Kisah Kaisar Heraklius Mengakui Kebenaran Nabi Muhammad, Ini Pesannya
Minggu, 10 Juli 2022 - 23:21 WIB
Kisah Kaisar Heraklius yang mengakui kebenaran Nabi Muhammad menarik untuk disimak. Heraklius (Flavius Heraclius) adalah seorang Raja Romawi (Bizantium) yang berkuasa Tahun 610-641 M.
Raja yang memiliki super power pada zamannya itu dibuat takjub setelah mendengar penuturan Abu Sufyan radhiyallahu 'anhu tentang sosok Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam. Kala itu Abu Sufyan belum memeluk Islam.
Abu Sufyan menceritakan pertemuannya dengan Kaisar Heraklius sebagaimana diketengahkan Imam Muslim dalam kitab shahihnya. Berikut kisahnya.
"Aku berangkat ke Syam pada masa perdamaian Hudaibiah, yaitu perjanjian antara diriku dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam Ketika aku berada di Syam, datanglah sepucuk surat dari Rasulullah yang ditujukan kepada Heraklius, Penguasa Romawi. Yang membawa surat itu adalah Dihyah Al-Kalbi yang langsung menyerahkannya kepada Penguasa Basrah.
Selanjutnya, Penguasa Basrah menyerahkan kepada Heraklius. Heraklius lalu bertanya: "Apakah di sini terdapat seorang dari kaum lelaki yang mengaku sebagai nabi ini?" Mereka menjawab: "Ya!" Maka aku pun dipanggil bersama beberapa orang Quraisy lainnya sehingga masuklah kami menghadap Heraklius.
Setelah mempersilakan kami duduk di hadapannya, Heraklius bertanya: "Siapakah di antara kamu sekalian yang paling dekat nasabnya dengan lelaki yang mengaku sebagai Nabi ini?" Abu Sufyan berkata: Lalu aku menjawab: "Aku". Kemudian aku dipersilakan duduk lebih dekat lagi ke hadapannya sementara teman-temanku yang lain dipersilakan duduk di belakangku.
Kemudian Kaisar Heraklius memanggil juru terjemahnya dan berkata kepadanya: "Katakanlah kepada mereka bahwa aku akan menanyakan kepada orang ini tentang lelaki yang mengaku sebagai Nabi itu. Jika ia berdusta kepadaku, maka katakanlah bahwa ia berdusta.
Abu Sufyan berkata: Demi Allah, seandainya aku tidak takut dikenal sebagai pendusta, niscaya aku akan berdusta. Lalu Heraklius berkata kepada juru terjemahnya: "Tanyakan kepadanya bagaimana dengan keturunan lelaki itu di kalangan kamu sekalian?"
Aku menjawab: Di kalangan kami, dia adalah seorang yang bernasab baik. Dia bertanya: "Apakah ada di antara nenek-moyangnya yang menjadi raja?" Aku menjawab: Tidak.
Dia bertanya: "Apa kamu sekalian menuduhnya sebagai pendusta sebelum dia mengakui apa yang dikatakannya?" Aku menjawab: Tidak.
Dia bertanya: "Siapakah pengikutnya, orang-orang yang terhormatkah atau orang-orang yang lemah?" Aku menjawab: Para pengikutnya adalah orang-orang lemah.
Dia bertanya: "Mereka semakin bertambah ataukah berkurang?" Aku menjawab: Bahkan mereka semakin bertambah.
Dia bertanya: "Apakah ada seorang pengikutnya yang murtad dari agamanya setelah dia peluk karena rasa benci terhadapnya?" Aku menjawab: Tidak.
Dia bertanya: "Apakah kamu sekalian memeranginya?" Aku menjawab: Ya.
Dia bertanya: "Bagaimana peperangan kamu dengan orang itu?" Aku menjawab: Peperangan yang terjadi antara kami dengannya silih-berganti, terkadang dia mengalahkan kami dan terkadang kami mengalahkannya.
