Berikut Rukun Iman dan Islam Penjelasan Lengkap
Jum'at, 12 Agustus 2022 - 18:46 WIB
Rukun Iman dan Islam penjelasan lengkap diperlukan sebagai panduan bagi setiap muslim. Rukun Iman ada 6 yakni (1). Iman kepada Allah, (2). Iman kepada para malaikat, (3). Iman kepada kitab-kitab, (4). Iman kepada Rasulullah, (5). Iman kepada hari akhir, (6). Iman kepada takdir.
Dalam buku "Panduan Ringkas untuk Mualaf" karya Muhammad bin Asy-Syaibah Asy-Syahriy dalil rukun iman pertama, iman kepada Allah.
Allah Ta’ālā berfirman,
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah.” ( QS An-Nur/24 : 62)
Iman kepada Allah berkonsekuensi mengesakan-Nya dalam rububiyah, uluhiyah, dan asma` waṣ-ṣifat. Iman ini mencakup hal-hal berikut:
1. Mengimani keberadaan Allah SWT.
2. Mengimani rububiyah (ketuhanan) Allah SWT; bahwa Allah yang memiliki segala sesuatu, yang menciptakannya, memberikannya rezeki, dan mengatur seluruh urusannya.
3. Mengimani uluhiyah (keilahian) Allah SWT; bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah dengan berbagai jenis ibadah, tanpa ada sekutu bagi-Nya sedikit pun di dalamnya, seperti salat, doa, nazar, ibadah penyembelihan hewan, istianah (memohon pertolongan), istiazah (memohon perlindungan), dan semua ibadah lainnya.
4. Mengimani kebenaran nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifat-Nya yang luhur, yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya maupun yang ditetapkan oleh Nabi-Nya SAW, menafikkan dari Allah nama-nama dan sifat-sifat yang telah Dia nafikkan dari diri-Nya maupun yang dinafikkan oleh Nabi SAW, dan meyakini bahwa nama-nama dan sifat-sifat-Nya tersebut berada pada puncak kesempurnaan dan keindahan; tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Rukun Kedua, iman kepada para Malaikat. Allah SWT berfirman:
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ جَاعِلِ الْمَلٰۤىِٕكَةِ رُسُلًاۙ اُولِيْٓ اَجْنِحَةٍ مَّثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۗ يَزِيْدُ فِى الْخَلْقِ مَا يَشَاۤءُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Segala puji bagi Allah, pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” ( QS Faṭir/35 : 1)
Kita harus beriman bahwa para malaikat adalah makhluk gaib sekaligus hamba Allah yang Dia ciptakan dari cahaya, dan Dia menjadikan mereka taat dan tunduk kepada-Nya.
Mereka adalah makhluk yang besar, tidak ada yang mengetahui secara sempurna tentang kekuatan dan jumlah mereka kecuali Allah Taala. Masing-masing mereka memiliki sifat, nama, dan tugas-tugas yang khusus dari Allah Taala. Di antara mereka ada Jibril yang diberikan tugas untuk menurunkan wahyu dari sisi Allah SWT kepada rasul-rasul-Nya.
Rukun ketiga, iman kepada kitab-kitab. Allah SWT berfirman,
قُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَآ اُنْزِلَ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَالْاَسْبَاطِ وَمَآ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَآ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْۚ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ
“Katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa, Isa, serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami hanya berserah diri kepada-Nya.'” ( QS Al-Baqarah/2 : 136)
Iman kepada kitab-kitab ialah membenarkan dengan bulat bahwa semua kitab samawi adalah firman Allah SWT; meyakini bahwa semuanya diturunkan dari sisi-Nya kepada rasul-rasul-Nya dengan membawa kebenaran agar dijadikan pedoman oleh hamba-hamba-Nya; meyakini bahwasanya setelah mengutus Nabi-Nya, Muhammad SAW, kepada seluruh umat manusia, Allah SWT mengganti semua syariat terdahulu dengan syariatnya; serta mengimani bahwa Allah menjadikan Al-Quran sebagai penjaga sekaligus pengganti kitab-kitab samawi lainnya.
Allah telah menjamin akan menjaga Al-Quran dari segala perubahan dan distorsi. Allah SWT berfirman,
اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ
“Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur`ān dan Kamilah yang menjaganya.” ( QS Al-Ḥijr/15 : 9).
Dia menjaganya karena Al-Quran adalah kitab Allah Ta’ala yang paling terakhir diturunkan kepada umat manusia, sedangkan Nabi-Nya, Muhammad SAW, adalah rasul terakhir, dan agama Islam adalah agama yang Allah ridai bagi manusia hingga hari Kiamat. Allah berfirman:
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” ( QS Ali Imran/3 : 19)
Kitab-kitab samawi yang Allah SWT sebutkan di dalam Al-Qur`ān ialah:
1. Al-Qur'an al-Karim: Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Taurat: Allah turunkan kepada Nabi Musa as.
3. Injil: Allah turunkan kepada Nabi Isa as.
4. Zabur: Allah turunkan kepada Nabi Daud as.
5. Suhuf Ibrahim: Allah turunkan kepada Nabi Ibrahim as.
Rukun keempat, iman kepada para Rasul. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ
“Sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah dan jauhilah tagut.'" ( QS An-Naḥl/16 : 36)
Iman kepada para rasul ialah membenarkan dengan bulat bahwa Allah SWT telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat yang mengajak mereka untuk beribadah hanya kepada Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, serta mengingkari apa-apa yang disembah selain Allah Taala.
