Begini Cara Pandang John Louis Esposito Mengenai Hukum Islam
Senin, 26 Desember 2022 - 10:20 WIB
Pengamat Islam yang akademisi Italia-Amerika, John Louis Esposito, mengatakan jika ajakan orang-orang Islam adalah menaati kehendak Tuhan, maka mengetahui kehendak Tuhan merupakan suatu keharusan. Kalau dogma atau doktrin merupakan ciri pernyataan penting agama Kristen , maka Islam seperti Yudaisme , menemukan pengekspresian utamanya dalam hukum.
Dalam bukunya berjudul "The Islamic Threat: Myth or reality?" atau "Ancaman Islam Mitos atau Realitas?" (Mizan), John L. Esposito mengatakan suatu disiplin yang dominan untuk mendefinisikan agama adalah hukum, bukan teologi.
"Bagi ahli-ahli hukum Islam, wahyu Tuhan dan teladan-teladan kerasulan merupakan titik awal untuk memperhatikan dan menerapkan kehendak Tuhan dalam setiap aspek kehidupan," ujar Profesor Agama, Urusan Internasional, dan Studi Islam di Universitas Georgetown di Washington, D.C. ini.
Menurutnya, baik pesan Al-Quran maupun Sunnah Nabi menunjukkan kelengkapan jalan hidup Islam, dimensi-dimensi umum dan individualnya.
Dalam beberapa abad setelah meninggalnya Nabi Muhammad, katanya, kaum Muslim telah mengkodifikasikan jalan hidup mereka. Kaum Muslim yang taat merasa prihatin melihat kekuasaan pemerintah Muslim yang tak terkendali dan juga infiltrasi serta asimilasi praktik-praktik asing yang tidak kritis, berusaha memberikan gambaran mengenai hukum Tuhan dengan tujuan untuk mengabadikan jalan Tuhan yang sejati dan membatasi kekuasaan para khalifah.
Berdasarkan Al-Quran dan teladan Rasul serta mempergunakan adat istiadat dan nalar, para ahli hukum melahirkan mazhab-mazhab hukum (fiqh) yang tersebar di banyak kota besar Islam: Mekkah, Madinah, Damaskus, Baghdad, Kufah.
Walaupun tujuannya sama dan berdasarkan sumber wahyu yang sama, kesimpulan mereka seringkali menunjukkan konteks dan kebiasaan geografis serta orientasi intelektual yang berbeda. Dari banyak mazhab hukum yang muncul, beberapa di antaranya -Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali, dan Ja'fari- terus hidup dan bertahan.
Hukum Islam memberikan cetak-biru masyarakat yang baik, ideal Islam. Karenanya, Syari'ah atau Jalan Tuhan merupakan serangkaian prinsip umum, arah, dan nilai-nilai yang diwahyukan Tuhan untuk membangun peraturan dan cara-cara yang rinci yang pada gilirannya diterapkan oleh para hakim (qadhi) di pengadilan-pengadilan agama.
Ruang lingkup hukum Islam sangat lengkap, mencakup peraturan-peraturan yang mengatur ibadah dan memberikan batasan norma-norma sosial masyarakat. Yang merupakan pusat agama adalah lima pilar (Rukun Islam; penerjemah) atau tugas utama yang diwajibkan atas semua orang beriman.
1. Syahadat merupakan tanda masuknya seseorang ke dalam masyarakat Islam: "Tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah."
2. Sholat lima kali sehari pada waktu-waktu yang telah ditentukan, dan melaksanakan sholat Jumat.
3. Zakat, dua setengah persen dari kekayaan seorang Muslim, yang harus dibagikan kepada orang miskin bukan karena kedermawanan tetapi sebagai kewajiban agama setiap Muslim kepada saudara-saudara seagamanya yang kurang beruntung.
4. Puasa sejak subuh hingga menjelang malam selama satu bulan dalam bulan Ramadhan.
5. Menunaikan ibadah haji ke Mekkah paling sedikit sekali seumur hidup, suatu tugas yang diwajibkan kepada semua Muslim yang mampu dan mempunyai sumber keuangan yang cukup untuk melakukannya.
