharaman meninggalkan puasa, maka wajib dibunuh. Dan jika dia seorang yang fasik maka dia diberi sanksi karena tidak berpuasa tersebut sesuai dengan kebijakan seorang iman (pemimpin). Namun jika memang dia belum tahu, maka perlu diajarai". (Al atawa Al Kubro:2/473)
Ibnu Hajar Al Haitsami rahimahullah berkata: Dosa besar yang ke 140 dan 141 adalah meninggalkan puasa satu hari dari bulan Ramadhan, atau merusak puasanya dengan jima' atau lainnya, tanpa ada udzur seperti karena sakit, bepergian atau semacamnya". (Az Zawajir: 1/323)
Ulaa Lajanah Daimah lil Itan' berkata: "Seorang Mukallaf jika merusak puasa di bulan Ramadhan maka termasuk dosa besar, jika tanpa udzur yang syar'i'
Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah berkata: Barang siapa yang meninggalkan puasa satu hari pada bulan Ramadhan tanpa udzur yang syar'i, maka dia telah melakukan kemungkaran yang besar, dan barang siapa yang bertaubat maka allah akan menerima taubatnya. Maka dia wajib bertaubat kepada allah dengan penuh kejujuran dan menyesali masa lalunya dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, dan banyak mengucapkan istigfar, dan segera meng-qadha hari yang tidak ditinggalkannya.
Syaikh Shalih Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang membatalkan puasa pada siang hari di Bulan Ramadhan tanpa ada udzur. Beliau menjawab: " “Membatalkan puasa di bulan Ramadhan pada siang hari tanpa ada alasan yang dibenarkan termasuk dosa besar, dengan demikian maka orang tersebut dianggap fasik, dan diwajibkan baginya untuk bertaubat kepada Allah dan mengganti sejumlah hari yang ditinggalkannya”. (Majmu’ Fatawa dan Rasa’il Ibnu Utsaimin: 19/89)
Imam An Nasa’i telah meriwayatkan dalam Al Kubro (3273) dari Abu Umamah berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Pada saat kami tidur, ada dua orang laki-laki yang menghampiriku seraya membopong saya”, lalu beliau melanjutkan ucapannya yang di antaranya: “Kemudian mereka berdua membawaku, kemudian terlihat ada suatu kaum yang sedang digantung di tunggangan mereka, pipi bagian bawahnya robek dan mengalirkan darah, saya berkata: “Siapa mereka ?”, dia berkata: “Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum puasanya sempurna”. (Dishahihkan oleh Albani Ash Shahihah: 3951 kemudian dia berkata setelahnya: “Ini adalah balasan orang yang berpuasa kemudian ia membatalkannya dengan sengaja sebelum masuk waktu berbuka, maka bagaimanakah keadaan orang tidak puasa sama sekali ?!)
Wallahu A’lam.
Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, menegaskan bahwa puasa Ramadhan bersanding dengan syariat yang paling utama dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Jadi, meninggalkan puasa Ramadhan seperti kita mempunyai utang kepada Allah Ta'ala. Rasulullah pernah menegaskan dalam sebuah hadis bahwa utang kepada manusia saja wajib dibayarkan, apalagi kepada Allah.
Puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap muslim yang telah mukalaf. Jika telah terpenuhi syarat-syarat wajib puasa baginya maka ia wajib melaksanakan puasa.
Kewajiban puasa Ramadhan berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam surat al-Baqarah:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat ini berisi perintah untuk puasa bagi orang-orang beriman, di mana puasa diwajibkan sebagaimana telah diwajibkan atas umat-umat terdahulu. (Tafsir Jalalain, Jalaluddin al-Mahali dan Jalaluddin as-Suyuti, 28)
“Islam dibangun di atas lima pondasi; Syahadat, mendirikan shalat, membayar zakat, haji dan puasa Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari)
Para ulama menyebutkan syarat-syarat wajib berpuasa menjadi tiga hal utama; beragama Islam, baligh, berakal , memiliki kemampuan untuk berpuasa dan tidak ada yang menghalanginya untuk berpuasa. (Al-Iqna’, Muhammad bin Ahmad al-Khatib asy-Syarbini, 1/496)
Kewajiban puasa termasuk perkara asasi yang maklum diketahui oleh kaum muslimin. Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama akan kewajiban puasa Ramadhan bagi setiap muslim atau muslimah yang telah baligh, berakal, dan ia mengetahui masuknya bulan Ramadhan serta mampu untuk berpuasa. (Al-Iqna’ fi Masail al-Ijma’, Abil Hasan bin al-Qathan, 1/226)
Hukum Sengaja Tidak Puasa Ramadhan
Jika kita jalan-jalan di ruang publik di bulan Ramadhan seperti ini, ternyata masih banyak tempat-tempat makan yang buka, meski sebagian tempat memberikan tirai ‘setengah badan’ sebagai penutup.