Juga meyakini bahwa mereka semua adalah manusia, laki-laki, dan hamba bagi Allah. Bahwa mereka jujur serta dikukuhkan kejujurannya, orang-orang bertakwa dan amanah, dan pembawa petunjuk yang mendapat petunjuk. Bahwa Allah kuatkan mereka dengan berbagai mukjizat yang menunjukkan kebenaran mereka. Bahwa mereka telah menyampaikan semua pesan yang Allah embankan kepada mereka. Dan bahwa mereka semua berada di atas kebenaran yang nyata dan petunjuk yang terang benderang.
Dakwah mereka sama dalam pokok agama, mulai dari rasul yang paling pertama hingga yang paling terakhir, yaitu menauhidkan Allah SWT di dalam ibadah dan tidak menyekutukannya.
Rukun kelima, iman kepada hari akhir. Allah SWT berfirman:
اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ لَيَجْمَعَنَّكُمْ اِلٰى يَوْمِ الْقِيٰمَةِ لَا رَيْبَ فِيْهِ ۗ وَمَنْ اَصْدَقُ مِنَ اللّٰهِ حَدِيْثًا
“Allah, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Dia pasti akan mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang tidak diragukan terjadinya. Siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah?!” ( QS An-Nisā`/4 : 87)
Iman kepada hari akhir ialah membenarkan dengan bulat semua yang terkait dengan hari Kiamat, yang dikabarkan oleh Tuhan kita ‘Azza wa Jalla di dalam Kitab-Nya yang mulia atau yang diberitakan oleh Nabi kita, Muhammad SAW, seperti proses kematian manusia, kebangkitan, syafaat, timbangan dan penghitungan amal, surga dan neraka, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hari Kiamat.
Rukun keenam, iman kepada takdir baik dan buruk. Allah SWT berfirman:
اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (takdir)” ( QS Al-Qamar/54 : 49)
Iman kepada takdir ialah meyakini bahwa semua peristiwa yang terjadi pada makhluk di dunia ini ada dalam ilmu Allah SWT dan sesuai kodrat serta pengaturan-Nya sendiri. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal tersebut. Meyakini bahwa takdir-takdir ini ditulis di dalam Lauh Mahfuz sebelum manusia diciptakan. Dan meyakini bahwa manusia memiliki keinginan dan kehendak, sehingga dialah pelaku sebenarnya untuk seluruh tindakannya, tetapi itu semua tidak luput dari ilmu dan kehendak Allah.
Kesimpulannya, iman kepada takdir berdiri di atas empat tingkatan, yaitu:
1. Beriman kepada ilmu Allah yang komprehensip dan meliputi segala sesuatu.
2. Mengimani penulisan Allah tentang semua takdir yang akan terjadi hingga hari Kiamat.
3. Mengimani kehendak Allah yang pasti terlaksana serta kodrat-Nya yang sempurna, yaitu apa saja yang Dia kehendaki pasti terjadi, dan apa saja yang tidak Dia kehendaki maka tidak akan terjadi.
4. Beriman bahwa Allah pencipta segala sesuatu, tidak ada sekutu bagi-Nya di dalam menciptakannya.
Rukun Islam
Agama Islam ibarat sebuah bangunan kokoh yang menaungi pemeluknya dan menjaganya dari bahaya dan keburukan. Bangunan Islam ini memiliki lima tiang penegak, sebagaimana disebutkan di dalam hadis-hadis yang sahih. Berikut ini adalah hadis-hadis tersebut.
Hadis pertama,
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Dari Ibnu Umar ra dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan sholat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan”. [HR Bukhari, no. 8].
Hadis kedua,
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسَةٍ عَلَى أَنْ يُوَحَّدَ اللَّهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَالْحَجِّ فَقَالَ رَجُلٌ الْحَجُّ وَصِيَامُ رَمَضَانَ قَالَ لَا صِيَامُ رَمَضَانَ وَالْحَجُّ هَكَذَا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Ibnu Umar ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak),: mentauhidkan (mengesakan) Allah, menegakkan sholat, membayar zakat, puasa Ramadhan, dan haji”. Seorang laki-laki mengatakan: “Haji dan puasa Ramadhan,” maka Ibnu Umar berkata: “Tidak, puasa Ramadhan dan haji, demikian ini aku telah mendengar dari Rasulullah SAW”. [HR Muslim, no. (16)-19]
Hadis ketiga,
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ عَلَى أَنْ يُعْبَدَ اللَّهُ وَيُكْفَرَ بِمَا دُونَهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Dari Ibnu Umar ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak): beribadah kepada Allah dan mengingkari (peribadahan) kepada selainNya, menegakkan shalat, membayar zakat, haji dan puasa Ramadhan”. [HR Muslim, no. (16)-20].
