Mengapa Rasulullah SAW Meminta Umat untuk Berhati-hati saat Merespons Pujian?
Selasa, 20 September 2022 - 14:28 WIB
Memuji atau pujian harus sewajarnya dan tidak boleh terdapat unsur yang dilarang. Memberikan pujian kepada orang lain tidak boleh berlebihan dan mengada-ada. Bagi yang dipuji pun, juga bisa berarti sebuah ujian untuknya. Karena dalam Islam, hakikat pujian adalah ujian juga, karena ujian bisa berupa ujian kebaikan dan ujian keburukan.
Allah Ta'ala berfirman :
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’: 35)
Pujian adalah ujian berupa kebaikan yang bisa jadi kita sangka, karena ketika kita dipuji, bisa jadi kita akan merasa sombong dan merasa takjub pada diri sendiri. Bisa jadi kita lupa bahwa ini semua adalah nikmat Allah kemudian kita merasa hebat dan sombong serta lupa bersyukur. Kagum terhadap diri sendiri merupakan suatu sifat yang bisa membinasakan.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“ Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan, yakni tamak lagi kikir, mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri). (Hadis hasan dari Shahihul Jaami’).
Kita lebih butuh doa daripada pujian, karena bisa jadi pujian ini menipu diri kita. Dalam kitab Hilyatul Auliya, Sufyan bin Uyainah berkata bahwa para ulama mengatakan, pujian orang tidak akan menipu orang yang tahu diri (Tahu bahwa ia tidak sebaik itu dan banyak aib dan dosa juga).
Bahkan ada perintah dari nabi agar kita tidak memuji seseorang secara berlebihan di hadapannya.
Diriwayatkan daru Abu Bakrah radhiallahu 'anhu, ia berkata: Ada seseorang yang memuji temannya di sisi Nabi shallallahu alaihi wasallam, kemudian beliau bersabda :
“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu -berulang-ulang-. Kalaupun salah seorang di antara kalian harus memuji temannya maka hendaknya dia mengatakan: Aku mengira dia seperti itu dan Allah lah yang menghisabnya, aku tidak memuji siapapun di hadapan Allah.” (HR. Muslim)
Di riwayat lainnya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sangat tegas, beliau memerintahkan agar memberi hukuman kepada orang yang terlalu sering dan berlebihan memuji orang lain.
Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiyallahu 'anhu, ia berkata :
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim)
Apakah tidak boleh memuji orang sama sekali? Jawabanya adalah boleh sesekali memuji jika ada mashalat seperti menimbulkan motivasi dan kebaikan pada orang tersebut.
Dalam buku Syarah Riyadus Shalihin, Syaikh Muhammad bi Shalih Al-'Utsaimin merinci hukum memuji dan membolehkan jika ada mashlahat, beliau berkata, jika pada pujian terdapat kebaikan dan motivasi baginya atas sifatnya yang terpuji dan akhlak yang mulia, hal ini tidak mengapa karena bisa memberikan motivasi kepada orang tersebut.
Agar kita tidak tertipu oleh pujian tersebut dan membuat kita menjadi sombong, hendaknya kita membaca doa ini ketika dipuji.
"Ya Allah, semoga Engkau tidak menghukumku karena apa yang mereka katakan. Ampunilah aku atas apa yang tidak mereka ketahui. Dan jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka perkirakan." (HR. Bukhari).
Wallahu A'lam
Allah Ta'ala berfirman :
ﻭَﻧَﺒْﻠُﻮﻛُﻢ ﺑِﺎﻟﺸَّﺮِّ ﻭَﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻓِﺘْﻨَﺔً ﻭَﺇِﻟَﻴْﻨَﺎ ﺗُﺮْﺟَﻌُﻮﻥَ
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’: 35)
Pujian adalah ujian berupa kebaikan yang bisa jadi kita sangka, karena ketika kita dipuji, bisa jadi kita akan merasa sombong dan merasa takjub pada diri sendiri. Bisa jadi kita lupa bahwa ini semua adalah nikmat Allah kemudian kita merasa hebat dan sombong serta lupa bersyukur. Kagum terhadap diri sendiri merupakan suatu sifat yang bisa membinasakan.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“ Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan, yakni tamak lagi kikir, mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri). (Hadis hasan dari Shahihul Jaami’).
Kita lebih butuh doa daripada pujian, karena bisa jadi pujian ini menipu diri kita. Dalam kitab Hilyatul Auliya, Sufyan bin Uyainah berkata bahwa para ulama mengatakan, pujian orang tidak akan menipu orang yang tahu diri (Tahu bahwa ia tidak sebaik itu dan banyak aib dan dosa juga).
Bahkan ada perintah dari nabi agar kita tidak memuji seseorang secara berlebihan di hadapannya.
Diriwayatkan daru Abu Bakrah radhiallahu 'anhu, ia berkata: Ada seseorang yang memuji temannya di sisi Nabi shallallahu alaihi wasallam, kemudian beliau bersabda :
“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu -berulang-ulang-. Kalaupun salah seorang di antara kalian harus memuji temannya maka hendaknya dia mengatakan: Aku mengira dia seperti itu dan Allah lah yang menghisabnya, aku tidak memuji siapapun di hadapan Allah.” (HR. Muslim)
Di riwayat lainnya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sangat tegas, beliau memerintahkan agar memberi hukuman kepada orang yang terlalu sering dan berlebihan memuji orang lain.
Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiyallahu 'anhu, ia berkata :
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim)
Apakah tidak boleh memuji orang sama sekali? Jawabanya adalah boleh sesekali memuji jika ada mashalat seperti menimbulkan motivasi dan kebaikan pada orang tersebut.
Dalam buku Syarah Riyadus Shalihin, Syaikh Muhammad bi Shalih Al-'Utsaimin merinci hukum memuji dan membolehkan jika ada mashlahat, beliau berkata, jika pada pujian terdapat kebaikan dan motivasi baginya atas sifatnya yang terpuji dan akhlak yang mulia, hal ini tidak mengapa karena bisa memberikan motivasi kepada orang tersebut.
Agar kita tidak tertipu oleh pujian tersebut dan membuat kita menjadi sombong, hendaknya kita membaca doa ini ketika dipuji.
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻻَ ﺗُﺆَﺍﺧِﺬْﻧِﻲْ ﺑِﻤَﺎ ﻳَﻘُﻮْﻟُﻮْﻥَ، ﻭَﺍﻏْﻔِﺮْﻟِﻲْ ﻣَﺎ ﻻَ ﻳَﻌْﻠَﻤُﻮْﻥَ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠْﻨِﻲْ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﻈُﻨُّﻮْﻥَ
"Ya Allah, semoga Engkau tidak menghukumku karena apa yang mereka katakan. Ampunilah aku atas apa yang tidak mereka ketahui. Dan jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka perkirakan." (HR. Bukhari).
Wallahu A'lam
(wid)