Kisah An-Nadhr Ibn Harits, Tantang Rasulullah SAW Ditimpa Hujan Batu
Selasa, 12 April 2022 - 03:00 WIB
Pada awal dakwah Nabi Muhammad SAW di Mekkah, ada seorang Quraisy dari Bani Abu Ad-Dar, namanya An-Nadhr Ibn Harits. Ia terkenal akan kecerdasan akalnya, licik, berpengetahuan tinggi dan banyak pengalaman. Suatu ketika ia menantang agar Tuhan menurunkan hujan batu kepadanya, jika benar apa yang didakwahkan Rasulullah SAW .
Pengetahuan An-Nadhr Ibn Harits lumayan luas karena ia seringkali berdagang hingga ke wilayah Romawi, Persia dan sekitarnya. Dalam perjalanan niaga itu ia bertemu banyak orang cerdik-pandai. Ia juga bertemu banyak tradisi dan budaya dari berbagai suku dan bangsa. An-Nadhr Ibn Harits pun sangat berbangga diri dan merasa paling unggul di antara suku-suku di Mekkah.
Pada satu ketika, saat pulang dari berdagang, An-Nadhr mendengar adanya orang mengaku sebagai Nabi dan Rasul, yaitu Nabi Muhammad. Para pembesar suku Quraisy pun memintanya untuk menghentikan pengaruh Muhammad. Ia pun setuju untuk memenuhi permintaan tersebut, karena Muhammad dianggap berpotensi mengancam eksistensi ‘keunggulannya’ di tengah masyarakat Mekkah.
An-Nadhr melakukan upaya-upaya serius untuk menghentikan dakwah Nabi. Ia selalu hadir dimana pun Nabi Muhammad berdakwah, lalu mengatakan di hadapan orang-orang bahwa yang disampaikan Muhammmad tak lain hanyalah dongeng-dongeng fiksi dari orang-orang terdahulu.
Sebagai tandingan, di hadapan orang banyak, ia pun menceritakan dongeng-dongeng yang diadopsinya dari tradisi Romawi dan Persia. Ini dilakukan, karena ia menganggap bahwa orang-orang itu tertarik dengan Nabi Muhammad, karena Muhammad menyampaikan dongeng-dongeng fiksi yg membangkitkan imajinasi dan kesyahduan.
Kedua, merasa gagal pada upaya itu, ia berpikir bahwa Muhammad itu menarik karena adanya lantunan indah, syahdu, dan bersajak pada hal yg dipresentasikannya di hadapan banyak orang. Sehingga, untuk menandinginya, ia pun memanggil para penyanyi dan penari untuk “pentas” di mana pun Nabi berdakwah dan dikerumini orang.
Lewat cara ini ia berharap orang-orang itu lebih tertarik nyanyian merdu dan jogetan seksi serta iming-iming hadiahnya ketimbang dakwah Nabi.
Cara kedua ini pun tak ada hasilnya. Maka An-Nadhr pun pergi ke berbagai daerah untuk mencari inspirasi jitu. Akhirnya, ia pun bertemu Ahli Kitab di Yatsrib, dan dibekali tiga pertanyaan yang dirasa bisa menjatuhkan harkat martabat Nabi Muhammad di hadapan masyarakat Mekkah.
Lalu, ia pun pulang ke Mekkah, dan membuat acara khusus dengan mengumpulkan banyak orang termasuk Nabi Muhammad. Dalam acaranya itu, ia bertanya kepada Rasulullah SAW.
“Wahai Muhammad, jika kamu benar-benar nabi utusan tuhan, tentu kamu bisa menjawab tiga pertanyaanku ini. Kamu bersedia?”
“Katakanlah, apa itu?!” jawab Rasulullah.
“Pertama; Tahukah kamu tentang sekelompok pemuda yang mengasingkan dirinya demi menjaga iman-akidahnya? Kedua, tahukah kamu tentang seorang raja yang kekuasaannya meliputi barat hingga timur? Ketiga, bisakah menjelaskan tentang hakikat Ruh?”