Hadis keempat
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Abdullah (Ibnu Umar) ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad adalah hamba Allah dan RasulNya; menegakkan sholat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan”. [HR Muslim, no. (16)-21].
Hadis Kelima
عَنْ طَاوُسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَلَا تَغْزُو فَقَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الْإِسْلَامَ بُنِيَ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَحَجِّ الْبَيْتِ
Dari Thawus, bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Abdullah bin Umar ra: “Tidakkah Anda berperang?”, maka dia berkata: “Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ’Sesungguhnya Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah, menegakkan sholat, membayar zakat, puasa Ramadhan; dan haji’.” [HR Muslim, no. (16)-22].
Hadis ini memiliki kedudukan yang agung, karena menerangkan rukun Islam yang merupakan tonggak-tonggak agama yang mulia ini. Di antara perkataan ulama yang menunjukkan keagungan kedudukan hadis ini ialah :
Imam al Qurthubi dalam "Syarh Arba’in Haditsan" berkata, ”Yang dimaksudkan, bahwa lima ini merupakan dasar-dasar agama Islam dan kaidah-kaidahnya, yang agama Islam dibangun di atasnya, dan dengannya Islam tegak”.
Sedangkan Imam an-Nawawi dalam "Syarh Muslim" berkata, “Sesungguhnya hadis ini merupakan pokok yang besar di dalam mengenal agama (Islam), dan agama (Islam) bersandar di atas hadis ini, dan hadis ini mengumpulkan rukun-rukunnya.”
Imam Ibnu Rajab al Hambali (wafat tahun 795 H) berkata: “Maksud hadis ini adalah menggambarkan Islam sebagaimana bangunan, sedangkan tiang-tiang bangunannya adalah (yang) lima ini. Sehingga, bangunan itu tidak dapat tegak kokoh, kecuali dengan kelimanya.
Sedangkan bagian-bagian Islam yang lain seperti pelengkap bangunan. Apabila sebagian pelengkap ini tidak ada, maka bangunan itu kurang (sempurna), namun masih tegak, tidak roboh dengan kurangnya hal itu. Berbeda dengan robohnya lima tiang ini.
Sesungguhnya Islam akan hilang –tanpa kesamaran- dengan ketiadaan kelimanya semuanya. Demikian juga Islam akan hilang dengan ketiadaan dua syahadat. Yang dimaksudkan dengan dua syahadat adalah iman kepada Allah dan RasulNya… Dengan ini diketahui, bahwa iman kepada Allah dan RasulNya termasuk dalam kandungan Islam”.
Ibnu Hajar (wafat th 852 H) mengatakan, yang dimaksudkan syahadat di sini ialah membenarkan apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW, sehingga mencakup keyakinan rukun iman yang enam dan lainnya.
Penulis kitab Fawaid Ad-Dzahabiyah: Seseorang wajib bersyahadat dengan lidahnya, dengan keyakinan hatinya, bahwa Laa ilaaha illa Allah, maknanya ialah, tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah.
Yaitu engkau bersyahadat dengan lidahmu, dengan keyakinan hatimu bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dari kalangan makhluk, baik Nabi, wali, orang shalih, pohon, batu, ataupun lainnya, kecuali Allah. Dan yang diibadahi dari selain Allah adalah batil. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq, dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru (ibadahi) selain Allah, itulah yang batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar ( QS al Hajj/22 : 62]).
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh dalam "Syarah Arba’in Nawawiyah" mengatakan barangsiapa bersyahadat Laa ilaaha illa Allah, berarti dia meyakini dan memberitakan, bahwa tidak ada sesuatupun berhak terhadap seluruh jenis-jenis ibadah, kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya.
Dan di dalam kandungannya, orang yang menghadapkan ibadah kepada selainNya, maka dia adalah orang yang zalim, melanggar batas terhadap hak Allah Ta’ala.
Dan syahadat “Muhammad adalah utusan Allah”, yaitu seseorang meyakini, memberitakan dan mengumumkan bahwa Muhammad, yaitu Muhammad bin Abdullah, dari suku Quraisy, dari kota Mekkah, adalah utusan dari Allah dengan sebenarnya.
Dan sesungguhnya, wahyu turun kepada beliau, sehingga beliau memberitakan dengan apa yang Allah katakan. Bahwasanya beliau hanyalah mubaligh (orang yang menyampaikan) dari Allah Ta’ala. Dan ini jelas dari kata rasul, karena rasul maknanya (secara bahasa Arab, pen.) adalah mubaligh.
Adapun syahadat ”Muhammad adalah utusan Allah”, yaitu beriman kepadanya, bahwa beliau adalah utusan Allah, Dia mengutusnya kepada seluruh manusia, sebagai basyir (pembawa berita gembira) dan nadzir (pembawa berita ancaman). Sehingga berita-berita dari beliau diyakini, perintah-perintahnya dilaksanakan, apa yang dilarang beliau, ditinggalkan, dan beribadah kepada Allah hanya dengan apa yang beliau syari’atkan.
Rukun Islam kedua adalah Sholat. Ibnu Hajar dalam " Fathul Bari" mengatakan, yang dimaksudkan sholat di sini adalah, selalu melaksanakannya atau semata-mata melakukannya.
