Bukti Rasulullah SAW Tidak Mengetahui Perkara Gaib
Sabtu, 22 Oktober 2022 - 15:02 WIB
Rasulullah SAW tidaklah mengetahui perkara gaib kecuali yang telah dikabarkan oleh Allah SWT kepada beliau. Banyak bukti soal tersebut. Berikut 2 peristiwa sebagai bukti bahwa Rasulullah SAW tidak menguasai ilmu gaib.
Pertama, tentang peristiwa di bulan Jumadal ula dan Jumadats tsaniyah, pada tahun ke-2 Hijriyah. Kala itu Rasulullah SAW bersama 150 atau 200 pasukan Muhajirin keluar dari Madinah untuk menghadang kafilah dagang suku Quraisy yang bergerak dari Mekkah menuju Negeri Syam yang dipimpin oleh Abu Sufyan.
Sesuai berita yang sampai kepada beliau, rombongan dagang itu membawa banyak barang dagangan. Ketika sampai pada daerah ‘Usyairah (tempat dekat kota Yanbu’), beliau ternyata tidak menjumpainya, karena kafilah dagang milik kaum Quraisy telah melewati tempat itu beberapa hari sebelumnya. Maka, beliau bersama pasukannya kembali ke Madinah.
Peristiwa ini memberi informasi kepada kita, seandainya Rasulullah SAW mengetahui dengan pasti kapan kafilah tersebut sampai di ‘Usyairah, tentu beliau akan tiba di sana tepat waktu.
Kedua, peristiwa Sayyidah Aisyah ra tertinggal dari rombongan Rasulullah SAW karena mencari kalungnya yang hilang. Pada waktu itu, Nabi Muhammad SAW dan rombongan tidak mengetahui kalau Aisyah tidak ada di dalam sekedupnya.
Beliau menyangka Sayyidah Aisyah sudah berada di dalamnya, setelah menyelesaikan urusannya. Mereka baru mengetahui di mana Aisyah, saat Shafwan bin Mu’aththal ra mengantar istri Nabi SAW itu kepada beliau.
Selanjutnya, berkembang isu Sayyidah Aisyah berselingkuh yang disebarkan oleh orang-orang munafik. Berita itu pun sampai ke telinga Rasulullah SAW sehingga membuat beliau bersedih.
Beliau tidak mengetahui benar tidaknya kabar yang sedang tersiar itu. Selama sebulan, beliau berdiam diri. Beberapa sahabat pun sempat beliau meminta pendapat para sahabat, seperti Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid tentang Sayyidah Aisyah.
Rasulullah SAW baru mengetahui bahwa tuduhan tersebut merupakan kedustaan setelah Allah SWT menurunkan ayat tentang barâ`ah (terbebasnya) ‘Aisyah ra dari tuduhan itu. Allah SWT menurunkan sepuluh ayat al-Quran perihal berita dusta ini. Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١١﴾ لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَٰذَا إِفْكٌ مُبِينٌ ﴿١٢﴾ لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ ۚ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَٰئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ ﴿١٣﴾ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٤﴾ إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ ﴿١٥﴾ وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَٰذَا سُبْحَانَكَ هَٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ ﴿١٦﴾ يَعِظُكُمُ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ﴿١٧﴾ وَيُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿١٨﴾ إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿١٩﴾ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
11. Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu, tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar.
12. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) mengatakan, “Ini adalah berita bohong yang nyata.”
13. Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itu di sisi Allâh adalah orang-orang yang dusta.
14. Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, akibat pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.
15. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal dia di sisi Allâh adalah besar.
16. Dan Mengapa kamu diwaktu mendengar berita bohong itu tidak mengatakan, “Kita sama sekali tidak pantas untuk mengucapkan ini, Maha Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.”
17. Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.
18. Dan Allâh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allâh Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allâh mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.
20. Dan sekiranya bukan karena kurnia Allâh dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allâh Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). ( QS an-Nûr/24 :11-20)
Dengan turunnya ayat ini, maka permasalahan ini pun menjadi jelas. Rasulullah SAW dan Ummul Mukminin ‘Aisyah ra merasa lega. Begitu juga yang dirasakan oleh kaum Muslimin, namun mereka merasa berang dengan orang-orang yang ikut andil dalam mencoreng nama baik ummul Mukminin.
