19 Fatwa Ulama Terdahulu yang Membolehkan Peringatan Maulid Nabi
Senin, 10 Oktober 2022 - 23:42 WIB
"Sebagus-bagusnya apa yang diada-adakan pada masa sekarang ini yaitu apa yang dikerjakan (rayakan) setiap tahun dihari kelahiran (Maulid) Nabi dengan bersedekah, mengerjakan yang ma'ruf, menampakkan rasa kegembiraan, maka sesungguhnya yang demikian itu didalamnya ada kebaikan hingga para fuqara' membaca syair dengan rasa cinta kepada Nabi." (I'anah Thalibin (3/415)
8. Imam Syamsuddin Al-Jazari
"Jika Abu Lahab yang kafir yang diturunkan ayat Al-Qur'an untuk mencelanya masih diberi ganjaran kebaikan di dalam neraka karena bergembira pada malam Maulid Nabi, lantas bagaimana dengan seorang Muslim yang mentauhidkan Allah, yang merupakan umat dari Nabi yang senang dengan kelahiran Beliau dan menafkahkan apa yang dia mampu demi kecintaannya kepada Nabi." (Anwarul Muhammadiyah hal 20, Husnul Maqshid fi Amal Maulid hal 11)
9. Imam Yafi'i Al-Yamani
"Barangsiapa yang mengumpulkan saudara-saudaranya untuk Maulid Nabi, menyajikan makanan, beramal yang baik dan menjadikannya untuk pembacaan Maulid ar Rasul, maka Allah akan membangkitkan pada hari Kiamat bersama para Shadiqin, Syuhada, Shalihin dan menempatkannya pada tempat yang tinggi." (As Sirah al Halabiyah)
10. Al-Imam Ad-Damasyqi
"Jika orang kafir yang telah datang (tertera) celaan baginya: "dan celakalah kedua tangannya di dalam neraka Jahannam kekal di dalamnya". "Telah tiba pada (setiap) hari Senin untuk selamanya diringankan (siksa) darinya karena bergembira atas (kelahiran) Ahmad". Lantas bagaimanakah dugaan kita terhadap seorang hamba yang sepanjang usia, karena (kelahiran) Ahmad, lantas ia selalu bergembira dan tauhid menyertai kematiannya." (I'anah Thalibin (3/415)
11. Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani
"Asal amal Maulid adalah bid'ah, tidak pernah ada perkataan dari salafush shaleh dari kurun ke tiga, dan akan tetapi bersamanya mencakup (mengandung) kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan. Maka barangsiapa yang mengambil kebaikan-kebaikannya pada amal Maulid dan menjauhi keburukannya maka itulah bid’ah hasanah dan jika tidak (menjauhi keburukannya) maka tidak (bukan bid'ah Hasanah)." (Al Hawi lil Fatawa (1/229)
12. Imam As-Sakhawi
"Tidak pernah dikatakan (perbincangkan) dari salah seorang ulama Salafush Shaleh pada kurun ketiga yang mulia dan sungguh itu baru ada setelahnya. Kemudian umat Islam di seluruh penjuru daerah dan kota-kota besar senantiasa memperingati Maulid Nabi di bulan kelahiran Beliau. Mereka mengadakan jamuan yang luar biasa dan diisi dengan perkara-perkara yang menggembirakan serta mulya, dan bersedekah pada malam harinya dengan berbagai macam shadaqah, menampakkan kegembiraan, bertambahnya kebaikan bahkan diramaikan dengan pembacaan (buku-buku) Maulid Nabi yang mulia, dan menjadi teranglah (jelaslah) keberkahan dan keutamaan (Maulid Nabi) secara merata dan semua itu telah teruji." (As-Sirah Al-Halabiyah (1/83)
13. Imam Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi
"Oleh karena itu, boleh bagi kita untuk menanamkan (menerangkan) rasa syukur kita dengan kelahirannya (Rasulullah) dengan mengumpulkan (kaum Muslimin), menyajikan makanan dan semacamnya dari (sebagai) perwujudan untuk mendekatkan diri dan menunjukkan kegembiraan (karena kelahiran beliau)." (I'anah Thalibin (3/415)
14. Imam Ibnu Al-Hajj Al-Maliki
"Menjadi sebuah kewajiban bagi kita untuk memperbanyak kesyukuran kepada Allah setiap hari Senin bulan Rabiul Awwal karena Dia (Allah) telah mengaruniakan kepada kita nikmat yang sangat besar dengan lahirnya orang yang terpilih." (I'anah Thalibin (3/415)
15. Imam Al-Hafidz Al-Iraqiy
"Sungguh melakukan perayaan dan memberikan makan disunnahkan pada setiap waktu, apalagi jika padanya disertai dengan kesenangan dan kegembiraan dengan kehadiran Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam pada bulan yang mulia ini, dan tidaklah setiap bid'ah itu dibenci." (Durr as Saniyah hal 190)
16. Imam Ibnu 'Abidin