Lima pilar itu merupakan penggabungan antara tanggung-jawab individu, kesadaran sosial dan kesadaran kolektif atau keanggotaan dalam masyarakat Islam yang lebih luas.
Dimensi sosial hukum tersebut tercakup dalam serangkaian peraturan atau norma yang mengatur keluarga, kriminalitas, kontrak, dan hukum intemasional. Di sini secara khusus dapat dilihat pengaruh Islam baik terhadap kehidupan pribadi maupun umat.
Peraturan yang lengkap mengatur perkawinan, poligami, perceraian, harta waris, pencurian, perzinaan, minum-minuman keras, dan masalah-masalah peperangan dan perdamaian.
Hukum Islam memiliki kesatuan pokok. Ia mencerminkan keragaman konteks geografis, dan juga perbedaan-perbedaan yang menyangkut interpretasi atau penilaian manusia. Maka, hukum Islam tidak kaku dan tidak tertutup, tetapi justru mewujudkan kedinamisan, fleksibilitas, dan keanekaragaman.
Di tangan para ahli hukum (mufti) yang mengabdi sebagai penasihat dalam pengadilan, hukum tersebut tetap tanggap terhadap lingkungan yang baru. Interpretasi mereka (fatwa) baik dalam hal-hal hukum maupun yang menyangkut hal-hal baru, seringkali membimbing kearah keputusan pengadilan. Namun, pada abad ke-10, hukum Islam memang cenderung menjadi lebih kaku karena banyak ahli hukum menyimpulkan bahwa pokok-pokok hukum Tuhan telah dilukiskan secara memadai dalam teks-teks hukum.
Dengan demikian ada kecenderungan untuk membatasi interpretasi yang substansif (ijtihad) dan menekankan kewajiban untuk mengikuti (taqlid) saja teks-teks hukum Islam.
Praktik-praktik atau doktrin-doktrin baru dituduh sebagai menyimpang (bid'ah) dari hukum Tuhan. Inovasi yang tidak mempunyai jaminan kerap disebut sebagai bid'ah.
Akibatnya, perbedaan antara hukum Tuhan yang yang abadi yang ada dalam wahyu dan banyak peraturan hukum yang merupakan hasil penalaran manusia yang tak luput dari kesalahan atau adat-istiadat setempat, menjadi kabur dan dilupakan.
Masalah hukum Islam dan perubahan menjadi isu utama pada abad ke-19 dan 20, ketika kaum Muslim menanggapi pengaruh modernisasi dan pembangunan.
Juru Bicara
Sekadar mengingatkan John Louis Esposito dikenal sebagai seorang pengamat Islam atau ―Islamisis yang netral dan relatif proporsional- sebagai pembedaan dengan Orientalis- terkemuka di Barat.
Esposito juga dikenal sebagai salah seorang cendekiawan yang sangat aktif menyuarakan dialog peradaban, dialog antarumat beragama, terutama antara Islam dan Kristen. Ia juga dikenal sebagai penulis yang sangat produktif sekaligus kritis terhadap kajian yang dilakukan oleh para pakar Islam di Barat dan telah melahirkan puluhan karya baik dalam bentuk buku, ratusan artikel, penelitian tentang Islam yang menjadi referensi penting bagi sarjana Muslim dan Barat pada umumnya.
Beberapa karya terpenting Esposito adalah buku The Islamic Threat: Myth or Reality, Dalam buku ini, Esposito mengambil sikap yang berbeda dengan pakar keislaman di Barat dalam melihat kebangkitan Islam dan membantah teori para pakar Islam di Barat yang menyatakan Islam sebagai ancaman baru pasca tumbangnya komunisme yang dibesar-besarkan para pakar dan dilestarikan oleh media-media di Barat. Karya terpenting lainnya adalah, Islam: The Straight Path, Unholy War: Terror in the Name of Islam dan The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World.