Sesungguhnya sholat merupakan tiang agama Islam, sebagaimana tiang pada tenda. Tenda itu tidak berdiri, kecuali dengan tiang tersebut. Jika tiang itu roboh, maka tenda pun roboh. Nabi Muhammad SAW bersabda:
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
Pokok urusan (agama) itu adalah Islam (yaitu: dua syahadat), tiangnya adalah shalat, dan puncak ketinggiannya adalah jihad. (HR Tirmizi)
Meninggalkan sholat ada dua bentuk. Pertama, meninggalkan sholat sama sekali dengan tidak meyakini kewajibannya. Maka pelakunya kafir dengan kesepakatan ulama.
Kedua, meninggalkan sholat sama sekali, karena malas atau sibuk, dengan meyakini kewajibannya. Dalam masalah ini, para ulama Ahlus Sunnah berbeda pendapat.
Sebagian ulama berpendapat pelakunya belum kafir, sebagian yang lain mengkafirkannya. Nabi SAW bersabda:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR Muslim)
Imam Nawawi dalam "Syarah Muslim" mengatakan makna ‘(batas) antara seseorang dengan kesyirikan adalah meninggalkan sholat’, bahwa yang menghalangi dari kekafirannya adalah keadaannya yang tidak meninggalkan sholat. Maka jika dia telah meninggalkannya, tidak tersisa penghalang antara dia dengan kesyirikan, bahkan dia telah masuk ke dalamnya”.
Pendapat yang menyatakan kafirnya orang yang meninggalkan shalat adalah pendapat mayoritas sahabat.
Rukun Islam ketiga adalah membayar zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat itu Allah wajibkan atas harta-harta orang yang mampu, dengan perincian yang dibahas oleh para ulama di dalam kitab-kitab fiqih.
Orang yang sudah wajib zakat, namun tidak membayarnya, maka ia mendapatkan dosa besar dan ancaman yang keras. Namun dia tidak menjadi kafir, jika masih mengimani kewajibannya. Nabi SAW bersabda:
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
Pemilik emas dan pemilik perak yang tidak menunaikan haknya darinya (yaitu zakat), maka jika telah terjadi hari Kiamat, dibuatkan untuknya lempengan-lempengan dari neraka, kemudian lempengan-lempengan dipanaskan di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya. Setiap kali lempengan itu dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Itu dilakukan pada hari Kiamat), yang satu hari ukurannya lima puluh ribu tahun, sehingga diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat (atau, akan diperlihatkan) jalannya, kemungkinan menuju surga, dan kemungkinan menuju neraka. (HR Muslim)
Syaikh Dr Ibrahim bin ‘Amir ar Ruhaili dalam Mauqif Ahlis Sunnah wal Jama’ah min Ahlil Ahwa’ wal Bida’ mengatakan hadis ini menyatakan, bahwa orang yang tidak berzakat mendapatkan balasan siksaan, dikarenakan dia meninggalkan zakat. Kemudian dia akan melihat jalannya, mungkin menuju surga atau neraka. Jika dia menjadi kafir, maka pasti di dalam neraka, karena sesungguhnya surga diharamkan atas orang kafir.
"Ini menunjukkan tetapnya keislaman orang tersebut dan tidak kafirnya dengan sebab dia meninggalkan zakat, jika dia mengakui kewajibannya, wallahu a’lam,” ujarnya.
Rukun Islam keempat adalah berpuasa pada bulan Ramadhan. Yaitu beribadah kepada Allah dengan menahan perkara yang membatalkan puasa, semenjak terbit fajar shadiq sampai tenggelam matahari.
Umat telah sepakat tentang kewajiban puasa Ramadhan. Orang yang mengingkarinya adalah kafir dan murtad dari Islam.
Rukun Islam kelima adalah haji. Yaitu beribadah kepada Allah dengan pergi ke kota Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Kewajiban haji ini bagi orang yang memiliki kemampuan, yang mencakup tiga perkara. Pertama, sehat jasmani. Kedua, bekal yang cukup untuk pergi dan pulang, bagi dirinya maupun bagi keluarganya yang ditinggalkan. Ketiga, keamanan perjalanan menuju tanah suci.
Orang Islam yang memiliki kemampuan, namun tidak berhaji, maka dia benar-benar terhalang dari kebaikan. Nabi SAW bersabda:
إِنَّ اللهَ يَقُوْلُ: إِنَّ عَبْدًا صَحَّحْتُ لَهُ جِسْمَهُ وَ وَسَّعْتُ عَلَيْهِ فِيْ الْمَعِيْشَةِ يَمْضِى عَلَيْهِ خَمْسَةُ أَعْوَامٍ لاَ يَفِدُ إِلَيَّ لَمَحْرُوْمٌ
Sesungguhnya Allah befirman : “Sesungguhnya seorang hamba yang telah Ku-sehatkan badannya, dan telah Ku-lapangkan penghidupannya, telah berlalu lima tahun, dia tidak datang kepadaKu, dia benar-benar orang yang terhalang dari kebaikan”. (HR Ibnu Hibban, Abu Ya’la, dan al Baihaqi)
Di dalam riwayat Imam Bukhari disebutkan, haji didahulukan daripada puasa, namun di dalam sebuah riwayat Imam Muslim disebutkan, puasa didahulukan daripada haji. Ini mengisyaratkan bahwa lafazh riwayat Imam Bukhari diriwayatkan dengan makna.