Dan masih banyak lagi bukti lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW tidak mengetahui yang gaib kecuali apa-apa yang telah dikabarkan oleh Allah kepada beliau.
Pertama, tentang peristiwa di bulan Jumadal ula dan Jumadats tsaniyah, pada tahun ke-2 Hijriyah. Kala itu Rasulullah SAW bersama 150 atau 200 pasukan Muhajirin keluar dari Madinah untuk menghadang kafilah dagang suku Quraisy yang bergerak dari Mekkah menuju Negeri Syam yang dipimpin oleh Abu Sufyan.
Sesuai berita yang sampai kepada beliau, rombongan dagang itu membawa banyak barang dagangan. Ketika sampai pada daerah ‘Usyairah (tempat dekat kota Yanbu’), beliau ternyata tidak menjumpainya, karena kafilah dagang milik kaum Quraisy telah melewati tempat itu beberapa hari sebelumnya. Maka, beliau bersama pasukannya kembali ke Madinah.
Peristiwa ini memberi informasi kepada kita, seandainya Rasulullah SAW mengetahui dengan pasti kapan kafilah tersebut sampai di ‘Usyairah, tentu beliau akan tiba di sana tepat waktu.
Kedua, peristiwa Sayyidah Aisyah ra tertinggal dari rombongan Rasulullah SAW karena mencari kalungnya yang hilang. Pada waktu itu, Nabi Muhammad SAW dan rombongan tidak mengetahui kalau Aisyah tidak ada di dalam sekedupnya.
Beliau menyangka Sayyidah Aisyah sudah berada di dalamnya, setelah menyelesaikan urusannya. Mereka baru mengetahui di mana Aisyah, saat Shafwan bin Mu’aththal ra mengantar istri Nabi SAW itu kepada beliau.
Selanjutnya, berkembang isu Sayyidah Aisyah berselingkuh yang disebarkan oleh orang-orang munafik. Berita itu pun sampai ke telinga Rasulullah SAW sehingga membuat beliau bersedih.
Beliau tidak mengetahui benar tidaknya kabar yang sedang tersiar itu. Selama sebulan, beliau berdiam diri. Beberapa sahabat pun sempat beliau meminta pendapat para sahabat, seperti Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid tentang Sayyidah Aisyah.
Rasulullah SAW baru mengetahui bahwa tuduhan tersebut merupakan kedustaan setelah Allah SWT menurunkan ayat tentang barâ`ah (terbebasnya) ‘Aisyah ra dari tuduhan itu. Allah SWT menurunkan sepuluh ayat al-Quran perihal berita dusta ini. Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١١﴾ لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَٰذَا إِفْكٌ مُبِينٌ ﴿١٢﴾ لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ ۚ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَٰئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ ﴿١٣﴾ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٤﴾ إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ ﴿١٥﴾ وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَٰذَا سُبْحَانَكَ هَٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ ﴿١٦﴾ يَعِظُكُمُ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ﴿١٧﴾ وَيُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿١٨﴾ إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿١٩﴾ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
11. Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu, tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar.
12. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) mengatakan, “Ini adalah berita bohong yang nyata.”
13. Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itu di sisi Allâh adalah orang-orang yang dusta.
14. Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, akibat pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.
15. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal dia di sisi Allâh adalah besar.
16. Dan Mengapa kamu diwaktu mendengar berita bohong itu tidak mengatakan, “Kita sama sekali tidak pantas untuk mengucapkan ini, Maha Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.”
17. Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.
18. Dan Allâh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allâh Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allâh mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.
20. Dan sekiranya bukan karena kurnia Allâh dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allâh Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). ( QS an-Nûr/24 :11-20)
Dengan turunnya ayat ini, maka permasalahan ini pun menjadi jelas. Rasulullah SAW dan Ummul Mukminin ‘Aisyah ra merasa lega. Begitu juga yang dirasakan oleh kaum Muslimin, namun mereka merasa berang dengan orang-orang yang ikut andil dalam mencoreng nama baik ummul Mukminin.
Dan masih banyak lagi bukti lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW tidak mengetahui yang gaib kecuali apa-apa yang telah dikabarkan oleh Allah kepada beliau.
(mhy)
Lihat Juga :