Di jalan-jalan umum juga masih banyak orang yang tidak berpuasa. Dengan santainya mereka menenteng botol minuman kemasan dan mengunyah makanan ringan. Seakan hadirnya bulan Ramadhan sama sekali tak membawa arti penting baginya. Sama saja seperti hari-hari biasa.
Juga pemuda dan remaja dengan rokok yang terselip di mulut, duduk-duduk santai di pinggir jalan menghembuskan asap dengan riang gembira sembari tertawa bercanda dengan teman-teman nongkrong
Jika kita bertanya kepada mereka, kenapa tidak berpuasa sedangkan agama mereka adalah Islam, seperti yang tertulis di kartu tanda penduduk (KTP). Maka dengan mudah dijawab, “Laper, haus. Males puasa.” Dan ragam alasan lainnya.
Lantas apa sebenarnya hukum sengaja tidak puasa Ramadhan? Apakah bisa digeneralisir bahwa setiap muslim mukalaf yang meninggalkan kewajiban puasa dengan sengaja maka ia telah jatuh pada kekafiran karena menentang kewajiban syariat yang telah ditetapkan oleh al-Quran, Sunnah Nabi, kesepakatan para ulama?
Dikutip dari Islamqa, begini pendapat di antara para ulama secara global:
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Jika seseorang tidak melaksanakan puasa Ramadhan karena menganggapnya halal, padahal dia tahu akan keharaman meninggalkan puasa, maka wajib dibunuh. Dan jika dia seorang yang fasik maka dia diberi sanksi karena tidak berpuasa tersebut sesuai dengan kebijakan seorang iman (pemimpin). Namun jika memang dia belum tahu, maka perlu diajarai". (Al atawa Al Kubro:2/473)
Ibnu Hajar Al Haitsami rahimahullah berkata: Dosa besar yang ke 140 dan 141 adalah meninggalkan puasa satu hari dari bulan Ramadhan, atau merusak puasanya dengan jima' atau lainnya, tanpa ada udzur seperti karena sakit, bepergian atau semacamnya". (Az Zawajir: 1/323)
Ulaa Lajanah Daimah lil Itan' berkata: "Seorang Mukallaf jika merusak puasa di bulan Ramadhan maka termasuk dosa besar, jika tanpa udzur yang syar'i'
Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah berkata: Barang siapa yang meninggalkan puasa satu hari pada bulan Ramadhan tanpa udzur yang syar'i, maka dia telah melakukan kemungkaran yang besar, dan barang siapa yang bertaubat maka allah akan menerima taubatnya. Maka dia wajib bertaubat kepada allah dengan penuh kejujuran dan menyesali masa lalunya dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, dan banyak mengucapkan istigfar, dan segera meng-qadha hari yang tidak ditinggalkannya.
Syaikh Shalih Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang membatalkan puasa pada siang hari di Bulan Ramadhan tanpa ada udzur. Beliau menjawab: " “Membatalkan puasa di bulan Ramadhan pada siang hari tanpa ada alasan yang dibenarkan termasuk dosa besar, dengan demikian maka orang tersebut dianggap fasik, dan diwajibkan baginya untuk bertaubat kepada Allah dan mengganti sejumlah hari yang ditinggalkannya”. (Majmu’ Fatawa dan Rasa’il Ibnu Utsaimin: 19/89)
Imam An Nasa’i telah meriwayatkan dalam Al Kubro (3273) dari Abu Umamah berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
( بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِي رَجُلَانِ فَأَخَذَا بِضَبْعَيَّ )وَسَاقَ الْحَدِيثَ، وَفِيهِ قَالَ: ( ثُمَّ انْطَلَقَا بِي فَإِذَا قَوْمٌ مُعَلَّقُونَ بِعَرَاقِيبِهِمْ ، مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا، قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ )
“Pada saat kami tidur, ada dua orang laki-laki yang menghampiriku seraya membopong saya”, lalu beliau melanjutkan ucapannya yang di antaranya: “Kemudian mereka berdua membawaku, kemudian terlihat ada suatu kaum yang sedang digantung di tunggangan mereka, pipi bagian bawahnya robek dan mengalirkan darah, saya berkata: “Siapa mereka ?”, dia berkata: “Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum puasanya sempurna”. (Dishahihkan oleh Albani Ash Shahihah: 3951 kemudian dia berkata setelahnya: “Ini adalah balasan orang yang berpuasa kemudian ia membatalkannya dengan sengaja sebelum masuk waktu berbuka, maka bagaimanakah keadaan orang tidak puasa sama sekali ?!)
Wallahu A’lam.
(wid)