Kisah Bijak Para Sufi: Berharga dan Tak Berharga
Sabtu, 27 Juni 2020 - 06:02 WIB
KONON ada seorang raja yang memanggil seorang penasihat dan berkata kepadanya, "kekuatan pikiran yang sejati bergantung pada pemeriksaan terhadap berbagai pilihan. Katakan padaku pilihan mana yang lebih baik meningkatkan pengetahuan rakyatku atau memberi mereka tambahan makanan. Kedua pilihan itu sama bermanfaat." (
"Baginda, percuma saja memberikan pengetahuan kepada mereka yang tak dapat mengetahuinya, demikian pula sia-sia menambahkan makanan kepada mereka yang tak mengerti maksud baik Baginda. Oleh karena itu, tidaklah benar menganggap bahwa 'kedua pilihan itu sama bermanfaat'," jawab Sufi itu.( )
"Bila mereka tak bisa mencerna makanan itu, atau bila mereka berpikir bahwa makanan itu diberikan untuk menyogok, atau malah membuat mereka berniat meminta lebih maka maksud Baginda akan gagal," kata Sufi menambahkan. ( )
"Jika mereka tak bisa menyadari bahwa mereka diberikan pengetahuan, atau bila mereka tak sanggup mengenali pengetahuan itu, atau bahkan tak mengetahui alasan Baginda memberikan pengetahuan itu kepada mereka, maka maksud Baginda itu akan kandas. Untuk itu, pertanyaan harus diajukan secara bertahap. Tahap pertama adalah pertimbangan: 'Orang paling berharga sesungguhnya tak berharga dan orang paling tak berharga sebenarnya berharga," lanjut Sufi tersebut. ( )
"Terangkanlah kebenaran ini bagiku, sebab aku belum bisa memahaminya," kata raja.
Sang sufi kemudian memanggil ketua para darwis di Afghanistan, dan ia pun datang ke istana. "Kalau engkau mempunyai jalanmu, apa yang akan engkau suruhkan kepada seseorang di Kabul?" tanya Sang Sufi kepada darwis itu. ( )
"Kebetulan ada seorang lelaki di dekat suatu tempat yang bila ia mengetahuinya, bisa mendapatkan kekayaan bagi dirinya dan juga kemakmuran bagi seluruh negeri itu dan kemajuan bagi Jalan, dengan memberikan sekeranjang buah ceri kepada orang miskin tertentu," kata darwis itu, yang mengetahui pertalian gaib antara berbagai hal. (Baca juga: Kisah Bijak Para Sufi: Saudagar dan Darwis Kristen )
Raja itu merasa senang, sebab para Sufi tak biasanya memperbincangkan perihal semacam itu. "Bawa lelaki itu kemari dan kita akan membuatnya terjadi!" seru raja itu.
Para pejabat memberi raja itu isyarat agar tetap bersikap tenang. "Tidak," kata Sufi pertama, "Hal itu takkan terjadi kecuali bila dilakukan dengan ikhlas." ( )
Agar tidak mempengaruhi pilihan lelaki itu, mereka bertiga pergi ke pasar Kabul dengan menyamar. Dengan melepaskan sorban dan jubahnya, ketua Sufi itu tampak sangat mirip dengan orang biasa. "Aku akan ambil bagian dalam perihal yang menggairahkan ini," bisik raja itu, dan kelompok itu berdiri memandangi buah ceri.
Ia mendekati penjualnya dan mengucapkan salam. Kemudian, ia berkata, "Aku kenal seorang miskin. Maukah kau memberinya sekeranjang ceri sebagai derma!" ( )
Penjual itu tertawa terpingkal-pingkal. "Nah, aku sudah pernah mendengar beberapa tipuan, tetapi baru kali ini ada orang yang menginginkan buah ceri membungkuk untuk meminta agar buah ini diberikan sebagai derma!"
