Pengetahuan tentang Akhirat (2): Neraka Rohaniah Akibat Cinta Dunia

Selasa, 30 Juni 2020 - 04:49 WIB
Pengetahuan tentang...
Itulah neraka yang disediakan bagi orang-orang yang di dalam al-Quran dikatakan meneguhkan hati mereka pada dunia ini lebih daripada akhirat. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
Imam Ghazali dalam Kimia Kebahagiaan yang merupakan terjemahan dari buku aslinya yang berbahasa Inggris The Alchemy of Happiness, mengatakan semua derita yang ditanggung oleh jiwa setelah mati bersumber pada cinta yang berlebih-lebihan terhadap dunia. (Baca juga: Pengetahuan tentang Akhirat (1): Apa Itu Surga Rohaniah? )

Rasulullah bersabda bahwa semua orang kafir setelah mati akan disiksa oleh 99 ular, masing-masing memiliki 9 kepala. Beberapa orang yang berpikiran sederhana telah memeriksa kuburan orang-orang kafir ini dan bertanya-tanya mengapa mereka tak bisa melihat ular-ular ini. Mereka tidak paham bahwa ular-ular ini bersemayam di dalam ruh orang-orang kafir itu dan bahwa kesemuanya itu sudah ada di dlam diri orang-orang kafir tersebut, bahkan sebelum ia mati.

Menurut Imam Ghazali, itu karena semuanya sesungguhnya adalah simbol-simbol sifat jahatnya, seperti cemburu, kebencian, kemunafikan, kesombongan, kelicikan dan lain sebagainya.

Baca juga: Pengetahuan Tentang Tuhan (2-Habis): Enam Penyebab Kejahilan

"Sifat-sifat itu semuanya bersumber, secara langsung maupun tidak, pada kecintaan terhadap dunia ini," tuturnya.

Itulah neraka yang disediakan bagi orang-orang yang di dalam al-Qur'an dikatakan "meneguhkan hati mereka pada dunia ini lebih daripada akhirat ". (Baca juga: Pengetahuan Tentang Tuhan (1): Miniatur Kekuasaan dan Cinta Sang Pencipta )

Jika ular-ular itu sekadar bersifat eksternal belaka, menurut Imam Ghazali, mereka akan bisa berharap untuk melarikan diri dari siksanya, meskipun hanya untuk sesaat saja. Tetapi jika semuanya itu sudah menjadi sifat-sifat bawaan mereka, bagaimana mereka bisa melarikan diri?

Baca juga: Agar Kerja Menjadi Ibadah, Ingat Allah Maha Pemberi Rezeki

Imam Ghazali memberi contoh kasus seseorang yang menjual seorang budak perempuan tanpa tahu seberapa jauh ia telah terikat dengannya sampai ketika perempuan itu telah sama sekali berada di luar jangkauannya. Kemudian kecintaan pada budak itu, yang selama ini tertidur, bangun di dalam dirinya dengan suatu intensitas yang menyiksanya, menyengatnya seperti ular. Ia bisa gila karenanya, mencapakkan dirinya ke dalam api atau air untuk melarikan diri darinya.

Baca juga: Berikut Ini Tiga Ibadah yang Paling Dicintai Allah Ta'ala

Inilah akibat cinta terhadap dunia, yang tidak pernah terbayang dalam diri orang-orang yang memilikinya sampai ketika dunia direnggut dari mereka dan kemudian siksaan kesia-siaan membuat mereka mau dengan senang hati menukarnya dengan sekadar ular-ular dan kepiting-kepiting eksternal belaka, berapa pun jumlahnya. Karenanya, setiap orang yang berbuat dosa membawa perkakas-perkakas hukumannya sendiri ke dunia di balik kematian.

