8 Syarat dan Etika Istighfar yang Diterima oleh Allah Ta'ala
Rabu, 18 Mei 2022 - 17:21 WIB
"Dan ketika anak-anak Ya'qub berkata kepada ayah mereka: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [ QS Yusuf : 97-98].
Para mufassir berkata: beliau menunda istighfar itu hingga waktu menjelang subuh, karena pada saat itu, doa lebih dekat untuk dikabulkan, jauh dari ria, lebih bersih bagi hati, dan ia adalah waktu tajalli Ilahi pada sepertiga terakhir dari waktu malam.
Keenam, di antara adab itu adalah: istighfar dalam sholat. Pada saat bersujud, sebelum salam atau setelah salam.
Rasulullah SAW telah mengajarkan Abu Bakar untuk mengucapkan sebelum salam: "Wahai Allah, sesungguhnya aku telah berbuat zalim kepada diriku dengan kezaliman yang banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau, maka ampunilah daku dengan ampunan dari-Mu, dan kasihilah aku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang."
Ketujuh, di antara adab itu adalah: agar ia berdoa bagi dirinya sendiri dan bagi kaum mu'minin, sehingga ia masuk dalam kelompok mereka, semoga Allah SWT menyayanginya dan mengampuninya dengan berkah mereka dan dengan masuk dalam kelompok mereka.
Oleh karena itu kita dapati para nabi tidak hanya beristighfar kepada diri mereka. Namun juga bagi diri mereka, bagi kedua orang tua mereka, serta bagi kaum mukminin dan mukminat seperti terdapat dalam doa Nur dan Ibrahim serta nabi-nabi lainnya.
Di antara doa Nuh itu adalah:
"Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan" [ QS Nuuh : 28].
Dan dari doa Ibrahim adalah:
"Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang -orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)" [ QS. Ibrahim : 41].
Kedelapan, di antara adab itu adalah: agar ia berdoa dan beristighfar dengan redaksi yang disebutkan dalam al Quran dan sunnah. Karena ia adalah redaksi yang terbaik, paling besar nilainya, paling luas maknanya serta paling merasuk dalam hati. Berbeda halnya dengan redaksi-redaksi doa dan wirid lain yang dibuat oleh manusia, di sana tidak ada kemanusiaan susunan kalimat alQuran serta keindahan kata-kata yang digunakan dalam hadis.
Para mufassir berkata: beliau menunda istighfar itu hingga waktu menjelang subuh, karena pada saat itu, doa lebih dekat untuk dikabulkan, jauh dari ria, lebih bersih bagi hati, dan ia adalah waktu tajalli Ilahi pada sepertiga terakhir dari waktu malam.
Keenam, di antara adab itu adalah: istighfar dalam sholat. Pada saat bersujud, sebelum salam atau setelah salam.
Rasulullah SAW telah mengajarkan Abu Bakar untuk mengucapkan sebelum salam: "Wahai Allah, sesungguhnya aku telah berbuat zalim kepada diriku dengan kezaliman yang banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau, maka ampunilah daku dengan ampunan dari-Mu, dan kasihilah aku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang."
Ketujuh, di antara adab itu adalah: agar ia berdoa bagi dirinya sendiri dan bagi kaum mu'minin, sehingga ia masuk dalam kelompok mereka, semoga Allah SWT menyayanginya dan mengampuninya dengan berkah mereka dan dengan masuk dalam kelompok mereka.
Oleh karena itu kita dapati para nabi tidak hanya beristighfar kepada diri mereka. Namun juga bagi diri mereka, bagi kedua orang tua mereka, serta bagi kaum mukminin dan mukminat seperti terdapat dalam doa Nur dan Ibrahim serta nabi-nabi lainnya.
Di antara doa Nuh itu adalah:
"Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan" [ QS Nuuh : 28].
Dan dari doa Ibrahim adalah:
"Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang -orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)" [ QS. Ibrahim : 41].
Kedelapan, di antara adab itu adalah: agar ia berdoa dan beristighfar dengan redaksi yang disebutkan dalam al Quran dan sunnah. Karena ia adalah redaksi yang terbaik, paling besar nilainya, paling luas maknanya serta paling merasuk dalam hati. Berbeda halnya dengan redaksi-redaksi doa dan wirid lain yang dibuat oleh manusia, di sana tidak ada kemanusiaan susunan kalimat alQuran serta keindahan kata-kata yang digunakan dalam hadis.
(mhy)