"Kau paham maksudku?" kata Sufi pertama itu kepada raja. "Orang paling berharga di antara kita baru saja menyampaikan usul yang paling mulia, dan kejadian tadi membuktikan bahwa ia tak berharga bagi orang yang diajaknya bicara tadi." (
"Tetapi bagaimana tentang 'orang paling tak berharga' menjadi orang berharga?" tanya raja itu. Kedua darwis itu memberinya isyarat agar mengikuti mereka.
Ketika mereka hendak menyeberangi Sungai Kabul, kedua Sufi itu tiba-tiba menyergap raja dan membuangnya ke sungai. Raja itu tak bisa berenang. ( )
Ketika raja itu merasa hampir tenggelam, Kaka Divana yang namanya berarti Paman Gila seorang yang terkenal miskin dan tak waras yang berkelana di jalan-jalan, melompat ke sungai dan menyelamatkan raja serta membawanya ke tepi. Beberapa orang lain, yang lebih kuat, juga melihatnya jatuh ke air, tetapi mereka diam saja.
Tatkala raja sudah pulih, kedua darwis itu berkata serempak, "Orang paling tak berharga sesungguhnya berharga!"
Sejak saat itu, raja kembali pada kebiasaannya, yaitu memberi apa saja yang ia bisa, entah itu pendidikan atau berbagai macam pertolongan kepada orang-orang yang diputuskan dari masa ke masa sebagai yang paling pantas menerima pemberian semacam itu.( )
===
Sufi Abdul-Hamid Khan dari Qandahar, yang wafat pada tahun 1962, adalah Pemimpin Aghan Mint, dan seorang darwis kuno yang menguasai teknologi Barat. Di antara sekian kisah ajaran yang berasal darinya, kisah ini salah satunya.
Raja yang disinggung dalam kisah ini diduga adalah mendiang Nadir Shah dari Afghanistan, yang diabdi oleh Sufi Abdul-Hamid Khan, dan yang wafat pada tahun 1933. Urutan peristiwa, akan tetapi, didasarkan pada kisah yang lebih awal, namun raja ini mungkin belum pernah mendengarnya sebelumnya.
Dinukil dari Idries Shah "Tales of The Dervishes" diterjemahkan Ahmad Bahar menjadi Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi.
"Baginda, percuma saja memberikan pengetahuan kepada mereka yang tak dapat mengetahuinya, demikian pula sia-sia menambahkan makanan kepada mereka yang tak mengerti maksud baik Baginda. Oleh karena itu, tidaklah benar menganggap bahwa 'kedua pilihan itu sama bermanfaat'," jawab Sufi itu.( )
"Bila mereka tak bisa mencerna makanan itu, atau bila mereka berpikir bahwa makanan itu diberikan untuk menyogok, atau malah membuat mereka berniat meminta lebih maka maksud Baginda akan gagal," kata Sufi menambahkan. ( )
"Jika mereka tak bisa menyadari bahwa mereka diberikan pengetahuan, atau bila mereka tak sanggup mengenali pengetahuan itu, atau bahkan tak mengetahui alasan Baginda memberikan pengetahuan itu kepada mereka, maka maksud Baginda itu akan kandas. Untuk itu, pertanyaan harus diajukan secara bertahap. Tahap pertama adalah pertimbangan: 'Orang paling berharga sesungguhnya tak berharga dan orang paling tak berharga sebenarnya berharga," lanjut Sufi tersebut. ( )
"Terangkanlah kebenaran ini bagiku, sebab aku belum bisa memahaminya," kata raja.