“Pemuda itu dikenal dengan Ashabul Kahfi,” jawab Nabi Muhammad. Lalu secara detail dibacakanlah Surah Al-Kahfi ayat 9 hingga 26.
“Raja Tersebut bernama Dzulqarnain,” lanjut Rasulullah SAW. Kemudian untuk detailnya, dibacakanlah Surah Al-Kahfi ayat 83 hingga 101.
“Adapun soal hakikat Ruh, itu urusan Allah Ta’ala. Sementara manusia tidaklah diberi pengetahuan, melainkan hanya sedikit,” jawab Nabi Muhammad untuk pertanyaan ketiga. Kemudian, tanpa mendetailkan, dibacakanlah Surah Al-Isra’ ayat 85.
An-Nadhr merasa upayanya menghentikan dakwah Nabi gagal total. Bahkan, saban hari pengaruh dan pengikut Rasulullah kian banyak.
Saking malu serta marahnya, Nadhr kemudian makin dahsyat pula kedengkian serta kekufurannya terhadap Nabi Muhammad. Lantas An-Nadhr mengumpulkan orang lebih banyak dan lebih besar lagi. Tentu, diundang pula Nabi Muhammad pada acaranya tersebut.
Lantas di hadapan khalayak ramai, ia hendak menjatuhkan kredibilitas Nabi Muhammad, dengan menantang agar dirinya diazab.
“Wahai Muhammmad, jika yang kamu dakwahkan itu, maka mintalah Tuhanmu untuk mengazabku, turunkanlah hujan batu."
An-Nadhr; bila ia baik-baik saja dan hujan batu tidak juga turun, maka berarti Nabi Muhammad berdusta, dan ia yang benar dan menang.
Allah ta’ala mengabadikan omongan An-Nadhr ini untuk dijadikan pelajaran oleh Umat Islam;
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Ya Allah, jika yang didakwahkan Muhammad (Al-Qur’an) ini adalah haq (kebenaran), maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” ( QS Al-Anfaal ; 32).
Allah Taala tidak langsung mengazab An-Nadhr. Namun ia dibuat hina dan bertingkah memalukan terus-menerus. Hingga akhirnya, skenario Allah Ta’ala akan Perang Badar menjadi kuburan bagi musuh-musuh Rasulullah, termasuk di dalamnya terbunuhnya An-Nadhr.
Pengetahuan An-Nadhr Ibn Harits lumayan luas karena ia seringkali berdagang hingga ke wilayah Romawi, Persia dan sekitarnya. Dalam perjalanan niaga itu ia bertemu banyak orang cerdik-pandai. Ia juga bertemu banyak tradisi dan budaya dari berbagai suku dan bangsa. An-Nadhr Ibn Harits pun sangat berbangga diri dan merasa paling unggul di antara suku-suku di Mekkah.
Pada satu ketika, saat pulang dari berdagang, An-Nadhr mendengar adanya orang mengaku sebagai Nabi dan Rasul, yaitu Nabi Muhammad. Para pembesar suku Quraisy pun memintanya untuk menghentikan pengaruh Muhammad. Ia pun setuju untuk memenuhi permintaan tersebut, karena Muhammad dianggap berpotensi mengancam eksistensi ‘keunggulannya’ di tengah masyarakat Mekkah.
An-Nadhr melakukan upaya-upaya serius untuk menghentikan dakwah Nabi. Ia selalu hadir dimana pun Nabi Muhammad berdakwah, lalu mengatakan di hadapan orang-orang bahwa yang disampaikan Muhammmad tak lain hanyalah dongeng-dongeng fiksi dari orang-orang terdahulu.
Sebagai tandingan, di hadapan orang banyak, ia pun menceritakan dongeng-dongeng yang diadopsinya dari tradisi Romawi dan Persia. Ini dilakukan, karena ia menganggap bahwa orang-orang itu tertarik dengan Nabi Muhammad, karena Muhammad menyampaikan dongeng-dongeng fiksi yg membangkitkan imajinasi dan kesyahduan.
