Prof Sohail Humayun Hashmi Mengaku Menjadi Muslim Tak Sengaja

Sabtu, 19 November 2022 - 19:43 WIB
Ada suatu periode dalam pergerakan Islam pada permulaan abad ini, ketika ada upaya-upaya untuk menyelaraskan dunia modern dengan prinsip-prinsip Islam. Sayangnya, gerakan kaum modernis ini tak pernah menjadi sesuatu yang solid.



Pemikiran-pemikiran mereka lebih sering berkisar di kalangan kaum intelektual yang biasanya amat pandai dalam berteori. Teori-teori itu tak pernah dapat diterjemahkan dalam program-program yang dapat diimplementasikan dalam gerakan-gerakan politik.

Akhirnya peluang untuk memadukan Islam dengan kehidupan modern digarap oleh kelompok-kelompok yang mereka sebut fundamentalis. Mereka katakan: kita sudah coba sistem nasionalis, ternyata gagal.

Pemerintahan di negeri-negeri Muslim lebih menguntungkan kelompok kaya yang minoritas; sementara sebagian besar yang miskin harus hidup menderita karena kepapaannya.

Kondisi semacam ini merupakan lahan subur untuk menumbuhkan gerakan politik yang menentang sistem yang mapan itu. Dan Islam datang untuk memberi pemecahannya.

Islam memiliki etika sosial yang sangat tinggi dan kuat, yang selalu mengacu kepada kehidupan pribadi Nabi Muhammad SAW. Semasa hidupnya, Rasulullah tidak dikelilingi oleh kelompok elite Mekkah, melainkan oleh para mantan budak, masyarakat kelas bawah --merekalah yang pertama kali menjadi Muslim. Karena itu Islam senantiasa berpihak kepada orang-orang yang miskin dan papa. Dan ajaran inilah yang menjadi sumber dari gerakan-gerakan Islam semacam di atas.

Sesungguhnya mayoritas Muslim tidak sependapat dengan pikiran fundamentalisme. Karena yang dilakukan oleh kelompok itu tidak lebih dari ingin menggantikan peran dan dominasi elite pasca-kolonial dengan kelompok mereka sendiri.

Dengan itu mereka dapat menegakkan sistem politik secara top-down. Dan karena itu, situasinya seperti lingkaran setan yang sulit diurai ujung pangkalnya. Dengan menggunakan kalimat-kalimat retorik bernapaskan Islam, mereka menjanjikan penerapan nilai-nilai Islam yang universal. Bahkan jika dibutuhkan mereka siap untuk berperang membela Palestina.

Tapi ketika tiba ke praktik aktual, mereka sendiri menjadi seorang berideologi nasionalis. Mereka ingin memastikan bahwa mereka tidak akan kehilangan kekuasaan, bahwa mereka mampu mengubah negara menurut visi mereka sendiri, dan pada akhirnya mereka menjadi sama opresifnya dengan kaum nasionalis yang ingin mereka gulingkan.

Ini terjadi di Iran.



Kaum modernis yakin bahwa pandangan Islam tentang sanksi moral tidak ditentukan oleh negara, tetapi oleh komunitas --oleh ummah. Dengan kata lain, Anda tidak mengundang-undangkan sanksi moral; Anda yang menerapkan tekanan sosial, yang lebih lunak ketimbang kalau negara yang memberlakukannya. Negara tidak boleh mengeluarkan ketentuan apa pun untuk menerapkan kode moral terhadap setiap individu beragama.

Di Amerika, kami mulai dari titik nol. Kami membangun komunitas sendiri. Komunitas itu dapat dimulai dengan arah melanjutkan status quo --homesick-mosque versus budaya complacent-mosque. Atau dapat diorganisir secara politik dan kemudian terpecah oleh faksi-faksi berbeda yang ada di dunia Muslim dewasa ini. Atau mengubah secara perlahan pendekatan terhadap Islam, yang didasarkan pada penafsiran-penafsiran.

Dalam Islam terdapat konsep yang kuat tentang ijtihad. Istilah ini berasal dari kata jihad. Ijtihad adalah salah satu bentuk jihad yang artinya upaya untuk menafsirkan agama. Kata ini digunakan dalam pengertian yang sangat teknis oleh para fuqaha Muslim, ketika mereka berjuang dengan rasio mereka, berdasarkan semua sumber hukum-Al-Quran, Sunnah, dan praktek-praktek komunitas terdahulu. Mereka berupaya menghasilkan fatwa-fatwa hukum yang sesuai dengan situasi baru. Mereka melakukan ijtihad, itulah jihad pribadi mereka. Dan saya pikir itulah situasi yang dihadapi komunitas Muslim Amerika dewasa ini, melakukan ijtihad.



Muslim Tak Sengaja

Jihad saya pada dasarnya adalah mencoba hidup sebagai seorang Muslim sesuai dengan kepercayaan saya. Jika ada orang yang menyukai cara hidup saya, saya akan dengan suka hati menjelaskannya pada mereka. Tetapi saya tidak akan menyebut-nyebut diri saya Muslim. Sebenarnya saya memiliki antipati mendalam pada mereka yang menampakkan keberagamaan mereka secara lahiriah, yang membuat keributan dan gangguan kalau mau melakukan shalat, yang menurut saya bertentangan dengan tujuan sholat itu sendiri.

Saya pikir saya tidak diwajibkan menjelaskan Islam. Saya berislam dengan cara yang telah diajarkan orang-tua saya sejak kecil. Saya menjadi Muslim dengan cara yang saya pahami sendiri. Saya sudah memikirkannya dan saya tiba pada keyakinan bahwa saya percaya akan pesan-pesan Islam. Saya telah menginternalisasinya.

Saya menyebut diri saya "Muslim tak sengaja". Saya dilahirkan dalam sebuah keluarga Muslim. Di India saya mengasumsikan hal tertentu sebagai kebenaran, hanya karena semua orang di sekitar saya mempercayainya. Tetapi berada di Amerika membuat Anda harus benar-benar menguji apa yang Anda percayai dan bertindak menurut keyakinan Anda.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila Berbuka Puasa, beliau mengucapkan:  DZAHABAZH ZHAMAA'U WABTALLATIL 'URUUQU WA TSABATIL AJRU IN SYAA-ALLAAH (Telah hilang dahaga, dan telah basah tenggorokan, dan telah tetap pahala insya Allah).

(HR. Sunan Abu Dawud No. 2010)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More