Baca juga: Allah Mencintai Orang-Orang yang Lisannya Basah karena Zikir

Benar kata al-Qur'an: "Sesungguhnya kalian akan melihat neraka. Kalian akan melihatnya dengan mata keyakinan (ainul-yaqin)", dan "neraka mengitari orang-orang kafir." Ia tidak berkata akan mengitari mereka, karena neraka sudah mengitari mereka sekarang juga.

Baca juga: Allah Ta'ala Paling Mencintai Hamba yang Berakhlak Baik

Mungkin ada orang yang berkeberatan. Jika demikian halnya, kemudian siapakah yang bisa menghindar dari neraka, karena siapakah orang yang sedikit banyak tidak terikat pada dunia dengan berbagai ikatan kesenangan dan kepentingan.

Menurut Imam Ghazali, atas pertanyaan ini kita menjawab bahwa ada orang-orang, terutama para faqir, yang telah sama sekali melepaskan diri mereka dari cinta terhadap dunia. Tetapi bahkan di antara orang-orang yang memiliki kekayaan-kekayaan duniawi - seperti isteri, anak, rumah dan lain sebagainya - masih ada juga orang-orang yang, meskipun mereka memiliki kecintaan terhadap benda-benda ini, mencintai Allah lebih dari segalanya.

Baca juga: Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Pemeriksaan Diri dan Zikir Kepada Allah (1)

Kasus mereka adalah seperti seseorang yang, meskipun mempunyai sebuah tempat tinggal yang ia cintai di suatu kota, ketika diminta oleh sang raja untuk mengisi suatu pos kekuasaan di kota lain, ia melakukannya dengan senang hati, karena pos kekuasaan itu lebih berharga baginya daripada tempat tinggalnya terdahulu. Para nabi dan banyak di antara para wali adalah orang-orang seperti itu.

Baca juga: Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Pemeriksaan Diri dan Zikir Kepada Allah (2)

Dalam jumlah besar, ada pula orang-orang lain yang memiliki kecintaan pada Allah, tetapi kecintaannya terhadap dunia ini demikian berlebihan dalam diri mereka sehingga mereka akan harus menderita siksaan yang cukup besar setelah kematian sebelum mereka sama sekali terbebaskan daripadanya.

Baca juga: Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Pemeriksaan Diri dan Zikir Kepada Allah (3)

Banyak yang memiliki kecintaan kepada Allah, tapi seseorang bisa dengan mudah menguji dirinya dengan melihat ke mana cenderungnya lengan timbangan cintanya ketika perintah-perintah Allah datang berbenturan dengan beberapa keinginannya. Pemilikan akan cinta kepada Allah yang tidak cukup menahan seseorang dari pembangkangan kepada Allah adalah suatu kebohongan.

Baca juga: Musik dan Tarian Sebagai Pembantu Kehidupan Keagamaan (1 )

Imam Ghazali mengatakan bahwa salah satu jenis neraka rohani itu berbentuk pemisahan secara paksa dari benda-benda duniawi yang kepadanya hati terikat terlalu erat. Banyak orang yang tanpa sadar membawa dalam dirinya kuman-kuman neraka seperti itu. Mereka akan merasa seperti seorang raja yang setelah menjalani hidup mewah, dicampakkan dari singgasananya dan menjadi bahan tertawaan.

Baca juga: Musik dan Tarian Sebagai Pembantu Kehidupan Keagamaan (2-Habis)



Jenis kedua neraka rohani adalah malu, yaitu ketika seseorang dibangunkan untuk melihat sifat tindakan-tindakan yang dulu dilakukannya dalam hakikat telanjangnya. Orang yang mengumpat akan melihat dirinya dalam bentuk seorang kanibal yang makan daging saudaranya yang telah mati. Orang yang mempunyai sifat iri hati akan tampak sebagai seseorang yang melemparkan batu-batu ke dinding, kemudian batu-batu itu memantul kembali dan mengenai mata anaknya sendiri.