Dalam buku "Panduan Ringkas untuk Mualaf" karya Muhammad bin Asy-Syaibah Asy-Syahriy dalil rukun iman pertama, iman kepada Allah.
Allah Ta’ālā berfirman,
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah.” ( QS An-Nur/24 : 62)
Iman kepada Allah berkonsekuensi mengesakan-Nya dalam rububiyah, uluhiyah, dan asma` waṣ-ṣifat. Iman ini mencakup hal-hal berikut:
1. Mengimani keberadaan Allah SWT.
2. Mengimani rububiyah (ketuhanan) Allah SWT; bahwa Allah yang memiliki segala sesuatu, yang menciptakannya, memberikannya rezeki, dan mengatur seluruh urusannya.
3. Mengimani uluhiyah (keilahian) Allah SWT; bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah dengan berbagai jenis ibadah, tanpa ada sekutu bagi-Nya sedikit pun di dalamnya, seperti salat, doa, nazar, ibadah penyembelihan hewan, istianah (memohon pertolongan), istiazah (memohon perlindungan), dan semua ibadah lainnya.
4. Mengimani kebenaran nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifat-Nya yang luhur, yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya maupun yang ditetapkan oleh Nabi-Nya SAW, menafikkan dari Allah nama-nama dan sifat-sifat yang telah Dia nafikkan dari diri-Nya maupun yang dinafikkan oleh Nabi SAW, dan meyakini bahwa nama-nama dan sifat-sifat-Nya tersebut berada pada puncak kesempurnaan dan keindahan; tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Rukun Kedua, iman kepada para Malaikat. Allah SWT berfirman:
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ جَاعِلِ الْمَلٰۤىِٕكَةِ رُسُلًاۙ اُولِيْٓ اَجْنِحَةٍ مَّثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۗ يَزِيْدُ فِى الْخَلْقِ مَا يَشَاۤءُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Segala puji bagi Allah, pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” ( QS Faṭir/35 : 1)
Kita harus beriman bahwa para malaikat adalah makhluk gaib sekaligus hamba Allah yang Dia ciptakan dari cahaya, dan Dia menjadikan mereka taat dan tunduk kepada-Nya.
Mereka adalah makhluk yang besar, tidak ada yang mengetahui secara sempurna tentang kekuatan dan jumlah mereka kecuali Allah Taala. Masing-masing mereka memiliki sifat, nama, dan tugas-tugas yang khusus dari Allah Taala. Di antara mereka ada Jibril yang diberikan tugas untuk menurunkan wahyu dari sisi Allah SWT kepada rasul-rasul-Nya.
Rukun ketiga, iman kepada kitab-kitab. Allah SWT berfirman,
قُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَآ اُنْزِلَ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَالْاَسْبَاطِ وَمَآ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَآ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْۚ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ
“Katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa, Isa, serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami hanya berserah diri kepada-Nya.'” ( QS Al-Baqarah/2 : 136)
Iman kepada kitab-kitab ialah membenarkan dengan bulat bahwa semua kitab samawi adalah firman Allah SWT; meyakini bahwa semuanya diturunkan dari sisi-Nya kepada rasul-rasul-Nya dengan membawa kebenaran agar dijadikan pedoman oleh hamba-hamba-Nya; meyakini bahwasanya setelah mengutus Nabi-Nya, Muhammad SAW, kepada seluruh umat manusia, Allah SWT mengganti semua syariat terdahulu dengan syariatnya; serta mengimani bahwa Allah menjadikan Al-Quran sebagai penjaga sekaligus pengganti kitab-kitab samawi lainnya.
Allah telah menjamin akan menjaga Al-Quran dari segala perubahan dan distorsi. Allah SWT berfirman,
اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ
“Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur`ān dan Kamilah yang menjaganya.” ( QS Al-Ḥijr/15 : 9).
Baca Juga
Dia menjaganya karena Al-Quran adalah kitab Allah Ta’ala yang paling terakhir diturunkan kepada umat manusia, sedangkan Nabi-Nya, Muhammad SAW, adalah rasul terakhir, dan agama Islam adalah agama yang Allah ridai bagi manusia hingga hari Kiamat. Allah berfirman:
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” ( QS Ali Imran/3 : 19)
Kitab-kitab samawi yang Allah SWT sebutkan di dalam Al-Qur`ān ialah:
1. Al-Qur'an al-Karim: Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Taurat: Allah turunkan kepada Nabi Musa as.
3. Injil: Allah turunkan kepada Nabi Isa as.
4. Zabur: Allah turunkan kepada Nabi Daud as.
5. Suhuf Ibrahim: Allah turunkan kepada Nabi Ibrahim as.
Rukun keempat, iman kepada para Rasul. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ
“Sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah dan jauhilah tagut.'" ( QS An-Naḥl/16 : 36)
Iman kepada para rasul ialah membenarkan dengan bulat bahwa Allah SWT telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat yang mengajak mereka untuk beribadah hanya kepada Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, serta mengingkari apa-apa yang disembah selain Allah Taala.
