Kesaksian Shafiyah: Ini Mengapa sang Ayah yang Tokoh Yahudi Madinah Menolak Masuk Islam
Selasa, 26 Juli 2022 - 16:10 WIB
Dalam riwayat lain yang dilaporkan Ibnu Ishaq, terdapat penjelasan yang mengungkap rahasia permusuhan ini serta menegaskan bahwa Huyay bin Akhthab dan saudaranya, Abu Yasir, adalah orang Yahudi yang paling iri kepada bangsa Arab. Karena, Allah mengistimewakan bangsa Arab dengan pengutusan Rasul-Nya. Mereka berdua pun berusaha sekuat tenaga untuk mencegah orang masuk Islam.
Firman Allah berikut berkaitan dengan dua tokoh Yahudi itu, “Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapang dadalah, sampai Allah memberikan perintah-Nya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu” ( QS al-Baqarah (2) : 109).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas , bahwa ayat ini turun mengenai Huyay bin Akhthab dan saudaranya, Abu Yasir, karena kedengkian mereka terhadap orang-orang Arab yang diistimewakan Allah dengan kerasulan Muhammad.
Dari penjelasan di atas, kata Muhammad bin Fariz al-Jamil, jelaslah bahwa sikap Huyay dan Abu Yasir terhadap sang Nabi tidak benar dari segi motifnya. Maksudnya, mereka memperlihatkan pengingkaran atas Muhammad sebagai nabi utusan Allah, tetapi dalam lubuk hati mereka mengakui hal sebaliknya.
Kedengkian lantaran dia merupakan orang Arablah yang mendorong keduanya mengabaikan rasio dan logika. Akibatnya, kaum mereka terhalang dari membenarkan kenabian beliau dan mengikuti ajarannya.
Kemudian ketika Rasulullah berpindah dari Quba' ke Yatsrib, Yahudi pertama yang masuk Islam dari Bani Qainuga adalah rabi dan orang paling berilmu di antara mereka, al-Hushain bin Salam bin al-Harits.
Setelah masuk Islam, dia diberi nama baru oleh beliau: Abdullah. Bersama dia, masuk Islam juga seluruh keluarga dan bibinya, Khalidah binti al-Harits.
Abdullah bin Salam pun menelanjangi kaum Yahudi, dengan mengungkapkan berbagai penyimpangan mereka dalam perdebatan di hadapan Rasulullah.
Kepada mantan kaumnya ini, dia berkata, “Wahai orang-orang Yahudi, takutlah kalian kepada Allah dan terimalah apa yang diutus-Nya kepada kalian. Sesungguhnya, kalian mengetahui dia adalah utusan Allah. Kalian juga mendapati dia tertulis dalam Taurat dengan nama dan sifat-sifatnya.”
Sungguh aku bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah, aku beriman kepadanya, serta aku membenarkan dan mengakuinya.”
Akan tetapi, kaumnya menjawab, “Engkau berdusta!” Riwayat ini tidak menyebutkan apakah kemudian Abdullah memberitahu Rasulullah dan para sahabatnya penjelasan tertulis dalam Taurat mengenai pertanda kenabian tersebut atau tidak.
Dalam riwayat dari Sa'id bin Jubair (w. 94 H), terdapat kemiripan dari beberapa segi dengan riwayat Abdullah bin Salam. Sa'id menuturkan, Maimun bin Yamin, seorang pemimpin Yahudi, datang kepada Rasulullah dan menyarankan, 'Kirimlah utusan kepada kaum itu, dan jadikan aku mediator, niscaya mereka mendengarkanku.'
Beliau pun mengutus salah seorang Sahabat guna meminta orang-orang Yahudi datang. Setelah berkumpul, beliau berseru, “Pilihlah seseorang untuk menengahi antara aku dan kalian.”
Mereka menjawab, “Kami percaya pada Maimun bin Yamin.”
Kemudian, beliau menemui Maimun dan berkata, “Keluarlah, temui mereka.”
Maimun keluar dan berkata, “Aku bersaksi bahwa dia utusan Allah.” Alhasil, mereka tetap enggan membenarkan persaksian Maimun.
