Kisah Umar bin Khattab Keluarkan Non Muslim dari Jazirah Arab
Minggu, 24 Juli 2022 - 15:31 WIB
Keadaan tetap berjalan demikian di Eropa dan di luar Eropa sampai pada waktu belum berselang lama ini dari zaman kita. Demi agama pula pecah Perang Salib antara Islam dengan Kristen. Untuk itu pula terjadi beberapa tragedi pembantaian antara Katolik dengan Protestan.
Haekal menjelaskan Rasulullah SAW sudah mengadakan perjanjian dengan kaum Nasrani Najran karena kesatuan politik di Semenanjung ketika itu belum ada. Letak Najran berdekatan dengan Yaman, yang sejak waktu lama sebelum Nabi Muhammad dan sebelum Nasrani mereka memang hidup dalam paganisme.
Sesudah Rasulullah wafat dan digantikan oleh Abu Bakar, Yaman termasuk pelopor yang murtad dan memberontak kepada kekuasaan Madinah. Jadi wajar saja Abu Bakar mengadakan perjanjian dengan kaum Nasrani Najran seperti yang dilakukan oleh Rasulullah.
Kesatuan Agama
Perang Riddah sudah dapat menumpas kaum murtad dan pemberontakannya sekaligus, yang menyebabkan mereka habis kemudian diteruskan dengan perang Irak dan Syam. Dari sini kemudian tergalang persatuan dan kesatuan politik dan kesatuan agama di segenap penjuru Semenanjung. Semua itu melahirkan sebuah kedaulatan dengan Madinah sebagai ibu kotanya dan kepala pemerintahannya Khalifah Rasulullah.
Tatkala Umar memegang kekuasaan, menurut Haekal, semua faktor penyebab lahirnya perjanjian Najran di masa Nabi dan masa Abu Bakar sudah tak ada lagi. “Sudah tiba saatnya Umar harus memikirkan suatu rencana baru dalam politik negara yang akan dapat menyatukan semua bagian dari utara sampai ke selatan Semenanjung dan Madinah menjadi ibu kotanya yang tak tersaingi,” tuturnya.
Bahwa sekarang seluruh kawasan Arab sudah menjadi sebuah negara kesatuan dengan satu agama, dipimpin oleh orang yang sudah disepakati pengangkatannya, maka layak sekali apabila pemimpin ini berusaha membuang semua unsur yang akan mendatangkan kelemahan. Banyaknya suku bangsa atau agama yang berbagai macam yang mempunyai kekuasaan mutlak pada penduduk adalah salah satunya.
Inilah kenyataan yang berlaku dan tetap berlaku. “Kita melihat misalnya macam-macam perjanjian yang diadakan sampai waktu akhir-akhir ini mengenai perpindahan kelompok-kelompok dari jenis ras yang sama ke dalam satu lingkungan yang sama,” tambah Haekal.
Atas dasar itu juga suatu bangsa beradab tidak dibenarkan menganut lebih dari satu ketentuan hukum. Hal-hal yang menjadi pegangan Islam tidak sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang ada pada agama Kristen. Islam mengharamkan riba. Kristen membolehkan; Islam mengharamkan minuman keras, Kristen tidak mengharamkan; dasar Islam tauhid, dasar Kristen trinitas.’
Waktu itu ketentuan-ketentuan ini dan yang semacamnya berlaku ketat, orang tak dapat menenggangnya seperti sekarang, atas nama kebebasan beragama atau berkeyakinan. Tidak heran apabila Umar bersikeras tidak mau membiarkan ada dua agama di jazirah Arab.
Orang-orang Arab di Semenanjung itu semua menerima dan rela hanya dengan satu agama sejak masa Rasulullah SAW, dan sesudah pernah sebagian murtad pada masa Abu Bakar kemudian kembali lagi.
Kesatuan agama itulah yang menjamin ketenteraman dan kuatnya persatuan mereka, dan jangan ada di antara mereka yang tidak seagama yang memberontak, yang akan mengganggu ketenteraman dan merusak persatuan mereka. Itulah yang dilakukannya, dan itu pula sebabnya ia memanggil Ya'la bin Umayyah untuk mengeluarkan orang-orang Nasrani dari Najran.
Haekal mengatakan tindakan Umar dalam hal ini patut dipuji, bukan diserang dan disalahkan. Acuan mereka pada apa yang pernah dilakukan oleh kaum mayoritas dari kalangan Katolik atau Protestan ketika mereka menekan lawan sektenya sampai mereka dibunuh dan disiksa dengan berbagai macam cara.
Bahkan pesan pertama yang diberikan Umar kepada Ya'la, jangan sampai, ada orang memperdaya dan menggoda umat Nasrani Najran dari agama mereka; biarkan mereka bebas sepenuhnya, ingin tetap dengan agama mereka atau akan berpindah kepada Islam; mereka agar diberi-tanah yang sama di luar Semenanjung Arab, seperti tanah mereka itu.
Dengan demikian mereka tidak dirugikan, dan apa yang dilakukan Umar itu sama seperti yang dilakukan negara-negara beradab dewasa ini, ketika ada suatu golongan atau ras menghadapi pembagian dipindahkan ke tempat golongannya yang mayoritas. Bahaya perselisihan di kalangan mereka dengan tetangga-tetangga tidak akan lebih berbahaya daripada dengan golongan mayoritas yang berada di sekitar mereka.
