Manfaat Memperbanyak Mengingat Kematian
Selasa, 22 November 2022 - 09:27 WIB
Manfaat memperbanyak mengingat kematian dalam Islam, berarti akan memperbanyak amal kebaikan. Kenapa demikian? Karena, sejatinya mati atau kematian adalah persinggahan pertama manusia di alam akhirat. Setiap makhluk yang hidup di dunia pasti akan menjumpai kematian ini. Karena itu, dalam Islam dianjurkan untuk selalu mempersiapkan dan mengingat kematian .
Imam Al-Qurthubi dalam kitabnya 'At-Tadkirah' menyebutkan bahwa, kematian ialah terputusnya hubungan antara ruh dengan badan, berpisahnya kaitan antara keduanya, bergantinya kondisi, dan berpindah dari satu negeri ke negeri lainnya.
Kematian yang dimaksudkan itu adalah al maut al kubra, sedangkan al maut ash shughra sebagaimana dimaksud oleh para ulama, ialah tidur. Allah Ta’ala berfirman :
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir."(QS. Az Zumar : 42)
Tentang kematian, Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda," “Perbanyaklah olehmu mengingat-ingat kepada sesuatu yang melenyapkan segala macam kelezatan, yaitu kematian.” (HR. Turmudzi).
Imam al-Qurthubi mengatakan bahwa, hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tersebut merupakan nasihat sekaligus peringatan . Bahwasannya mengingat mati itu perintah, sebab orang yang teringat kematian dengan sebenarnya pasti akan mengurangi sifat-sifat tamaknya terhadap dunia dan menghalanginya untuk berangan-angan yang tak berujung.
Hadis itu juga peringatan bahwa, betapa sakaratul maut itu sungguh ujian yang dahsyat. Memperbanyak mengingat mati berarti memperbanyak amal kebaikan . Orang yang tidak beramal baik atau dia berbuat buruk berarti tidak ingat dirinya akan mati. Imam ad-Daqqaq berkata, “Barangsiapa memperbanyak mengingat mati, dia dikaruniai tiga perkara: menyegerakan taubat , hati yang qana’ah, dan semangat beribadah.” (Imam al-Qurtubi, at-Tadzkirah)
Jika kita kesulitan mengamalkan ikhlas atau tidak mampu mengontrol hawa nafsu, maka saat itu ingat-ingatlah bahwa kita kapan saja akan dijemput kematian yang tidak diduga-duga. Jika perlu kita contoh para ulama dahulu yang memiliki cara sendiri-sendiri, ada yang bertafakkur, muhasabah tentang kematian, ada yang membaca kitab atau hadis tentang mati atau ada pula yang sekadar melihat kubur (berziarah kubur).
Firman Allah Ta'ala :
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, ken-datipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An-Nisa`: 78).
Mengingat mati akan memusatkan pikiran ke negeri akhirat yang kekal. Jika manusia berada dalam kesulitan dan cobaan hidup, maka mengingat kematian akan memudahkan dia menghadapi cobaan tersebut. Maka, saat kita mengingat kematian maka kita seperti terdorong untuk menjadikan akhirat ukuran segala-galanya. Setiap tutur kata , dan gerak-gerik ditimbang apa kah bermanfaat untuk menghadapi kematian kelak.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Ibnu Umar, “Jikalau engkau berpetang-petang, maka janganlah engkau menanti-nantikan waktu pagi dan jikalau engkau berpagi-pagi, janganlah engkau menanti-nantikan waktu petang – yakni untuk mengamalkan kebaikan itu hendaklah sesegera mungkin. Ambillah kesempatan sewaktu engkau berkeadaan sehat untuk mengejar kekurangan di waktu engkau sakit dan di waktu engkau masih hidup guna bekal kematianmu.” (HR. Bukhari).
Oleh sebab itu, mengingat mati memang telah digunakan para ulama salaf untuk menggugah semangat beribadah. dan mematikan hawa nafsu. Selain itu, ada beberapa faedah mengingat kematian ini, di antaranya:
1. Memotivasi untuk mempersiapkan diri sebelum terjadinya kematian
2. Memendekkan angan-angan yang menjadi penyebab kelalaian beribadah
3. Menjadikan sikap zuhud terhadap dunia
4. Memotivasi untuk taat dan bertaubat kepada Allah Ta'ala
Imam Al-Qurthubi dalam kitabnya 'At-Tadkirah' menyebutkan bahwa, kematian ialah terputusnya hubungan antara ruh dengan badan, berpisahnya kaitan antara keduanya, bergantinya kondisi, dan berpindah dari satu negeri ke negeri lainnya.
