Bagaimana Islam Mengatur Konflik di Dalam Rumah Tangga
Kamis, 02 Juli 2020 - 12:40 WIB
Namun apabila permasalahan terus berlanjut antara keduanya kepada jalan yang telah digariskan dan keduanya tidak mampu menegakkan batasan-batasan Allah di antara keduanya. Yaitu isteri tak lagi mampu menunaikan hak suami yang disyari’atkan dan suami tidak mampu menunaikan hak isterinya, serta batas-batas Allah menjadi terabaikan di antara keduanya dan keduanya tidak mampu menegakkan ketaatan kepada Allah, maka ketika itu urusannya seperti yang Allah firmankan:
وَإِنْ يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلًّا مِنْ سَعَتِهِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ وَاسِعًا حَكِيمًا
“Dan jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya), Mahabijaksana.” (An-Nisaa :130).
Allah Ta’ala juga berfirman di ayat lain :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusah-kannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar. Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (An-Nisaa :34-35)
Pada hakikatnya, perceraian dibolehkan menurut syari’at Islam , dan ini merupakan hak suami. Hukum talak (cerai) dalam syari’at Islam adalah dibolehkan. Meskipun talak (cerai) dibolehkan dalam ajaran Islam, akan tetapi seorang suami tidak boleh terlalu memudahkan masalah ini. Ketika seorang suami akan menjatuhkan talak (cerai), ia harus berfikir tentang maslahat (kebaikan) dan mafsadah (kerusakan) yang mungkin timbul akibat perceraian agar jangan sampai membawa kepada penyesalan yang panjang. Ia harus berfikir tentang dirinya, isterinya dan anak-anaknya, serta tanggung jawabnya di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla pada hari Kiamat. (Baca juga : Masuk Golongan Manakah Hati Kita? )
Kemudian bagi isteri, bagaimana pun kemarahannya kepada suami, hendaknya ia tetap sabar dan janganlah sekali-kali ia menuntut cerai kepada suaminya. Terkadang ada isteri meminta cerai disebabkan masalah kecil atau karena suaminya menikah lagi (berpoligami) atau menyuruh suaminya menceraikan madunya. Hal ini tidak dibenarkan dalam agama Islam. Jika si isteri masih terus menuntut cerai, maka haram atasnya aroma surga, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Siapa saja wanita yang menuntut cerai kepada suaminya tanpa ada alasan yang benar, maka haram atasnya aroma Surga.”[HR. Abu Dawud]
Sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu berkata,
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ: … وَلاَ تَسْأَلُ الْمَرْأَةُ طَلاَقَ أُخْتِهَا لِتَكْفَأَ مَا فِيْ إِنَائِهَا
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang: … dan janganlah seorang isteri meminta (suaminya) untuk menceraikan saudara (madu)nya agar memperoleh nafkahnya.” (HR. al-Bukhari).
Karena itu, hendaknya rumah tangga muslim berupaya untuk membina rumah tangga yang Islami, serta berusaha meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam.
Wallahu’Alam
وَإِنْ يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلًّا مِنْ سَعَتِهِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ وَاسِعًا حَكِيمًا
“Dan jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya), Mahabijaksana.” (An-Nisaa :130).
Allah Ta’ala juga berfirman di ayat lain :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusah-kannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar. Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (An-Nisaa :34-35)
Pada hakikatnya, perceraian dibolehkan menurut syari’at Islam , dan ini merupakan hak suami. Hukum talak (cerai) dalam syari’at Islam adalah dibolehkan. Meskipun talak (cerai) dibolehkan dalam ajaran Islam, akan tetapi seorang suami tidak boleh terlalu memudahkan masalah ini. Ketika seorang suami akan menjatuhkan talak (cerai), ia harus berfikir tentang maslahat (kebaikan) dan mafsadah (kerusakan) yang mungkin timbul akibat perceraian agar jangan sampai membawa kepada penyesalan yang panjang. Ia harus berfikir tentang dirinya, isterinya dan anak-anaknya, serta tanggung jawabnya di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla pada hari Kiamat. (Baca juga : Masuk Golongan Manakah Hati Kita? )
Kemudian bagi isteri, bagaimana pun kemarahannya kepada suami, hendaknya ia tetap sabar dan janganlah sekali-kali ia menuntut cerai kepada suaminya. Terkadang ada isteri meminta cerai disebabkan masalah kecil atau karena suaminya menikah lagi (berpoligami) atau menyuruh suaminya menceraikan madunya. Hal ini tidak dibenarkan dalam agama Islam. Jika si isteri masih terus menuntut cerai, maka haram atasnya aroma surga, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Siapa saja wanita yang menuntut cerai kepada suaminya tanpa ada alasan yang benar, maka haram atasnya aroma Surga.”[HR. Abu Dawud]
Sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu berkata,
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ: … وَلاَ تَسْأَلُ الْمَرْأَةُ طَلاَقَ أُخْتِهَا لِتَكْفَأَ مَا فِيْ إِنَائِهَا
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang: … dan janganlah seorang isteri meminta (suaminya) untuk menceraikan saudara (madu)nya agar memperoleh nafkahnya.” (HR. al-Bukhari).
Karena itu, hendaknya rumah tangga muslim berupaya untuk membina rumah tangga yang Islami, serta berusaha meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam.
Wallahu’Alam
(wid)