"Ketahuilah olehmu bahwa sebagian dari perkara baru yang terpuji adalah amal Maulid Nabi Asy-Syarif pada bulan yang mana Nabi di lahirkan didalamnya." (Syarah 'Alaa Maulid al Imam Ibnu Hajar hal 25)
17. Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami
8. Imam Syamsuddin Al-Jazari
"Jika Abu Lahab yang kafir yang diturunkan ayat Al-Qur'an untuk mencelanya masih diberi ganjaran kebaikan di dalam neraka karena bergembira pada malam Maulid Nabi, lantas bagaimana dengan seorang Muslim yang mentauhidkan Allah, yang merupakan umat dari Nabi yang senang dengan kelahiran Beliau dan menafkahkan apa yang dia mampu demi kecintaannya kepada Nabi." (Anwarul Muhammadiyah hal 20, Husnul Maqshid fi Amal Maulid hal 11)
9. Imam Yafi'i Al-Yamani
"Barangsiapa yang mengumpulkan saudara-saudaranya untuk Maulid Nabi, menyajikan makanan, beramal yang baik dan menjadikannya untuk pembacaan Maulid ar Rasul, maka Allah akan membangkitkan pada hari Kiamat bersama para Shadiqin, Syuhada, Shalihin dan menempatkannya pada tempat yang tinggi." (As Sirah al Halabiyah)
10. Al-Imam Ad-Damasyqi
"Jika orang kafir yang telah datang (tertera) celaan baginya: "dan celakalah kedua tangannya di dalam neraka Jahannam kekal di dalamnya". "Telah tiba pada (setiap) hari Senin untuk selamanya diringankan (siksa) darinya karena bergembira atas (kelahiran) Ahmad". Lantas bagaimanakah dugaan kita terhadap seorang hamba yang sepanjang usia, karena (kelahiran) Ahmad, lantas ia selalu bergembira dan tauhid menyertai kematiannya." (I'anah Thalibin (3/415)
11. Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani
"Asal amal Maulid adalah bid'ah, tidak pernah ada perkataan dari salafush shaleh dari kurun ke tiga, dan akan tetapi bersamanya mencakup (mengandung) kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan. Maka barangsiapa yang mengambil kebaikan-kebaikannya pada amal Maulid dan menjauhi keburukannya maka itulah bid’ah hasanah dan jika tidak (menjauhi keburukannya) maka tidak (bukan bid'ah Hasanah)." (Al Hawi lil Fatawa (1/229)
12. Imam As-Sakhawi
"Tidak pernah dikatakan (perbincangkan) dari salah seorang ulama Salafush Shaleh pada kurun ketiga yang mulia dan sungguh itu baru ada setelahnya. Kemudian umat Islam di seluruh penjuru daerah dan kota-kota besar senantiasa memperingati Maulid Nabi di bulan kelahiran Beliau. Mereka mengadakan jamuan yang luar biasa dan diisi dengan perkara-perkara yang menggembirakan serta mulya, dan bersedekah pada malam harinya dengan berbagai macam shadaqah, menampakkan kegembiraan, bertambahnya kebaikan bahkan diramaikan dengan pembacaan (buku-buku) Maulid Nabi yang mulia, dan menjadi teranglah (jelaslah) keberkahan dan keutamaan (Maulid Nabi) secara merata dan semua itu telah teruji." (As-Sirah Al-Halabiyah (1/83)
13. Imam Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi
"Oleh karena itu, boleh bagi kita untuk menanamkan (menerangkan) rasa syukur kita dengan kelahirannya (Rasulullah) dengan mengumpulkan (kaum Muslimin), menyajikan makanan dan semacamnya dari (sebagai) perwujudan untuk mendekatkan diri dan menunjukkan kegembiraan (karena kelahiran beliau)." (I'anah Thalibin (3/415)
14. Imam Ibnu Al-Hajj Al-Maliki
"Menjadi sebuah kewajiban bagi kita untuk memperbanyak kesyukuran kepada Allah setiap hari Senin bulan Rabiul Awwal karena Dia (Allah) telah mengaruniakan kepada kita nikmat yang sangat besar dengan lahirnya orang yang terpilih." (I'anah Thalibin (3/415)
15. Imam Al-Hafidz Al-Iraqiy
"Sungguh melakukan perayaan dan memberikan makan disunnahkan pada setiap waktu, apalagi jika padanya disertai dengan kesenangan dan kegembiraan dengan kehadiran Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam pada bulan yang mulia ini, dan tidaklah setiap bid'ah itu dibenci." (Durr as Saniyah hal 190)
16. Imam Ibnu 'Abidin
"Ketahuilah olehmu bahwa sebagian dari perkara baru yang terpuji adalah amal Maulid Nabi Asy-Syarif pada bulan yang mana Nabi di lahirkan didalamnya." (Syarah 'Alaa Maulid al Imam Ibnu Hajar hal 25)
17. Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami