Keutamaan Memikirkan Keluarga Jadi Pelindung dari Api Neraka
Kamis, 14 Juli 2022 - 05:10 WIB
Indahnya Islam tidak hanya menekankan ibadah ritual semata, tetapi juga mengajarkan kepedulian kepada sesama termasuk memperhatikan keluarga.
Sudah menjadi syariat bahwa setiap kebaikan akan mendapat setimpal serupa bahkan diganjar lebih. Umat muslim patut berbahagia karena setiap kebaikan meski sebesar atom akan dibalas oleh Allah Ta'ala.
Dalam satu riwayat disebutkan, memikirkan keluarga akan menjadi pelindung dari api neraka. Berikut keutamaan memikirkan keluarga diterangkan dalam Kitab Al-Mawa'izh Al-'Usfuriyah.
Syaikh Muhammad bin Abu Bakar Ushfury membawakan salah satu riwayat tentang keutamaan memikirkan keluarga dari Said bin Musayyab radhiyallahu 'anhu. Ia berkata: "Pada suatu hari, Ali bin Abi Tholib karamallahu wajhah keluar dari rumahnya. Kemudian ia ditemui oleh Salman Al-Farisi radhiyallahu 'anhu. "Bagaimana kabarmu pagi hari ini? Wahai Abu Abdillah," tanya Ali kepada Salman.
"Wahai Amirul Mukminin! Aku sedang merasakan 4 (empat) kesedihan," jawab Salman. "Kesedihan apa itu?" tanya Ali.
"(1) Kesedihan memikirkan keluarga yang memerlukan makanan, (2) kesedihan dari Allah yang memerintahkanku bertaat, (3) kesedihan dari setan yang merayu melakukan kemaksiatan, dan (4) kesedihan dari Malaikat Maut yang menuntut nyawaku," jawab Salman.
Ali berkata: "Bahagialah! Wahai Abu Abdillah! Karena masing-masing kesedihan itu memiliki derajat bagimu karena suatu hari aku pernah menemui Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan beliau bertanya kepadaku: "Hai Ali! Bagaimana kabarmu pagi ini?" Kemudian aku menjawab: "Wahai Rasulullah! Aku sedang merasakan empat kesedihan. Kesedihan karena di rumah tidak ada makanan kecuali hanya air dan aku mengkhawatirkan keluargaku, kesedihan tentang ketaatan kepada Allah, kesedihan tentang bagaimana nanti akhir hidupku (membawa keimanan atau tidak), dan kesedihan tentang Malaikat Maut."
Kemudian Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Bahagialah hai Ali! Karena sedih memikirkan keluarga adalah pelindung dari api neraka. Kesedihan tentang ketaatan kepada Allah adalah kesejahteraan dari siksa. Kesedihan tentang akhir kehidupan adalah jihad dan lebih utama daripada ibadah selama 60 tahun. Dan kesedihan tentang Malaikat Maut adalah pelebur seluruh dosa.
Ketahuilah hai Ali! Sesungguhnya rezeki-rezeki hamba adalah tanggungan Allah, sedangkan kesedihanmu itu tidak akan memberikan marabahaya atau manfaat bagimu tetapi kamu diberi pahala karenanya. Oleh karena itu, jadilah orang yang bersyukur, yang taat, bertawakkal. Maka kamu akan menjadi salah satu dari golongan kekasih-Nya."
Kemudian aku bertanya: "Atas apa aku bersyukur kepada Allah?" Rasulullah menjawab: "Atas Islam". Aku bertanya: "Dengan apa aku taat?" Rasulullah menjawab: "Ucapkanlah Laa Haula Walaa Quwwata Illa billahil "Aliyyil 'Azhim." Aku bertanya: "Apa yang harus aku tinggalkan?"
Rasulullah menjawab: "Kemarahan. Karena meninggalkan kemarahan dapat meredam murka-Nya Allah Yang Maha Agung. Dapat memberatkan timbangan amal kebaikanmu dan dapat menuntunmu menuju
Surga."
Kemudia Salman berkata: "Semoga Allah menambahkan kemuliaanmu. Wahai Ali! Karena aku sungguh bersedih memikirkan itu semua, terutama karena keluarga." Lalu Ali berkata: "Hai Salman Al-Farisi! Aku mendengar Rasulullah bersabda: "Barang siapa tidak bersedih memikirkan keluarganya maka ia tidak memiliki bagian dari surga."
Salman berkata: "Benarkah? Padahal Rasulullah pernah bersabda, "Orang yang memiliki tanggungan keluarga tidak akan bahagia selamanya." Ali berkata: "Hai Salman! Bukan begitu maksudnya. Apabilapekerjaanmu itu halal maka kamu akan bahagia. Hai Salman! Surga itu merindukan orang-orang yang khawatir dan bersedih hati memikirkan hal yang halal."
Demikian keutamaan memikirkan keluarga. Semoga Allah memberikan taufik-Nya agar kita dimudahkan berbuat baik.
Sudah menjadi syariat bahwa setiap kebaikan akan mendapat setimpal serupa bahkan diganjar lebih. Umat muslim patut berbahagia karena setiap kebaikan meski sebesar atom akan dibalas oleh Allah Ta'ala.
Dalam satu riwayat disebutkan, memikirkan keluarga akan menjadi pelindung dari api neraka. Berikut keutamaan memikirkan keluarga diterangkan dalam Kitab Al-Mawa'izh Al-'Usfuriyah.
Syaikh Muhammad bin Abu Bakar Ushfury membawakan salah satu riwayat tentang keutamaan memikirkan keluarga dari Said bin Musayyab radhiyallahu 'anhu. Ia berkata: "Pada suatu hari, Ali bin Abi Tholib karamallahu wajhah keluar dari rumahnya. Kemudian ia ditemui oleh Salman Al-Farisi radhiyallahu 'anhu. "Bagaimana kabarmu pagi hari ini? Wahai Abu Abdillah," tanya Ali kepada Salman.
"Wahai Amirul Mukminin! Aku sedang merasakan 4 (empat) kesedihan," jawab Salman. "Kesedihan apa itu?" tanya Ali.
"(1) Kesedihan memikirkan keluarga yang memerlukan makanan, (2) kesedihan dari Allah yang memerintahkanku bertaat, (3) kesedihan dari setan yang merayu melakukan kemaksiatan, dan (4) kesedihan dari Malaikat Maut yang menuntut nyawaku," jawab Salman.
Ali berkata: "Bahagialah! Wahai Abu Abdillah! Karena masing-masing kesedihan itu memiliki derajat bagimu karena suatu hari aku pernah menemui Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan beliau bertanya kepadaku: "Hai Ali! Bagaimana kabarmu pagi ini?" Kemudian aku menjawab: "Wahai Rasulullah! Aku sedang merasakan empat kesedihan. Kesedihan karena di rumah tidak ada makanan kecuali hanya air dan aku mengkhawatirkan keluargaku, kesedihan tentang ketaatan kepada Allah, kesedihan tentang bagaimana nanti akhir hidupku (membawa keimanan atau tidak), dan kesedihan tentang Malaikat Maut."
Kemudian Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Bahagialah hai Ali! Karena sedih memikirkan keluarga adalah pelindung dari api neraka. Kesedihan tentang ketaatan kepada Allah adalah kesejahteraan dari siksa. Kesedihan tentang akhir kehidupan adalah jihad dan lebih utama daripada ibadah selama 60 tahun. Dan kesedihan tentang Malaikat Maut adalah pelebur seluruh dosa.
Ketahuilah hai Ali! Sesungguhnya rezeki-rezeki hamba adalah tanggungan Allah, sedangkan kesedihanmu itu tidak akan memberikan marabahaya atau manfaat bagimu tetapi kamu diberi pahala karenanya. Oleh karena itu, jadilah orang yang bersyukur, yang taat, bertawakkal. Maka kamu akan menjadi salah satu dari golongan kekasih-Nya."
Kemudian aku bertanya: "Atas apa aku bersyukur kepada Allah?" Rasulullah menjawab: "Atas Islam". Aku bertanya: "Dengan apa aku taat?" Rasulullah menjawab: "Ucapkanlah Laa Haula Walaa Quwwata Illa billahil "Aliyyil 'Azhim." Aku bertanya: "Apa yang harus aku tinggalkan?"
Rasulullah menjawab: "Kemarahan. Karena meninggalkan kemarahan dapat meredam murka-Nya Allah Yang Maha Agung. Dapat memberatkan timbangan amal kebaikanmu dan dapat menuntunmu menuju
Surga."
Kemudia Salman berkata: "Semoga Allah menambahkan kemuliaanmu. Wahai Ali! Karena aku sungguh bersedih memikirkan itu semua, terutama karena keluarga." Lalu Ali berkata: "Hai Salman Al-Farisi! Aku mendengar Rasulullah bersabda: "Barang siapa tidak bersedih memikirkan keluarganya maka ia tidak memiliki bagian dari surga."
Salman berkata: "Benarkah? Padahal Rasulullah pernah bersabda, "Orang yang memiliki tanggungan keluarga tidak akan bahagia selamanya." Ali berkata: "Hai Salman! Bukan begitu maksudnya. Apabilapekerjaanmu itu halal maka kamu akan bahagia. Hai Salman! Surga itu merindukan orang-orang yang khawatir dan bersedih hati memikirkan hal yang halal."
Demikian keutamaan memikirkan keluarga. Semoga Allah memberikan taufik-Nya agar kita dimudahkan berbuat baik.
(rhs)