Kedua, merasa gagal pada upaya itu, ia berpikir bahwa Muhammad itu menarik karena adanya lantunan indah, syahdu, dan bersajak pada hal yg dipresentasikannya di hadapan banyak orang. Sehingga, untuk menandinginya, ia pun memanggil para penyanyi dan penari untuk “pentas” di mana pun Nabi berdakwah dan dikerumini orang.
Lewat cara ini ia berharap orang-orang itu lebih tertarik nyanyian merdu dan jogetan seksi serta iming-iming hadiahnya ketimbang dakwah Nabi.
Cara kedua ini pun tak ada hasilnya. Maka An-Nadhr pun pergi ke berbagai daerah untuk mencari inspirasi jitu. Akhirnya, ia pun bertemu Ahli Kitab di Yatsrib, dan dibekali tiga pertanyaan yang dirasa bisa menjatuhkan harkat martabat Nabi Muhammad di hadapan masyarakat Mekkah.
Lalu, ia pun pulang ke Mekkah, dan membuat acara khusus dengan mengumpulkan banyak orang termasuk Nabi Muhammad. Dalam acaranya itu, ia bertanya kepada Rasulullah SAW.
“Wahai Muhammad, jika kamu benar-benar nabi utusan tuhan, tentu kamu bisa menjawab tiga pertanyaanku ini. Kamu bersedia?”
“Katakanlah, apa itu?!” jawab Rasulullah.
“Pertama; Tahukah kamu tentang sekelompok pemuda yang mengasingkan dirinya demi menjaga iman-akidahnya? Kedua, tahukah kamu tentang seorang raja yang kekuasaannya meliputi barat hingga timur? Ketiga, bisakah menjelaskan tentang hakikat Ruh?”
“Pemuda itu dikenal dengan Ashabul Kahfi,” jawab Nabi Muhammad. Lalu secara detail dibacakanlah Surah Al-Kahfi ayat 9 hingga 26.
“Raja Tersebut bernama Dzulqarnain,” lanjut Rasulullah SAW. Kemudian untuk detailnya, dibacakanlah Surah Al-Kahfi ayat 83 hingga 101.
“Adapun soal hakikat Ruh, itu urusan Allah Ta’ala. Sementara manusia tidaklah diberi pengetahuan, melainkan hanya sedikit,” jawab Nabi Muhammad untuk pertanyaan ketiga. Kemudian, tanpa mendetailkan, dibacakanlah Surah Al-Isra’ ayat 85.
An-Nadhr merasa upayanya menghentikan dakwah Nabi gagal total. Bahkan, saban hari pengaruh dan pengikut Rasulullah kian banyak.
Saking malu serta marahnya, Nadhr kemudian makin dahsyat pula kedengkian serta kekufurannya terhadap Nabi Muhammad. Lantas An-Nadhr mengumpulkan orang lebih banyak dan lebih besar lagi. Tentu, diundang pula Nabi Muhammad pada acaranya tersebut.
Lantas di hadapan khalayak ramai, ia hendak menjatuhkan kredibilitas Nabi Muhammad, dengan menantang agar dirinya diazab.
“Wahai Muhammmad, jika yang kamu dakwahkan itu, maka mintalah Tuhanmu untuk mengazabku, turunkanlah hujan batu."
An-Nadhr; bila ia baik-baik saja dan hujan batu tidak juga turun, maka berarti Nabi Muhammad berdusta, dan ia yang benar dan menang.
Allah ta’ala mengabadikan omongan An-Nadhr ini untuk dijadikan pelajaran oleh Umat Islam;
وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَٰذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Ya Allah, jika yang didakwahkan Muhammad (Al-Qur’an) ini adalah haq (kebenaran), maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” ( QS Al-Anfaal ; 32).
Allah Taala tidak langsung mengazab An-Nadhr. Namun ia dibuat hina dan bertingkah memalukan terus-menerus. Hingga akhirnya, skenario Allah Ta’ala akan Perang Badar menjadi kuburan bagi musuh-musuh Rasulullah, termasuk di dalamnya terbunuhnya An-Nadhr.
(mhy)