Kisah Fatimah binti Maimun, Pendakwah Islam di Jawa Timur sebelum Wali Songo
Selasa, 02 Agustus 2022 - 17:03 WIB
Sayyidah Fatimah binti Maimun adalah tokoh muslimah yang makamnya di Gresik , Jawa Timur. Makam ini membuktikan, sebelum datangnya Wali Songo ke tanah Jawa, Islam sudah ada di Jawa Timur.
Buku "Sejarah Lengkap Islam Jawa" karya Husnul Hakim memaparkan, makam Sayyidah Fatimah binti Maimun di Dusun Leran, Desa Pesucian, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik hingga saat ini masih menjadi bukti arkeologis tertua keberadaan Islam di Jawa Timur, bahkan di Asia Tenggara.
Di nisan makam, menurut J. P. Moguette dalam De Oudste Mochammadaansche Insciptie op Java (op de Grafsteen te Leran) yang secara khusus meneliti inskripsinya, terdapat tulisan bahasa Arab yang diterjemahkan oleh M. Yamin sebagai berikut:
Dengan nama Tuhan Yang Maha Penyayang dan Maha Pemurah.
Tiap-tiap makhluk yang hidup di atas bumi ini adalah bersifat fana. Tetapi, wajah Tuhanmu yang bersemarak dan gemilang tetap kekal adanya. Inilah kuburan wanita yang menjadi kurban syahid, bernama Sayyidah Fatimah binti Maimun, putra Hibatallah, yang berpulang pada hari Jum'at ketika tujuh sudah berlewat dalam Bulan Rajab dan pada tahun 495 H (sebagian membaca 475 H). Yang menjadi kemurahan Allah yang Mahatinggi beserta rasul-Nya yang mulia.
Pertanyaannya, yang manakah yang benar antara tahun 495 H/1082 M atau 495 H/1102 M? Untuk menjawab pertanyaan ini, Agus Sunyoto dalam bukunya berjudul "Atlas Wali Songo" menelusurinya melalui karya Jere L. Bacharach, The Middle East Studies Handbook.
Di dalam buku ini, tercatat bahwa 1 Muharram 475 H sama dengan 1 Juni 1082 M, sedangkan 1 Muharram 495 H sama dengan 26 Oktober 1101 M.
Jika bulan Hijriah jatuh pada bulan Rajab maka bulan Rajab tahun 475 H tepat dengan tahun 1082 Masehi. Sedangkan bulan Rajab pada tahun 495 H jatuh pada tahun 1101 M. Jadi, pembacaan inskripsi batu nisan makam Sayyidah Fatimah binti Maimun lebih sesuai dengan tahun 475 H/1082 M.
Dengan demikian, jauh sebelum datangnya Wali Songo ke tanah Jawa, Islam rupanya sudah ada, terutama di Jawa Timur. Sebagai pengingat bahwa Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 882 H/1419 M.
Bahkan, para peneliti setelah melakukan penelitian selama beberapa tahun, termasuk meneliti dalam tradisi lisan di lingkungan masyarakat Leran, memiliki anggapan bahwa Gresik merupakan pusat agama Islam tertua di Jawa Timur karena tidak ada bukti arkeologi yang lebih tua dibanding makam Sayyidah Fatimah binti Maimun.
Pendakwah Islam
Dipercaya bahwa Sayyidah Fatimah binti Maimun merupakan salah seorang pendakwah awal Islam di Jawa Timur. Menurut Wangsakerta, ahli sejarah yang hidup pada abad ke-17 sekaligus merupakan pangeran ketiga Keraton Cirebon, Sayyidah Fatimah binti Maimun adalah seorang putri keturunan Rasulullah SAW.
Wangsakerta konon mengundang para sejarawan serta tetua dari Pasai, Jawa Timur, Cirebon, Arab, Kudus, Surabaya, dan Banten, yang secara khusus silsilah para ulama, raja, dan guru agama keturunan Rasulullah SAW.
Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi permintaan ayahnya, Panembahan Girilaya, agar ia menyusun naskah kisah kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Hasil penelisikan silsilah Sayyidah Fatimah binti Maimun oleh Wangsakerta adalah sebagai berikut:
Sayyidah Fatimah binti Maimun bin Hibatullah bin Muhammad Makdum Sidiq bin Sayyid Idris al-Malik bin Ahmad al-Baruni bin Sulaiman Abu Zain al-Bashri (menetap di Persia) bin Ali Uraidi bin Raden Ja'far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abu Thalib, suami dari Fatimah ra binti Rasulullah SAW.