Maka itu, al-Quran turun menegur orang-orang Yahudi yang ingkar, menyebut mereka zalim, seraya memuji persaksian Abdullah bin Salam akan kebenaran Rasulullah dan kenabiannya dalam ayat berikut:
“Katakanlah, “Terangkanlah kepadaku, bagaimana pendapatmu jika benar-benar (al-Quran) ini datang dari Allah, dan kamu mengingkarinya, padahal ada seorang saksi dari Bani Israil yang mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang disebut dalam) al-Ouran lalu dia beriman, tetapi kamu menyombongkan diri. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” ( QS al-Ahqaf (46) : 10).
Firman Allah berikut berkaitan dengan dua tokoh Yahudi itu, “Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapang dadalah, sampai Allah memberikan perintah-Nya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu” ( QS al-Baqarah (2) : 109).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas , bahwa ayat ini turun mengenai Huyay bin Akhthab dan saudaranya, Abu Yasir, karena kedengkian mereka terhadap orang-orang Arab yang diistimewakan Allah dengan kerasulan Muhammad.
Dari penjelasan di atas, kata Muhammad bin Fariz al-Jamil, jelaslah bahwa sikap Huyay dan Abu Yasir terhadap sang Nabi tidak benar dari segi motifnya. Maksudnya, mereka memperlihatkan pengingkaran atas Muhammad sebagai nabi utusan Allah, tetapi dalam lubuk hati mereka mengakui hal sebaliknya.
Kedengkian lantaran dia merupakan orang Arablah yang mendorong keduanya mengabaikan rasio dan logika. Akibatnya, kaum mereka terhalang dari membenarkan kenabian beliau dan mengikuti ajarannya.
Kemudian ketika Rasulullah berpindah dari Quba' ke Yatsrib, Yahudi pertama yang masuk Islam dari Bani Qainuga adalah rabi dan orang paling berilmu di antara mereka, al-Hushain bin Salam bin al-Harits.
Setelah masuk Islam, dia diberi nama baru oleh beliau: Abdullah. Bersama dia, masuk Islam juga seluruh keluarga dan bibinya, Khalidah binti al-Harits.
Abdullah bin Salam pun menelanjangi kaum Yahudi, dengan mengungkapkan berbagai penyimpangan mereka dalam perdebatan di hadapan Rasulullah.
Kepada mantan kaumnya ini, dia berkata, “Wahai orang-orang Yahudi, takutlah kalian kepada Allah dan terimalah apa yang diutus-Nya kepada kalian. Sesungguhnya, kalian mengetahui dia adalah utusan Allah. Kalian juga mendapati dia tertulis dalam Taurat dengan nama dan sifat-sifatnya.”
Sungguh aku bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah, aku beriman kepadanya, serta aku membenarkan dan mengakuinya.”
Akan tetapi, kaumnya menjawab, “Engkau berdusta!” Riwayat ini tidak menyebutkan apakah kemudian Abdullah memberitahu Rasulullah dan para sahabatnya penjelasan tertulis dalam Taurat mengenai pertanda kenabian tersebut atau tidak.
Dalam riwayat dari Sa'id bin Jubair (w. 94 H), terdapat kemiripan dari beberapa segi dengan riwayat Abdullah bin Salam. Sa'id menuturkan, Maimun bin Yamin, seorang pemimpin Yahudi, datang kepada Rasulullah dan menyarankan, 'Kirimlah utusan kepada kaum itu, dan jadikan aku mediator, niscaya mereka mendengarkanku.'
Beliau pun mengutus salah seorang Sahabat guna meminta orang-orang Yahudi datang. Setelah berkumpul, beliau berseru, “Pilihlah seseorang untuk menengahi antara aku dan kalian.”
Mereka menjawab, “Kami percaya pada Maimun bin Yamin.”
Kemudian, beliau menemui Maimun dan berkata, “Keluarlah, temui mereka.”
Maimun keluar dan berkata, “Aku bersaksi bahwa dia utusan Allah.” Alhasil, mereka tetap enggan membenarkan persaksian Maimun.
Maka itu, al-Quran turun menegur orang-orang Yahudi yang ingkar, menyebut mereka zalim, seraya memuji persaksian Abdullah bin Salam akan kebenaran Rasulullah dan kenabiannya dalam ayat berikut:
“Katakanlah, “Terangkanlah kepadaku, bagaimana pendapatmu jika benar-benar (al-Quran) ini datang dari Allah, dan kamu mengingkarinya, padahal ada seorang saksi dari Bani Israil yang mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang disebut dalam) al-Ouran lalu dia beriman, tetapi kamu menyombongkan diri. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” ( QS al-Ahqaf (46) : 10).