Juga meyakini bahwa mereka semua adalah manusia, laki-laki, dan hamba bagi Allah. Bahwa mereka jujur serta dikukuhkan kejujurannya, orang-orang bertakwa dan amanah, dan pembawa petunjuk yang mendapat petunjuk. Bahwa Allah kuatkan mereka dengan berbagai mukjizat yang menunjukkan kebenaran mereka. Bahwa mereka telah menyampaikan semua pesan yang Allah embankan kepada mereka. Dan bahwa mereka semua berada di atas kebenaran yang nyata dan petunjuk yang terang benderang.
Dakwah mereka sama dalam pokok agama, mulai dari rasul yang paling pertama hingga yang paling terakhir, yaitu menauhidkan Allah SWT di dalam ibadah dan tidak menyekutukannya.
Rukun kelima, iman kepada hari akhir. Allah SWT berfirman:
اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ لَيَجْمَعَنَّكُمْ اِلٰى يَوْمِ الْقِيٰمَةِ لَا رَيْبَ فِيْهِ ۗ وَمَنْ اَصْدَقُ مِنَ اللّٰهِ حَدِيْثًا
“Allah, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Dia pasti akan mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang tidak diragukan terjadinya. Siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah?!” ( QS An-Nisā`/4 : 87)
Iman kepada hari akhir ialah membenarkan dengan bulat semua yang terkait dengan hari Kiamat, yang dikabarkan oleh Tuhan kita ‘Azza wa Jalla di dalam Kitab-Nya yang mulia atau yang diberitakan oleh Nabi kita, Muhammad SAW, seperti proses kematian manusia, kebangkitan, syafaat, timbangan dan penghitungan amal, surga dan neraka, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hari Kiamat.
Rukun keenam, iman kepada takdir baik dan buruk. Allah SWT berfirman:
اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (takdir)” ( QS Al-Qamar/54 : 49)
Baca Juga
Iman kepada takdir ialah meyakini bahwa semua peristiwa yang terjadi pada makhluk di dunia ini ada dalam ilmu Allah SWT dan sesuai kodrat serta pengaturan-Nya sendiri. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal tersebut. Meyakini bahwa takdir-takdir ini ditulis di dalam Lauh Mahfuz sebelum manusia diciptakan. Dan meyakini bahwa manusia memiliki keinginan dan kehendak, sehingga dialah pelaku sebenarnya untuk seluruh tindakannya, tetapi itu semua tidak luput dari ilmu dan kehendak Allah.
Kesimpulannya, iman kepada takdir berdiri di atas empat tingkatan, yaitu:
1. Beriman kepada ilmu Allah yang komprehensip dan meliputi segala sesuatu.
2. Mengimani penulisan Allah tentang semua takdir yang akan terjadi hingga hari Kiamat.
3. Mengimani kehendak Allah yang pasti terlaksana serta kodrat-Nya yang sempurna, yaitu apa saja yang Dia kehendaki pasti terjadi, dan apa saja yang tidak Dia kehendaki maka tidak akan terjadi.
4. Beriman bahwa Allah pencipta segala sesuatu, tidak ada sekutu bagi-Nya di dalam menciptakannya.
Rukun Islam
Agama Islam ibarat sebuah bangunan kokoh yang menaungi pemeluknya dan menjaganya dari bahaya dan keburukan. Bangunan Islam ini memiliki lima tiang penegak, sebagaimana disebutkan di dalam hadis-hadis yang sahih. Berikut ini adalah hadis-hadis tersebut.
Hadis pertama,
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Dari Ibnu Umar ra dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan sholat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan”. [HR Bukhari, no. 8].
Hadis kedua,
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسَةٍ عَلَى أَنْ يُوَحَّدَ اللَّهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَالْحَجِّ فَقَالَ رَجُلٌ الْحَجُّ وَصِيَامُ رَمَضَانَ قَالَ لَا صِيَامُ رَمَضَانَ وَالْحَجُّ هَكَذَا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Ibnu Umar ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak),: mentauhidkan (mengesakan) Allah, menegakkan sholat, membayar zakat, puasa Ramadhan, dan haji”. Seorang laki-laki mengatakan: “Haji dan puasa Ramadhan,” maka Ibnu Umar berkata: “Tidak, puasa Ramadhan dan haji, demikian ini aku telah mendengar dari Rasulullah SAW”. [HR Muslim, no. (16)-19]
Hadis ketiga,
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ عَلَى أَنْ يُعْبَدَ اللَّهُ وَيُكْفَرَ بِمَا دُونَهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Dari Ibnu Umar ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak): beribadah kepada Allah dan mengingkari (peribadahan) kepada selainNya, menegakkan shalat, membayar zakat, haji dan puasa Ramadhan”. [HR Muslim, no. (16)-20].
Hadis keempat
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Abdullah (Ibnu Umar) ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad adalah hamba Allah dan RasulNya; menegakkan sholat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan”. [HR Muslim, no. (16)-21].
