Kisah Sayyidah Hafshah Ditolak Abu Bakar dan Utsman, Dinikahi Rasulullah SAW
Senin, 18 April 2022 - 15:51 WIB
Sayyidah Hafshah adalah putri dari sahabat Umar Bin Khattab Radhiallahu anhu (ra). Beliau memiliki kepribadian yang kuat seperti sang ayah. Selain itu, beliau juga seorang wanita yang pandai dalam hal membaca dan menulis, meskipun pada waktu itu kemampuan tersebut belum lazim dimiliki oleh kaum wanita.
Suaminya, Khunais bin Khudzafah As-Sahmi, sahid pada Perang Badar, pada sekitar 2-3 Hijriyah. Sayyidah Hafshah disebut sebagai Shawwamah (wanita rajin puasa) dan qawwamah (wanita rajin salat malam).
Khunais ibn Hudzafah ibn Qais ibn ‘Adi as-Sahmi al-Qurasyi adalah sahabat Nabi yang mengalami dua kali hijrah, ke Habasyah dan Madinah, dan sahid dalam Perang Badar.
Ia meninggalkan Sayyidah Hafshah menjadi janda muda yang bertakwa. Saat menjanda, Sayyidah Hafshah masih sangat belia, belum genap berusia delapan belas tahun.
Setelah Khunais meninggal dunia, Sayyidah Hafshah dipulangkan ke rumah bapaknya, Umar bin Khattab. Hal ini membuat Umar bin Khattab iba, susah, dan semakin menderita. Secara ekonomi, pada saat itu Umar bin Khattab dalam keadaan susah. Kehadiran Hafshah di rumahnya sudah barang tentu menambah beban beratnya. Sementara secara sosial, Umar bin Khattab sedih melihat putrinya hidup menjanda.
Setelah berpikir panjang, Umar memutuskan untuk mencarikan seorang suami yang akan menjadi penggugah keceriaan bagi putrinya sehingga putrinya itu bisa menemukan kembali kedamaian kembali seperti dulu.
Beberapa saat kemudian, Umar ibn Khaththab memutuskan untuk memilih Abu Bakar ash-Shiddiq , orang yang paling dicintai Rasulullah. Dengan sifat toleran, sederhana, dan teguh yang dimiliki, Abu Bakar cukup pantas untuk menjadi pelindung bagi Hafshah.
Umar ibn Khattab tidak merasa ragu dengan pilihan yang diilhamkan oleh Allah. Saat itu juga, ia pun pergi menemui Abu Bakar ash-Shiddiq untuk bercerita tentang Hafshah dan cobaan yang dialaminya menjadi seorang janda muda.
Abu Bakar ash-Shiddiq mendengar cerita Umar dengan penuh perasaan dan simpati. Oleh karena itu, Umar segera menawarkan putrinya untuk dinikahi Abu Bakar. Ia yakin bahwa Abu Bakar tidak akan ragu untuk menerima perempuan muda yang bertakwa.
Namun ternyata Abu Bakar hanya terdiam dan tidak menjawab sepatah kata pun. Alhasil, Umar ibn Khattab pergi meninggalkan Abu Bakar dengan lunglai menghadapi kondisi yang terjadi. Ia hampir tidak percaya bahwa Abu Bakar menolak untuk menikahi Hafshah yang ditawarkan oleh ayahnya sendiri.
Umar ibn Khattab kemudian pergi menuju kediaman Utsman ibn Affan yang kala itu istrinya, Ruqayyah binti Muhammad, juga telah meninggal dunia karena menderita penyakit campak setelah kaum Mukminin mendapat kemenangan gemilang dalam Perang Badar.
Umar ibn Khattab bercerita mengenai keadaanya kepada Utsman ibn Affan sebelum menawarkan putrinya, Hafshah, dengan perasaan yang masih teriris oleh penolakan Abu Bakar untuk menikahi putrinya itu.
Utsman meminta untuk diberi waktu dalam beberapa hari. Lalu beberapa hari kemudian, Utsman mendatangi Umar dan berkata, “Saat ini aku belum ingin menikah.”
Duka dan kesedihan Umar semakin mendalam karena penolakan Utsman. Umar tertekan karena ditolak kedua sahabatnya itu. Padahal keduanya adalah sahabat karib yang sama-sama mengetahui kedudukan Umar. Oleh karena itu, Umar merasa sedih dan terpukul kemudian pergi menghadap kepada Rasulullah untuk mengadukan nasibnya dan bagaimana sikap Abu Bakar dan Utsman ibn Affan terhadap tawarannya untuk menikahi putrinya.
Rasulullah tersenyum kemudian bersabda, “Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih baik daripada Abu Bakar dan Utsman sementara Utsman akan menikah dengan wanita yang lebih baik daripada Hafshah.”
Dengan hati yang dicekam oleh perasaan kaget, Umar ibn Khattab mengulang-ulang sabda Nabi Muhammad SAW, “Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih baik daripada Utsman.”