Dia bertanya: "Apakah dia pernah berkhianat?" Aku menjawab: Tidak. Dan kami sekarang sedang berada dalam masa perjanjian damai dengannya, kami tidak tahu apa yang akan dia perbuat.
Dia melanjutkan: "Demi Allah, aku tidak dapat menyelipkan kata lain dalam kalimat jawaban selain ucapan di atas." Dia bertanya lagi: "Apakah perkataan itu pernah diucapkan oleh orang lain sebelum dia?" Aku menjawab: Tidak.
Selanjutnya Heraklius berkata kepada juru terjemahnya: "Katakanlah kepadanya, ketika aku bertanya kepadamu tentang nasabnya, kamu menjawab bahwa ia adalah seorang yang bernasab mulia. Memang demikianlah keadaan rasul-rasul yang diutus ke tengah kaumnya. Ketika aku bertanya kepada kamu apakah di antara nenek-moyangnya ada yang menjadi raja, kamu menjawab tidak. Menurutku, seandainya ada di antara nenek-moyangnya yang menjadi raja, aku akan mengatakan dia adalah seorang yang sedang menuntut kerajaan nenek-moyangnya.
Lalu aku menanyakan kepadamu tentang pengikutnya, apakah mereka orang-orang yang lemah ataukah orang-orang yang terhormat. Kamu menjawab mereka adalah orang-orang yang lemah. Dan memang merekalah pengikut para Rasul. Lalu ketika aku bertanya kepadamu apakah kamu sekalian menuduhnya sebagai pendusta sebelum dia mengakui apa yang dia katakan. Kamu menjawab tidak. Maka tahulah aku, bahwa tidak mungkin dia tidak pernah berdusta kepada manusia kemudian akan berdusta kepada Allah.
Aku juga bertanya kepadamu apakah ada seorang pengikutnya yang murtad dari agama setelah ia memeluknya karena rasa benci terhadapnya. Kamu menjawab tidak. Memang demikianlah iman bila telah menyatu dengan orang-orang yang berhati bersih. Ketika aku menanyakanmu apakah mereka semakin bertambah atau berkurang, kamu menjawab mereka semakin bertambah. Begitulah iman sehingga ia bisa menjadi sempurna.
Raja yang memiliki super power pada zamannya itu dibuat takjub setelah mendengar penuturan Abu Sufyan radhiyallahu 'anhu tentang sosok Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam. Kala itu Abu Sufyan belum memeluk Islam.
Abu Sufyan menceritakan pertemuannya dengan Kaisar Heraklius sebagaimana diketengahkan Imam Muslim dalam kitab shahihnya. Berikut kisahnya.
"Aku berangkat ke Syam pada masa perdamaian Hudaibiah, yaitu perjanjian antara diriku dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam Ketika aku berada di Syam, datanglah sepucuk surat dari Rasulullah yang ditujukan kepada Heraklius, Penguasa Romawi. Yang membawa surat itu adalah Dihyah Al-Kalbi yang langsung menyerahkannya kepada Penguasa Basrah.
Selanjutnya, Penguasa Basrah menyerahkan kepada Heraklius. Heraklius lalu bertanya: "Apakah di sini terdapat seorang dari kaum lelaki yang mengaku sebagai nabi ini?" Mereka menjawab: "Ya!" Maka aku pun dipanggil bersama beberapa orang Quraisy lainnya sehingga masuklah kami menghadap Heraklius.
Setelah mempersilakan kami duduk di hadapannya, Heraklius bertanya: "Siapakah di antara kamu sekalian yang paling dekat nasabnya dengan lelaki yang mengaku sebagai Nabi ini?" Abu Sufyan berkata: Lalu aku menjawab: "Aku". Kemudian aku dipersilakan duduk lebih dekat lagi ke hadapannya sementara teman-temanku yang lain dipersilakan duduk di belakangku.