Baca juga: Cinta Kepada Allah, Ibrahim: Wahai Izrail, Ambillah Nyawaku (1)

Menurut Imam Ghazali, neraka jenis ini, yaitu malu, bisa disimpulkan dengan perumpamaan ringkas berikut ini. Misalkan seorang raja baru selesai merayakan perkawinan anak laki-lakinya. Pada malam harinya, laki-laki muda itu pergi keluar dengan beberapa orang sahabat dan kemudian kembali ke istana dalam keadaan mabuk. Ia memasuki sebuah kamar yang terang dan kemudian berbaring di samping tubuh yang diduganya sebagai mempelai wanitanya.

Pagi harinya, ketika kesadarannya pulih, ia terperanjat ketika mendapati dirinya berada di dalam sebuah kamar mayat para penyembah-api. Sofanya adalah tandu jenazah, dan bentuk yang disalah-mengertikannya sebagai mempelai perempuannya adalah mayat seorang wanita tua yang mulai membusuk. Ketika keluar dari kamar mayat dengan pakaian kumuh, betapa malunya ia ketika ayahnya, sang raja, menghampirinya dengan serombongan tentara.

Baca juga: Cinta Kepada Allah (2): Menampak Allah Puncak Kebahagiaan Manusia

Itu gambaran perumpamaan tentang rasa malu yang akan dirasakan di akhirat oleh orang-orang yang dengan serakah telah memasrahkan diri mereka pada hal-hal yang mereka anggap sebagai kebahagiaan.

Neraka rohaniah ketiga berbentuk kekecewaan dan kegagalan untuk mencapai obyek kemaujudan yang sesungguhnya.

Manusia diciptakan dengan maksud untuk mencermini cahaya pengetahuan akan Tuhan. Tapi jika ia sampai di akhirat dengan jiwa yang tersaput tebal oleh karat pengumbaran nafsu inderawi, ia akan sama sekali gagal untuk memperoleh tujuan penciptaannya.

(Baca juga: Cinta kepada Allah dan 7 Ujian ke Arah Sana (3-Habis )

Kekecewaannya, menurut Imam Ghazali, bisa digambarkan dengan cara berikut. Misalkan seseorang sedang melewati sebuah hutan gelap bersama beberapa orang sahabat. Di sana-sini berkelap-kelip di atas tanah, bertebaran batu-batu berwarna. Para sahabatnya mengumpulkan dan membawa benda-benda itu seraya menasehatinya agar ia turut melakukan hal yang sama. "Karena," kata mereka, "kami dengar batu-batu itu akan memperoleh harga tinggi di tempat yang akan kita datangi."

Tapi orang ini malah menertawakan mereka dan menyebut mereka sebagai orang-orang pandir karena menyimpan harapan sia-sia untuk memperoleh sesuatu, sementara ia sendiri bisa berjalan bebas tak berbebani.

Kemudian mereka pun menjelang terang tanah dan mendapati bahwa batu-batu yang berwarna-warni itu ternyata batu-batu delima, Zamrud dan permata-permata lain yang tak terkira harganya.

Kekecewaan dan penyesalan orang itu, karena tidak mengumpulkan benda-benda yang sudah berada dalam jangkauannya itu, lebih mudah dibayangkan daripada diperikan. Seperti itulah jadinya penyesalan orang-orang yang ketika melalui dunia ini tidak berusaha memperoleh permata-permata kebajikan dan perbendaharaan-perbendaharaan agama. (Bersambung) (Baca juga: Pengetahuan Tentang Dunia: Pasar yang Disinggahi Para Musafir )
(mhy)
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Farwah bin Naufal Al Asyja'i dia berkata: Saya pernah bertanya kepada Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam saat memohon kepada Allah Azza wa Jalla, maka Aisyah menjawab, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa: ALLAHUMMA INNI A'UUDZU BIKA MIN SYARRI MAA 'AMILTU WA MIN SYARRI MAA LAM A'MAL (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan).

(HR. Muslim No. 4891)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More