Sesudah orang tahu Umar mengeluarkan kaum Nasrani Najran, mereka pun yakin bahwa ia akan juga mengeluarkan orang-orang Yahudi dan bukan Muslim lainnya dari Semenanjung Arab. Politik macam ini baru adanya. Tetapi buat mereka bukan sesuatu yang aneh dan tidak heran.
Haekal menjelaskan Rasulullah SAW sudah mengadakan perjanjian dengan kaum Nasrani Najran karena kesatuan politik di Semenanjung ketika itu belum ada. Letak Najran berdekatan dengan Yaman, yang sejak waktu lama sebelum Nabi Muhammad dan sebelum Nasrani mereka memang hidup dalam paganisme.
Sesudah Rasulullah wafat dan digantikan oleh Abu Bakar, Yaman termasuk pelopor yang murtad dan memberontak kepada kekuasaan Madinah. Jadi wajar saja Abu Bakar mengadakan perjanjian dengan kaum Nasrani Najran seperti yang dilakukan oleh Rasulullah.
Kesatuan Agama
Perang Riddah sudah dapat menumpas kaum murtad dan pemberontakannya sekaligus, yang menyebabkan mereka habis kemudian diteruskan dengan perang Irak dan Syam. Dari sini kemudian tergalang persatuan dan kesatuan politik dan kesatuan agama di segenap penjuru Semenanjung. Semua itu melahirkan sebuah kedaulatan dengan Madinah sebagai ibu kotanya dan kepala pemerintahannya Khalifah Rasulullah.
Tatkala Umar memegang kekuasaan, menurut Haekal, semua faktor penyebab lahirnya perjanjian Najran di masa Nabi dan masa Abu Bakar sudah tak ada lagi. “Sudah tiba saatnya Umar harus memikirkan suatu rencana baru dalam politik negara yang akan dapat menyatukan semua bagian dari utara sampai ke selatan Semenanjung dan Madinah menjadi ibu kotanya yang tak tersaingi,” tuturnya.
Bahwa sekarang seluruh kawasan Arab sudah menjadi sebuah negara kesatuan dengan satu agama, dipimpin oleh orang yang sudah disepakati pengangkatannya, maka layak sekali apabila pemimpin ini berusaha membuang semua unsur yang akan mendatangkan kelemahan. Banyaknya suku bangsa atau agama yang berbagai macam yang mempunyai kekuasaan mutlak pada penduduk adalah salah satunya.
Inilah kenyataan yang berlaku dan tetap berlaku. “Kita melihat misalnya macam-macam perjanjian yang diadakan sampai waktu akhir-akhir ini mengenai perpindahan kelompok-kelompok dari jenis ras yang sama ke dalam satu lingkungan yang sama,” tambah Haekal.
Atas dasar itu juga suatu bangsa beradab tidak dibenarkan menganut lebih dari satu ketentuan hukum. Hal-hal yang menjadi pegangan Islam tidak sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang ada pada agama Kristen. Islam mengharamkan riba. Kristen membolehkan; Islam mengharamkan minuman keras, Kristen tidak mengharamkan; dasar Islam tauhid, dasar Kristen trinitas.’
Waktu itu ketentuan-ketentuan ini dan yang semacamnya berlaku ketat, orang tak dapat menenggangnya seperti sekarang, atas nama kebebasan beragama atau berkeyakinan. Tidak heran apabila Umar bersikeras tidak mau membiarkan ada dua agama di jazirah Arab.
Orang-orang Arab di Semenanjung itu semua menerima dan rela hanya dengan satu agama sejak masa Rasulullah SAW, dan sesudah pernah sebagian murtad pada masa Abu Bakar kemudian kembali lagi.
Kesatuan agama itulah yang menjamin ketenteraman dan kuatnya persatuan mereka, dan jangan ada di antara mereka yang tidak seagama yang memberontak, yang akan mengganggu ketenteraman dan merusak persatuan mereka. Itulah yang dilakukannya, dan itu pula sebabnya ia memanggil Ya'la bin Umayyah untuk mengeluarkan orang-orang Nasrani dari Najran.
Haekal mengatakan tindakan Umar dalam hal ini patut dipuji, bukan diserang dan disalahkan. Acuan mereka pada apa yang pernah dilakukan oleh kaum mayoritas dari kalangan Katolik atau Protestan ketika mereka menekan lawan sektenya sampai mereka dibunuh dan disiksa dengan berbagai macam cara.
Bahkan pesan pertama yang diberikan Umar kepada Ya'la, jangan sampai, ada orang memperdaya dan menggoda umat Nasrani Najran dari agama mereka; biarkan mereka bebas sepenuhnya, ingin tetap dengan agama mereka atau akan berpindah kepada Islam; mereka agar diberi-tanah yang sama di luar Semenanjung Arab, seperti tanah mereka itu.
Dengan demikian mereka tidak dirugikan, dan apa yang dilakukan Umar itu sama seperti yang dilakukan negara-negara beradab dewasa ini, ketika ada suatu golongan atau ras menghadapi pembagian dipindahkan ke tempat golongannya yang mayoritas. Bahaya perselisihan di kalangan mereka dengan tetangga-tetangga tidak akan lebih berbahaya daripada dengan golongan mayoritas yang berada di sekitar mereka.
Sesudah orang tahu Umar mengeluarkan kaum Nasrani Najran, mereka pun yakin bahwa ia akan juga mengeluarkan orang-orang Yahudi dan bukan Muslim lainnya dari Semenanjung Arab. Politik macam ini baru adanya. Tetapi buat mereka bukan sesuatu yang aneh dan tidak heran.
(mhy)
Lihat Juga :