Posisi Esposito seringkali diterjemahkan berbagai kalangan sebagai juru bicara Islam dan Barat mengajak untuk selalu bekerjasama dan tidak tenggelam dalam konflik peradaban. Oleh karena itu, menurut Esposito bahwa saat ini perjumpaan Islam dan Barat harus dimaknai membangun dialog peradaban, bukan konfrontasi atau saling curiga.
Dalam bukunya berjudul "The Islamic Threat: Myth or reality?" atau "Ancaman Islam Mitos atau Realitas?" (Mizan), John L. Esposito mengatakan suatu disiplin yang dominan untuk mendefinisikan agama adalah hukum, bukan teologi.
"Bagi ahli-ahli hukum Islam, wahyu Tuhan dan teladan-teladan kerasulan merupakan titik awal untuk memperhatikan dan menerapkan kehendak Tuhan dalam setiap aspek kehidupan," ujar Profesor Agama, Urusan Internasional, dan Studi Islam di Universitas Georgetown di Washington, D.C. ini.
Menurutnya, baik pesan Al-Quran maupun Sunnah Nabi menunjukkan kelengkapan jalan hidup Islam, dimensi-dimensi umum dan individualnya.
Dalam beberapa abad setelah meninggalnya Nabi Muhammad, katanya, kaum Muslim telah mengkodifikasikan jalan hidup mereka. Kaum Muslim yang taat merasa prihatin melihat kekuasaan pemerintah Muslim yang tak terkendali dan juga infiltrasi serta asimilasi praktik-praktik asing yang tidak kritis, berusaha memberikan gambaran mengenai hukum Tuhan dengan tujuan untuk mengabadikan jalan Tuhan yang sejati dan membatasi kekuasaan para khalifah.
Berdasarkan Al-Quran dan teladan Rasul serta mempergunakan adat istiadat dan nalar, para ahli hukum melahirkan mazhab-mazhab hukum (fiqh) yang tersebar di banyak kota besar Islam: Mekkah, Madinah, Damaskus, Baghdad, Kufah.
Walaupun tujuannya sama dan berdasarkan sumber wahyu yang sama, kesimpulan mereka seringkali menunjukkan konteks dan kebiasaan geografis serta orientasi intelektual yang berbeda. Dari banyak mazhab hukum yang muncul, beberapa di antaranya -Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali, dan Ja'fari- terus hidup dan bertahan.
Hukum Islam memberikan cetak-biru masyarakat yang baik, ideal Islam. Karenanya, Syari'ah atau Jalan Tuhan merupakan serangkaian prinsip umum, arah, dan nilai-nilai yang diwahyukan Tuhan untuk membangun peraturan dan cara-cara yang rinci yang pada gilirannya diterapkan oleh para hakim (qadhi) di pengadilan-pengadilan agama.
Ruang lingkup hukum Islam sangat lengkap, mencakup peraturan-peraturan yang mengatur ibadah dan memberikan batasan norma-norma sosial masyarakat. Yang merupakan pusat agama adalah lima pilar (Rukun Islam; penerjemah) atau tugas utama yang diwajibkan atas semua orang beriman.
1. Syahadat merupakan tanda masuknya seseorang ke dalam masyarakat Islam: "Tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah."
2. Sholat lima kali sehari pada waktu-waktu yang telah ditentukan, dan melaksanakan sholat Jumat.
3. Zakat, dua setengah persen dari kekayaan seorang Muslim, yang harus dibagikan kepada orang miskin bukan karena kedermawanan tetapi sebagai kewajiban agama setiap Muslim kepada saudara-saudara seagamanya yang kurang beruntung.
4. Puasa sejak subuh hingga menjelang malam selama satu bulan dalam bulan Ramadhan.
5. Menunaikan ibadah haji ke Mekkah paling sedikit sekali seumur hidup, suatu tugas yang diwajibkan kepada semua Muslim yang mampu dan mempunyai sumber keuangan yang cukup untuk melakukannya.
Lima pilar itu merupakan penggabungan antara tanggung-jawab individu, kesadaran sosial dan kesadaran kolektif atau keanggotaan dalam masyarakat Islam yang lebih luas.