Kemudian Kaisar Heraklius memanggil juru terjemahnya dan berkata kepadanya: "Katakanlah kepada mereka bahwa aku akan menanyakan kepada orang ini tentang lelaki yang mengaku sebagai Nabi itu. Jika ia berdusta kepadaku, maka katakanlah bahwa ia berdusta.
Abu Sufyan berkata: Demi Allah, seandainya aku tidak takut dikenal sebagai pendusta, niscaya aku akan berdusta. Lalu Heraklius berkata kepada juru terjemahnya: "Tanyakan kepadanya bagaimana dengan keturunan lelaki itu di kalangan kamu sekalian?"
Aku menjawab: Di kalangan kami, dia adalah seorang yang bernasab baik. Dia bertanya: "Apakah ada di antara nenek-moyangnya yang menjadi raja?" Aku menjawab: Tidak.
Dia bertanya: "Apa kamu sekalian menuduhnya sebagai pendusta sebelum dia mengakui apa yang dikatakannya?" Aku menjawab: Tidak.
Dia bertanya: "Siapakah pengikutnya, orang-orang yang terhormatkah atau orang-orang yang lemah?" Aku menjawab: Para pengikutnya adalah orang-orang lemah.
Dia bertanya: "Mereka semakin bertambah ataukah berkurang?" Aku menjawab: Bahkan mereka semakin bertambah.
Dia bertanya: "Apakah ada seorang pengikutnya yang murtad dari agamanya setelah dia peluk karena rasa benci terhadapnya?" Aku menjawab: Tidak.
Dia bertanya: "Apakah kamu sekalian memeranginya?" Aku menjawab: Ya.
Dia bertanya: "Bagaimana peperangan kamu dengan orang itu?" Aku menjawab: Peperangan yang terjadi antara kami dengannya silih-berganti, terkadang dia mengalahkan kami dan terkadang kami mengalahkannya.
Dia bertanya: "Apakah dia pernah berkhianat?" Aku menjawab: Tidak. Dan kami sekarang sedang berada dalam masa perjanjian damai dengannya, kami tidak tahu apa yang akan dia perbuat.
Dia melanjutkan: "Demi Allah, aku tidak dapat menyelipkan kata lain dalam kalimat jawaban selain ucapan di atas." Dia bertanya lagi: "Apakah perkataan itu pernah diucapkan oleh orang lain sebelum dia?" Aku menjawab: Tidak.
Selanjutnya Heraklius berkata kepada juru terjemahnya: "Katakanlah kepadanya, ketika aku bertanya kepadamu tentang nasabnya, kamu menjawab bahwa ia adalah seorang yang bernasab mulia. Memang demikianlah keadaan rasul-rasul yang diutus ke tengah kaumnya. Ketika aku bertanya kepada kamu apakah di antara nenek-moyangnya ada yang menjadi raja, kamu menjawab tidak. Menurutku, seandainya ada di antara nenek-moyangnya yang menjadi raja, aku akan mengatakan dia adalah seorang yang sedang menuntut kerajaan nenek-moyangnya.
Lalu aku menanyakan kepadamu tentang pengikutnya, apakah mereka orang-orang yang lemah ataukah orang-orang yang terhormat. Kamu menjawab mereka adalah orang-orang yang lemah. Dan memang merekalah pengikut para Rasul. Lalu ketika aku bertanya kepadamu apakah kamu sekalian menuduhnya sebagai pendusta sebelum dia mengakui apa yang dia katakan. Kamu menjawab tidak. Maka tahulah aku, bahwa tidak mungkin dia tidak pernah berdusta kepada manusia kemudian akan berdusta kepada Allah.
Aku juga bertanya kepadamu apakah ada seorang pengikutnya yang murtad dari agama setelah ia memeluknya karena rasa benci terhadapnya. Kamu menjawab tidak. Memang demikianlah iman bila telah menyatu dengan orang-orang yang berhati bersih. Ketika aku menanyakanmu apakah mereka semakin bertambah atau berkurang, kamu menjawab mereka semakin bertambah. Begitulah iman sehingga ia bisa menjadi sempurna.