Sang sufi kemudian memanggil ketua para darwis di Afghanistan, dan ia pun datang ke istana. "Kalau engkau mempunyai jalanmu, apa yang akan engkau suruhkan kepada seseorang di Kabul?" tanya Sang Sufi kepada darwis itu. ( )
"Kebetulan ada seorang lelaki di dekat suatu tempat yang bila ia mengetahuinya, bisa mendapatkan kekayaan bagi dirinya dan juga kemakmuran bagi seluruh negeri itu dan kemajuan bagi Jalan, dengan memberikan sekeranjang buah ceri kepada orang miskin tertentu," kata darwis itu, yang mengetahui pertalian gaib antara berbagai hal. (Baca juga: Kisah Bijak Para Sufi: Saudagar dan Darwis Kristen )
Raja itu merasa senang, sebab para Sufi tak biasanya memperbincangkan perihal semacam itu. "Bawa lelaki itu kemari dan kita akan membuatnya terjadi!" seru raja itu.
Para pejabat memberi raja itu isyarat agar tetap bersikap tenang. "Tidak," kata Sufi pertama, "Hal itu takkan terjadi kecuali bila dilakukan dengan ikhlas." ( )
Agar tidak mempengaruhi pilihan lelaki itu, mereka bertiga pergi ke pasar Kabul dengan menyamar. Dengan melepaskan sorban dan jubahnya, ketua Sufi itu tampak sangat mirip dengan orang biasa. "Aku akan ambil bagian dalam perihal yang menggairahkan ini," bisik raja itu, dan kelompok itu berdiri memandangi buah ceri.
Ia mendekati penjualnya dan mengucapkan salam. Kemudian, ia berkata, "Aku kenal seorang miskin. Maukah kau memberinya sekeranjang ceri sebagai derma!" ( )
Penjual itu tertawa terpingkal-pingkal. "Nah, aku sudah pernah mendengar beberapa tipuan, tetapi baru kali ini ada orang yang menginginkan buah ceri membungkuk untuk meminta agar buah ini diberikan sebagai derma!"
"Kau paham maksudku?" kata Sufi pertama itu kepada raja. "Orang paling berharga di antara kita baru saja menyampaikan usul yang paling mulia, dan kejadian tadi membuktikan bahwa ia tak berharga bagi orang yang diajaknya bicara tadi." (
Baca Juga
"Tetapi bagaimana tentang 'orang paling tak berharga' menjadi orang berharga?" tanya raja itu. Kedua darwis itu memberinya isyarat agar mengikuti mereka.
Ketika mereka hendak menyeberangi Sungai Kabul, kedua Sufi itu tiba-tiba menyergap raja dan membuangnya ke sungai. Raja itu tak bisa berenang. ( )
Ketika raja itu merasa hampir tenggelam, Kaka Divana yang namanya berarti Paman Gila seorang yang terkenal miskin dan tak waras yang berkelana di jalan-jalan, melompat ke sungai dan menyelamatkan raja serta membawanya ke tepi. Beberapa orang lain, yang lebih kuat, juga melihatnya jatuh ke air, tetapi mereka diam saja.
Tatkala raja sudah pulih, kedua darwis itu berkata serempak, "Orang paling tak berharga sesungguhnya berharga!"
Sejak saat itu, raja kembali pada kebiasaannya, yaitu memberi apa saja yang ia bisa, entah itu pendidikan atau berbagai macam pertolongan kepada orang-orang yang diputuskan dari masa ke masa sebagai yang paling pantas menerima pemberian semacam itu.( )
===
Sufi Abdul-Hamid Khan dari Qandahar, yang wafat pada tahun 1962, adalah Pemimpin Aghan Mint, dan seorang darwis kuno yang menguasai teknologi Barat. Di antara sekian kisah ajaran yang berasal darinya, kisah ini salah satunya.
Raja yang disinggung dalam kisah ini diduga adalah mendiang Nadir Shah dari Afghanistan, yang diabdi oleh Sufi Abdul-Hamid Khan, dan yang wafat pada tahun 1933. Urutan peristiwa, akan tetapi, didasarkan pada kisah yang lebih awal, namun raja ini mungkin belum pernah mendengarnya sebelumnya.
Dinukil dari Idries Shah "Tales of The Dervishes" diterjemahkan Ahmad Bahar menjadi Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi.
(mhy)