Kematian yang dimaksudkan itu adalah al maut al kubra, sedangkan al maut ash shughra sebagaimana dimaksud oleh para ulama, ialah tidur. Allah Ta’ala berfirman :
ٱللَّهُ يَتَوَفَّى ٱلْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَٱلَّتِى لَمْ تَمُتْ فِى مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ ٱلَّتِى قَضَىٰ عَلَيْهَا ٱلْمَوْتَ وَيُرْسِلُ ٱلْأُخْرَىٰٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir."(QS. Az Zumar : 42)
Tentang kematian, Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda," “Perbanyaklah olehmu mengingat-ingat kepada sesuatu yang melenyapkan segala macam kelezatan, yaitu kematian.” (HR. Turmudzi).
Imam al-Qurthubi mengatakan bahwa, hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tersebut merupakan nasihat sekaligus peringatan . Bahwasannya mengingat mati itu perintah, sebab orang yang teringat kematian dengan sebenarnya pasti akan mengurangi sifat-sifat tamaknya terhadap dunia dan menghalanginya untuk berangan-angan yang tak berujung.
Hadis itu juga peringatan bahwa, betapa sakaratul maut itu sungguh ujian yang dahsyat. Memperbanyak mengingat mati berarti memperbanyak amal kebaikan . Orang yang tidak beramal baik atau dia berbuat buruk berarti tidak ingat dirinya akan mati. Imam ad-Daqqaq berkata, “Barangsiapa memperbanyak mengingat mati, dia dikaruniai tiga perkara: menyegerakan taubat , hati yang qana’ah, dan semangat beribadah.” (Imam al-Qurtubi, at-Tadzkirah)
Jika kita kesulitan mengamalkan ikhlas atau tidak mampu mengontrol hawa nafsu, maka saat itu ingat-ingatlah bahwa kita kapan saja akan dijemput kematian yang tidak diduga-duga. Jika perlu kita contoh para ulama dahulu yang memiliki cara sendiri-sendiri, ada yang bertafakkur, muhasabah tentang kematian, ada yang membaca kitab atau hadis tentang mati atau ada pula yang sekadar melihat kubur (berziarah kubur).
Firman Allah Ta'ala :
أَيْنَمَا تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُواْ هَـذِهِ مِنْ عِندِ اللّهِ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُواْ هَـذِهِ مِنْ عِندِكَ قُلْ كُلًّ مِّنْ عِندِ اللّهِ فَمَا لِهَـؤُلاء الْقَوْمِ لاَ يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثاً
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, ken-datipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An-Nisa`: 78).
Mengingat mati akan memusatkan pikiran ke negeri akhirat yang kekal. Jika manusia berada dalam kesulitan dan cobaan hidup, maka mengingat kematian akan memudahkan dia menghadapi cobaan tersebut. Maka, saat kita mengingat kematian maka kita seperti terdorong untuk menjadikan akhirat ukuran segala-galanya. Setiap tutur kata , dan gerak-gerik ditimbang apa kah bermanfaat untuk menghadapi kematian kelak.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Ibnu Umar, “Jikalau engkau berpetang-petang, maka janganlah engkau menanti-nantikan waktu pagi dan jikalau engkau berpagi-pagi, janganlah engkau menanti-nantikan waktu petang – yakni untuk mengamalkan kebaikan itu hendaklah sesegera mungkin. Ambillah kesempatan sewaktu engkau berkeadaan sehat untuk mengejar kekurangan di waktu engkau sakit dan di waktu engkau masih hidup guna bekal kematianmu.” (HR. Bukhari).
Oleh sebab itu, mengingat mati memang telah digunakan para ulama salaf untuk menggugah semangat beribadah. dan mematikan hawa nafsu. Selain itu, ada beberapa faedah mengingat kematian ini, di antaranya:
1. Memotivasi untuk mempersiapkan diri sebelum terjadinya kematian
2. Memendekkan angan-angan yang menjadi penyebab kelalaian beribadah
3. Menjadikan sikap zuhud terhadap dunia
4. Memotivasi untuk taat dan bertaubat kepada Allah Ta'ala