Kesetaraan Gender dalam Al-Qur'an, Nasaruddin Umar: Tak Menganut Paham The Second Sex

Jum'at, 22 Juli 2022 - 13:35 WIB
Prof Nasaruddin Umar: Foto/Ilustrasi: Kemenag
Nasaruddin Umar mengatakan Al-Qur'an memberikan pandangan optimistis terhadap kedudukan dan keberadaan perempuan. Semua ayat yang membicarakan tentang Adam dan pasangannya, sampai keluar ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang (dlamir mutsanna).

Kata huma, misalnya, ujar Nasaruddin Umar dalam buku "Jurnal Pemikiran Islam Paramadina", keduanya memanfaatkan fasilitas surga ( QS al-Baqarah/2 :35), mendapat kualitas godaan yang sama dari setan ( QS al-A'raf/7 :20), sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat terbuang ke bumi (7:22), sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni.Tuhan (7:23).



Setelah di bumi, antara satu dengan lainnya saling melengkapi, "mereka adalah pakaian bagimu dan kamu juga adalah pakaian bagi mereka" (QS al-Baqarah/2:187).

Secara ontologis, kata Nasaruddin Umar, masalah-masalah substansial manusia tidak diuraikan panjang lebar di dalam al-Qur'an. Seperti mengenai roh, tidak dijelaskan karena hal itu dianggap "urusan Tuhan" ( QS al-Isr'a'/17 :85).



Menurutnya, yang ditekankan ialah eksistensi manusia sebagai hamba/'abid ( QS al-Dzariyat/51 :56) dan sebagai wakil Tuhan di bumi/khalifah fi al-ardl ( QS al-An'am/6 :165).

Manusia adalah satu-satunya makhluk eksistensialis, karena hanya makhluk ini yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun manusia ciptaan terbaik (ahsan taqwim/ QS al-Thin/95 :4) tetapi tidak mustahil akan turun ke derajat "paling rendah" (asfala safilin/QS al-Tin/95:5), bahkan bisa lebih rendah dari pada binatang (QS al-A'raf/7:179).

Menurut Nasaruddin Umar, ukuran kemuliaan di sisi Tuhan adalah prestasi dan kualitas tanpa membedakan etnik dan jenis kelamin ( QS al-Hujurat/49 :13).

"Al-Qur'an tidak menganut paham the second sex yang memberikan keutamaan kepada jenis kelamin tertentu, atau the first ethnic, yang mengistimewakan suku tertentu," ujarnya.

Pria dan wanita dan suku bangsa manapun mempunyai potensi yang sama untuk menjadi 'abid dan khalifah ( QS al-Nisa'/4 :124 dan QS al-Nahl/16 :97).



Kemandirian Politik

Sosok ideal perempuan muslimah (syakhshiyah al-ma'rah) digambarkan sebagai kaum yang memiliki kemandirian politik/al-istiqlal al-siyasah ( QS al-Mumtahanah/60 :12), seperti sosok Ratu Balqis yang mempunyai kerajaan "superpower"/'arsyun 'azhim ( QS al-Naml/27 :23). Memiliki kemandirian ekonomi/al-istiqlal al-iqtishadi (QS al-Nahl/16:97), seperti pemandangan yang disaksikan Nabi Musa di Madyan, wanita mengelola peternakan ( QS al-Qashash/28 :23).

Kemandirian di dalam menentukan pilihan-pilihan pribadi/al-istiqlal al-syakhshi yang diyakini kebenarannya, sekalipun harus berhadapan dengan suami bagi wanita yang sudah kawin ( QS al-Tahrim/66 :11) atau menentang pendapat orang banyak (public opinion) bagi perempuan yang belum kawin (QS al-Tahrim/66:12).

Nasaruddin Umar mengatakan Al-Qur'an mengizinkan kaum perempuan untuk melakukan gerakan "oposisi" terhadap berbagai kebobrokan dan menyampaikan kebenaran ( QS al-Taubah/9 :71). Bahkan al-Qur'an menyerukan perang terhadap suatu negeri yang menindas kaum perempuan (QS al-Nisa'/4:75).

"Gambaran yang sedemikian ini tidak ditemukan di dalam kitab-kitab suci lain. Tidaklah mengherankan jika pada masa Nabi ditemukan sejumlah perempuan memiliki kemampuan dan prestasi besar sebagaimana layaknya kaum laki-laki," demikian Nasaruddin Umar.

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
cover top ayah
وَاِذۡ قَالَ اللّٰهُ يٰعِيۡسَى ابۡنَ مَرۡيَمَ ءَاَنۡتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِىۡ وَاُمِّىَ اِلٰهَيۡنِ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰهِ‌ؕ قَالَ سُبۡحٰنَكَ مَا يَكُوۡنُ لِىۡۤ اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَـيۡسَ لِىۡ بِحَقٍّ‌ؕ اِنۡ كُنۡتُ قُلۡتُهٗ فَقَدۡ عَلِمۡتَهٗ‌ؕ تَعۡلَمُ مَا فِىۡ نَفۡسِىۡ وَلَاۤ اَعۡلَمُ مَا فِىۡ نَفۡسِكَ‌ؕ اِنَّكَ اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُيُوۡبِ‏ (١١٦) مَا قُلۡتُ لَهُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِىۡ بِهٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰهَ رَبِّىۡ وَرَبَّكُمۡ‌ۚ وَكُنۡتُ عَلَيۡهِمۡ شَهِيۡدًا مَّا دُمۡتُ فِيۡهِمۡ‌ۚ فَلَمَّا تَوَفَّيۡتَنِىۡ كُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِيۡبَ عَلَيۡهِمۡ‌ؕ وَاَنۡتَ عَلٰى كُلِّ شَىۡءٍ شَهِيۡدٌ‏ (١١٧) اِنۡ تُعَذِّبۡهُمۡ فَاِنَّهُمۡ عِبَادُكَ‌ۚ وَاِنۡ تَغۡفِرۡ لَهُمۡ فَاِنَّكَ اَنۡتَ الۡعَزِيۡزُ الۡحَكِيۡمُ (١١٨)
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, Wahai Isa putra Maryam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah? (Isa) menjawab, Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (yaitu), Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di tengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau mewafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkaulah Yang Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. Al-Maidah Ayat 116-118)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More