"Akankah Nabi menikahi putriku, Hafshah?" tanya Umar di dalam hatinya. Sejatinya penolakan tak selalu berakhir kepedihan. Allah selalu menyediakan jawaban yang lebih baik.
Suaminya, Khunais bin Khudzafah As-Sahmi, sahid pada Perang Badar, pada sekitar 2-3 Hijriyah. Sayyidah Hafshah disebut sebagai Shawwamah (wanita rajin puasa) dan qawwamah (wanita rajin salat malam).
Khunais ibn Hudzafah ibn Qais ibn ‘Adi as-Sahmi al-Qurasyi adalah sahabat Nabi yang mengalami dua kali hijrah, ke Habasyah dan Madinah, dan sahid dalam Perang Badar.
Ia meninggalkan Sayyidah Hafshah menjadi janda muda yang bertakwa. Saat menjanda, Sayyidah Hafshah masih sangat belia, belum genap berusia delapan belas tahun.
Setelah Khunais meninggal dunia, Sayyidah Hafshah dipulangkan ke rumah bapaknya, Umar bin Khattab. Hal ini membuat Umar bin Khattab iba, susah, dan semakin menderita. Secara ekonomi, pada saat itu Umar bin Khattab dalam keadaan susah. Kehadiran Hafshah di rumahnya sudah barang tentu menambah beban beratnya. Sementara secara sosial, Umar bin Khattab sedih melihat putrinya hidup menjanda.
Setelah berpikir panjang, Umar memutuskan untuk mencarikan seorang suami yang akan menjadi penggugah keceriaan bagi putrinya sehingga putrinya itu bisa menemukan kembali kedamaian kembali seperti dulu.
Beberapa saat kemudian, Umar ibn Khaththab memutuskan untuk memilih Abu Bakar ash-Shiddiq , orang yang paling dicintai Rasulullah. Dengan sifat toleran, sederhana, dan teguh yang dimiliki, Abu Bakar cukup pantas untuk menjadi pelindung bagi Hafshah.
Umar ibn Khattab tidak merasa ragu dengan pilihan yang diilhamkan oleh Allah. Saat itu juga, ia pun pergi menemui Abu Bakar ash-Shiddiq untuk bercerita tentang Hafshah dan cobaan yang dialaminya menjadi seorang janda muda.
Abu Bakar ash-Shiddiq mendengar cerita Umar dengan penuh perasaan dan simpati. Oleh karena itu, Umar segera menawarkan putrinya untuk dinikahi Abu Bakar. Ia yakin bahwa Abu Bakar tidak akan ragu untuk menerima perempuan muda yang bertakwa.
Namun ternyata Abu Bakar hanya terdiam dan tidak menjawab sepatah kata pun. Alhasil, Umar ibn Khattab pergi meninggalkan Abu Bakar dengan lunglai menghadapi kondisi yang terjadi. Ia hampir tidak percaya bahwa Abu Bakar menolak untuk menikahi Hafshah yang ditawarkan oleh ayahnya sendiri.
Umar ibn Khattab kemudian pergi menuju kediaman Utsman ibn Affan yang kala itu istrinya, Ruqayyah binti Muhammad, juga telah meninggal dunia karena menderita penyakit campak setelah kaum Mukminin mendapat kemenangan gemilang dalam Perang Badar.
Umar ibn Khattab bercerita mengenai keadaanya kepada Utsman ibn Affan sebelum menawarkan putrinya, Hafshah, dengan perasaan yang masih teriris oleh penolakan Abu Bakar untuk menikahi putrinya itu.
Utsman meminta untuk diberi waktu dalam beberapa hari. Lalu beberapa hari kemudian, Utsman mendatangi Umar dan berkata, “Saat ini aku belum ingin menikah.”
Duka dan kesedihan Umar semakin mendalam karena penolakan Utsman. Umar tertekan karena ditolak kedua sahabatnya itu. Padahal keduanya adalah sahabat karib yang sama-sama mengetahui kedudukan Umar. Oleh karena itu, Umar merasa sedih dan terpukul kemudian pergi menghadap kepada Rasulullah untuk mengadukan nasibnya dan bagaimana sikap Abu Bakar dan Utsman ibn Affan terhadap tawarannya untuk menikahi putrinya.
Rasulullah tersenyum kemudian bersabda, “Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih baik daripada Abu Bakar dan Utsman sementara Utsman akan menikah dengan wanita yang lebih baik daripada Hafshah.”
Dengan hati yang dicekam oleh perasaan kaget, Umar ibn Khattab mengulang-ulang sabda Nabi Muhammad SAW, “Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih baik daripada Utsman.”
"Akankah Nabi menikahi putriku, Hafshah?" tanya Umar di dalam hatinya. Sejatinya penolakan tak selalu berakhir kepedihan. Allah selalu menyediakan jawaban yang lebih baik.
Lihat Juga :