Dimensi sosial hukum tersebut tercakup dalam serangkaian peraturan atau norma yang mengatur keluarga, kriminalitas, kontrak, dan hukum intemasional. Di sini secara khusus dapat dilihat pengaruh Islam baik terhadap kehidupan pribadi maupun umat.
Peraturan yang lengkap mengatur perkawinan, poligami, perceraian, harta waris, pencurian, perzinaan, minum-minuman keras, dan masalah-masalah peperangan dan perdamaian.
Hukum Islam memiliki kesatuan pokok. Ia mencerminkan keragaman konteks geografis, dan juga perbedaan-perbedaan yang menyangkut interpretasi atau penilaian manusia. Maka, hukum Islam tidak kaku dan tidak tertutup, tetapi justru mewujudkan kedinamisan, fleksibilitas, dan keanekaragaman.
Di tangan para ahli hukum (mufti) yang mengabdi sebagai penasihat dalam pengadilan, hukum tersebut tetap tanggap terhadap lingkungan yang baru. Interpretasi mereka (fatwa) baik dalam hal-hal hukum maupun yang menyangkut hal-hal baru, seringkali membimbing kearah keputusan pengadilan. Namun, pada abad ke-10, hukum Islam memang cenderung menjadi lebih kaku karena banyak ahli hukum menyimpulkan bahwa pokok-pokok hukum Tuhan telah dilukiskan secara memadai dalam teks-teks hukum.
Dengan demikian ada kecenderungan untuk membatasi interpretasi yang substansif (ijtihad) dan menekankan kewajiban untuk mengikuti (taqlid) saja teks-teks hukum Islam.
Praktik-praktik atau doktrin-doktrin baru dituduh sebagai menyimpang (bid'ah) dari hukum Tuhan. Inovasi yang tidak mempunyai jaminan kerap disebut sebagai bid'ah.
Akibatnya, perbedaan antara hukum Tuhan yang yang abadi yang ada dalam wahyu dan banyak peraturan hukum yang merupakan hasil penalaran manusia yang tak luput dari kesalahan atau adat-istiadat setempat, menjadi kabur dan dilupakan.
Masalah hukum Islam dan perubahan menjadi isu utama pada abad ke-19 dan 20, ketika kaum Muslim menanggapi pengaruh modernisasi dan pembangunan.
Juru Bicara
Sekadar mengingatkan John Louis Esposito dikenal sebagai seorang pengamat Islam atau ―Islamisis yang netral dan relatif proporsional- sebagai pembedaan dengan Orientalis- terkemuka di Barat.
Esposito juga dikenal sebagai salah seorang cendekiawan yang sangat aktif menyuarakan dialog peradaban, dialog antarumat beragama, terutama antara Islam dan Kristen. Ia juga dikenal sebagai penulis yang sangat produktif sekaligus kritis terhadap kajian yang dilakukan oleh para pakar Islam di Barat dan telah melahirkan puluhan karya baik dalam bentuk buku, ratusan artikel, penelitian tentang Islam yang menjadi referensi penting bagi sarjana Muslim dan Barat pada umumnya.
Beberapa karya terpenting Esposito adalah buku The Islamic Threat: Myth or Reality, Dalam buku ini, Esposito mengambil sikap yang berbeda dengan pakar keislaman di Barat dalam melihat kebangkitan Islam dan membantah teori para pakar Islam di Barat yang menyatakan Islam sebagai ancaman baru pasca tumbangnya komunisme yang dibesar-besarkan para pakar dan dilestarikan oleh media-media di Barat. Karya terpenting lainnya adalah, Islam: The Straight Path, Unholy War: Terror in the Name of Islam dan The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World.
Posisi Esposito seringkali diterjemahkan berbagai kalangan sebagai juru bicara Islam dan Barat mengajak untuk selalu bekerjasama dan tidak tenggelam dalam konflik peradaban. Oleh karena itu, menurut Esposito bahwa saat ini perjumpaan Islam dan Barat harus dimaknai membangun dialog peradaban, bukan konfrontasi atau saling curiga.
(mhy)