Dan, menurut naskah Wangsakerta tersebut, Sayyidah Fatimah binti Maimun menikah dengan seorang laki-laki bernama Hasan yang berasal dari Arab Selatan.”
Buku "Sejarah Lengkap Islam Jawa" karya Husnul Hakim memaparkan, makam Sayyidah Fatimah binti Maimun di Dusun Leran, Desa Pesucian, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik hingga saat ini masih menjadi bukti arkeologis tertua keberadaan Islam di Jawa Timur, bahkan di Asia Tenggara.
Di nisan makam, menurut J. P. Moguette dalam De Oudste Mochammadaansche Insciptie op Java (op de Grafsteen te Leran) yang secara khusus meneliti inskripsinya, terdapat tulisan bahasa Arab yang diterjemahkan oleh M. Yamin sebagai berikut:
Dengan nama Tuhan Yang Maha Penyayang dan Maha Pemurah.
Tiap-tiap makhluk yang hidup di atas bumi ini adalah bersifat fana. Tetapi, wajah Tuhanmu yang bersemarak dan gemilang tetap kekal adanya. Inilah kuburan wanita yang menjadi kurban syahid, bernama Sayyidah Fatimah binti Maimun, putra Hibatallah, yang berpulang pada hari Jum'at ketika tujuh sudah berlewat dalam Bulan Rajab dan pada tahun 495 H (sebagian membaca 475 H). Yang menjadi kemurahan Allah yang Mahatinggi beserta rasul-Nya yang mulia.
Pertanyaannya, yang manakah yang benar antara tahun 495 H/1082 M atau 495 H/1102 M? Untuk menjawab pertanyaan ini, Agus Sunyoto dalam bukunya berjudul "Atlas Wali Songo" menelusurinya melalui karya Jere L. Bacharach, The Middle East Studies Handbook.
Di dalam buku ini, tercatat bahwa 1 Muharram 475 H sama dengan 1 Juni 1082 M, sedangkan 1 Muharram 495 H sama dengan 26 Oktober 1101 M.
Jika bulan Hijriah jatuh pada bulan Rajab maka bulan Rajab tahun 475 H tepat dengan tahun 1082 Masehi. Sedangkan bulan Rajab pada tahun 495 H jatuh pada tahun 1101 M. Jadi, pembacaan inskripsi batu nisan makam Sayyidah Fatimah binti Maimun lebih sesuai dengan tahun 475 H/1082 M.
Dengan demikian, jauh sebelum datangnya Wali Songo ke tanah Jawa, Islam rupanya sudah ada, terutama di Jawa Timur. Sebagai pengingat bahwa Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 882 H/1419 M.
Bahkan, para peneliti setelah melakukan penelitian selama beberapa tahun, termasuk meneliti dalam tradisi lisan di lingkungan masyarakat Leran, memiliki anggapan bahwa Gresik merupakan pusat agama Islam tertua di Jawa Timur karena tidak ada bukti arkeologi yang lebih tua dibanding makam Sayyidah Fatimah binti Maimun.
Pendakwah Islam
Dipercaya bahwa Sayyidah Fatimah binti Maimun merupakan salah seorang pendakwah awal Islam di Jawa Timur. Menurut Wangsakerta, ahli sejarah yang hidup pada abad ke-17 sekaligus merupakan pangeran ketiga Keraton Cirebon, Sayyidah Fatimah binti Maimun adalah seorang putri keturunan Rasulullah SAW.
Wangsakerta konon mengundang para sejarawan serta tetua dari Pasai, Jawa Timur, Cirebon, Arab, Kudus, Surabaya, dan Banten, yang secara khusus silsilah para ulama, raja, dan guru agama keturunan Rasulullah SAW.
Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi permintaan ayahnya, Panembahan Girilaya, agar ia menyusun naskah kisah kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Hasil penelisikan silsilah Sayyidah Fatimah binti Maimun oleh Wangsakerta adalah sebagai berikut:
Sayyidah Fatimah binti Maimun bin Hibatullah bin Muhammad Makdum Sidiq bin Sayyid Idris al-Malik bin Ahmad al-Baruni bin Sulaiman Abu Zain al-Bashri (menetap di Persia) bin Ali Uraidi bin Raden Ja'far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abu Thalib, suami dari Fatimah ra binti Rasulullah SAW.
Dan, menurut naskah Wangsakerta tersebut, Sayyidah Fatimah binti Maimun menikah dengan seorang laki-laki bernama Hasan yang berasal dari Arab Selatan.”
Baca Juga