Hadis Kelima
عَنْ طَاوُسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَلَا تَغْزُو فَقَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الْإِسْلَامَ بُنِيَ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَحَجِّ الْبَيْتِ
Dari Thawus, bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Abdullah bin Umar ra: “Tidakkah Anda berperang?”, maka dia berkata: “Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ’Sesungguhnya Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah, menegakkan sholat, membayar zakat, puasa Ramadhan; dan haji’.” [HR Muslim, no. (16)-22].
Hadis ini memiliki kedudukan yang agung, karena menerangkan rukun Islam yang merupakan tonggak-tonggak agama yang mulia ini. Di antara perkataan ulama yang menunjukkan keagungan kedudukan hadis ini ialah :
Imam al Qurthubi dalam "Syarh Arba’in Haditsan" berkata, ”Yang dimaksudkan, bahwa lima ini merupakan dasar-dasar agama Islam dan kaidah-kaidahnya, yang agama Islam dibangun di atasnya, dan dengannya Islam tegak”.
Sedangkan Imam an-Nawawi dalam "Syarh Muslim" berkata, “Sesungguhnya hadis ini merupakan pokok yang besar di dalam mengenal agama (Islam), dan agama (Islam) bersandar di atas hadis ini, dan hadis ini mengumpulkan rukun-rukunnya.”
Imam Ibnu Rajab al Hambali (wafat tahun 795 H) berkata: “Maksud hadis ini adalah menggambarkan Islam sebagaimana bangunan, sedangkan tiang-tiang bangunannya adalah (yang) lima ini. Sehingga, bangunan itu tidak dapat tegak kokoh, kecuali dengan kelimanya.
Sedangkan bagian-bagian Islam yang lain seperti pelengkap bangunan. Apabila sebagian pelengkap ini tidak ada, maka bangunan itu kurang (sempurna), namun masih tegak, tidak roboh dengan kurangnya hal itu. Berbeda dengan robohnya lima tiang ini.
Sesungguhnya Islam akan hilang –tanpa kesamaran- dengan ketiadaan kelimanya semuanya. Demikian juga Islam akan hilang dengan ketiadaan dua syahadat. Yang dimaksudkan dengan dua syahadat adalah iman kepada Allah dan RasulNya… Dengan ini diketahui, bahwa iman kepada Allah dan RasulNya termasuk dalam kandungan Islam”.
Ibnu Hajar (wafat th 852 H) mengatakan, yang dimaksudkan syahadat di sini ialah membenarkan apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW, sehingga mencakup keyakinan rukun iman yang enam dan lainnya.
Penulis kitab Fawaid Ad-Dzahabiyah: Seseorang wajib bersyahadat dengan lidahnya, dengan keyakinan hatinya, bahwa Laa ilaaha illa Allah, maknanya ialah, tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah.
Yaitu engkau bersyahadat dengan lidahmu, dengan keyakinan hatimu bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dari kalangan makhluk, baik Nabi, wali, orang shalih, pohon, batu, ataupun lainnya, kecuali Allah. Dan yang diibadahi dari selain Allah adalah batil. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq, dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru (ibadahi) selain Allah, itulah yang batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar ( QS al Hajj/22 : 62]).
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh dalam "Syarah Arba’in Nawawiyah" mengatakan barangsiapa bersyahadat Laa ilaaha illa Allah, berarti dia meyakini dan memberitakan, bahwa tidak ada sesuatupun berhak terhadap seluruh jenis-jenis ibadah, kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya.
Dan di dalam kandungannya, orang yang menghadapkan ibadah kepada selainNya, maka dia adalah orang yang zalim, melanggar batas terhadap hak Allah Ta’ala.
Dan syahadat “Muhammad adalah utusan Allah”, yaitu seseorang meyakini, memberitakan dan mengumumkan bahwa Muhammad, yaitu Muhammad bin Abdullah, dari suku Quraisy, dari kota Mekkah, adalah utusan dari Allah dengan sebenarnya.
Dan sesungguhnya, wahyu turun kepada beliau, sehingga beliau memberitakan dengan apa yang Allah katakan. Bahwasanya beliau hanyalah mubaligh (orang yang menyampaikan) dari Allah Ta’ala. Dan ini jelas dari kata rasul, karena rasul maknanya (secara bahasa Arab, pen.) adalah mubaligh.
Adapun syahadat ”Muhammad adalah utusan Allah”, yaitu beriman kepadanya, bahwa beliau adalah utusan Allah, Dia mengutusnya kepada seluruh manusia, sebagai basyir (pembawa berita gembira) dan nadzir (pembawa berita ancaman). Sehingga berita-berita dari beliau diyakini, perintah-perintahnya dilaksanakan, apa yang dilarang beliau, ditinggalkan, dan beribadah kepada Allah hanya dengan apa yang beliau syari’atkan.
Rukun Islam kedua adalah Sholat. Ibnu Hajar dalam " Fathul Bari" mengatakan, yang dimaksudkan sholat di sini adalah, selalu melaksanakannya atau semata-mata melakukannya.
Sesungguhnya sholat merupakan tiang agama Islam, sebagaimana tiang pada tenda. Tenda itu tidak berdiri, kecuali dengan tiang tersebut. Jika tiang itu roboh, maka tenda pun roboh. Nabi Muhammad SAW bersabda:
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
Pokok urusan (agama) itu adalah Islam (yaitu: dua syahadat), tiangnya adalah shalat, dan puncak ketinggiannya adalah jihad. (HR Tirmizi)
Meninggalkan sholat ada dua bentuk. Pertama, meninggalkan sholat sama sekali dengan tidak meyakini kewajibannya. Maka pelakunya kafir dengan kesepakatan ulama.
Kedua, meninggalkan sholat sama sekali, karena malas atau sibuk, dengan meyakini kewajibannya. Dalam masalah ini, para ulama Ahlus Sunnah berbeda pendapat.
Sebagian ulama berpendapat pelakunya belum kafir, sebagian yang lain mengkafirkannya. Nabi SAW bersabda:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR Muslim)
Imam Nawawi dalam "Syarah Muslim" mengatakan makna ‘(batas) antara seseorang dengan kesyirikan adalah meninggalkan sholat’, bahwa yang menghalangi dari kekafirannya adalah keadaannya yang tidak meninggalkan sholat. Maka jika dia telah meninggalkannya, tidak tersisa penghalang antara dia dengan kesyirikan, bahkan dia telah masuk ke dalamnya”.
Pendapat yang menyatakan kafirnya orang yang meninggalkan shalat adalah pendapat mayoritas sahabat.
Rukun Islam ketiga adalah membayar zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat itu Allah wajibkan atas harta-harta orang yang mampu, dengan perincian yang dibahas oleh para ulama di dalam kitab-kitab fiqih.
Orang yang sudah wajib zakat, namun tidak membayarnya, maka ia mendapatkan dosa besar dan ancaman yang keras. Namun dia tidak menjadi kafir, jika masih mengimani kewajibannya. Nabi SAW bersabda:
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
Pemilik emas dan pemilik perak yang tidak menunaikan haknya darinya (yaitu zakat), maka jika telah terjadi hari Kiamat, dibuatkan untuknya lempengan-lempengan dari neraka, kemudian lempengan-lempengan dipanaskan di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya. Setiap kali lempengan itu dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Itu dilakukan pada hari Kiamat), yang satu hari ukurannya lima puluh ribu tahun, sehingga diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat (atau, akan diperlihatkan) jalannya, kemungkinan menuju surga, dan kemungkinan menuju neraka. (HR Muslim)
Syaikh Dr Ibrahim bin ‘Amir ar Ruhaili dalam Mauqif Ahlis Sunnah wal Jama’ah min Ahlil Ahwa’ wal Bida’ mengatakan hadis ini menyatakan, bahwa orang yang tidak berzakat mendapatkan balasan siksaan, dikarenakan dia meninggalkan zakat. Kemudian dia akan melihat jalannya, mungkin menuju surga atau neraka. Jika dia menjadi kafir, maka pasti di dalam neraka, karena sesungguhnya surga diharamkan atas orang kafir.
"Ini menunjukkan tetapnya keislaman orang tersebut dan tidak kafirnya dengan sebab dia meninggalkan zakat, jika dia mengakui kewajibannya, wallahu a’lam,” ujarnya.
Rukun Islam keempat adalah berpuasa pada bulan Ramadhan. Yaitu beribadah kepada Allah dengan menahan perkara yang membatalkan puasa, semenjak terbit fajar shadiq sampai tenggelam matahari.
Umat telah sepakat tentang kewajiban puasa Ramadhan. Orang yang mengingkarinya adalah kafir dan murtad dari Islam.
Rukun Islam kelima adalah haji. Yaitu beribadah kepada Allah dengan pergi ke kota Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Kewajiban haji ini bagi orang yang memiliki kemampuan, yang mencakup tiga perkara. Pertama, sehat jasmani. Kedua, bekal yang cukup untuk pergi dan pulang, bagi dirinya maupun bagi keluarganya yang ditinggalkan. Ketiga, keamanan perjalanan menuju tanah suci.
Orang Islam yang memiliki kemampuan, namun tidak berhaji, maka dia benar-benar terhalang dari kebaikan. Nabi SAW bersabda:
إِنَّ اللهَ يَقُوْلُ: إِنَّ عَبْدًا صَحَّحْتُ لَهُ جِسْمَهُ وَ وَسَّعْتُ عَلَيْهِ فِيْ الْمَعِيْشَةِ يَمْضِى عَلَيْهِ خَمْسَةُ أَعْوَامٍ لاَ يَفِدُ إِلَيَّ لَمَحْرُوْمٌ
Sesungguhnya Allah befirman : “Sesungguhnya seorang hamba yang telah Ku-sehatkan badannya, dan telah Ku-lapangkan penghidupannya, telah berlalu lima tahun, dia tidak datang kepadaKu, dia benar-benar orang yang terhalang dari kebaikan”. (HR Ibnu Hibban, Abu Ya’la, dan al Baihaqi)
Di dalam riwayat Imam Bukhari disebutkan, haji didahulukan daripada puasa, namun di dalam sebuah riwayat Imam Muslim disebutkan, puasa didahulukan daripada haji. Ini mengisyaratkan bahwa lafazh riwayat Imam Bukhari diriwayatkan dengan makna.
(mhy)