Ceramah Ustaz Adi Hidayat di Masjid Al-Hikmah New York
Jum'at, 30 Desember 2022 - 08:52 WIB
Imam Shamsi Ali
Direktur Jamaica Muslim Center, Presiden Nusantara Foundation, Murid Ustaz Adi Hidayat
Masyarakat Muslim Indonesia New York mendapat keberkahan dengan kunjungan ulama cendekia Indonesia masa kini, Al-Ustadz Adi Hidayat . Kunjungan beliau ke New York menjadi bagian dari kegiatan safari dakwah setelah menjadi pembicara utama di Muktamar Tahunan Masyarakat Muslim Indonesia di Amerika (IMSA).
Selama di New York, ustaz kondang yang menjadi idola hampir semua kalangan lintas batas (profesi, umur, bahkan madzhab dan organisasi) itu, selain memberikan tausiah di masjid Al-Hikmah, masjid yang dimiliki dan dikelolah oleh Komunitas Muslim Indonesia, juga melakukan kunjungan ke beberapa tempat. Di antaranya kunjungan ke gedung Pusat PBB New York, Islamic Cultural Center of New York, dan juga Ground Zero (bekas gedung WTC).
Ustaz Adi Hidayat sebagaimana dikenal luas adalah sosok ulama yang mu’tamad dan solid dalam keilmuan. Beliau sangat kuat dalam referensi tekstual dari Al-Quran dan as-Sunnah maupun referensi keagamaan dalam Al-Fiqh wa ushuluh bahkan Sirah dan ilmu-ilmu terkait dengan “Islamic sciences” (ulum islamiyah).
Kekuatan beliau dalam keilmuan tekstual (bahkan traditional) keislaman terbangun di atas pemahaman yang luas dan dalam. Bukan sekedar menengok permukaan air untuk mengukur kedalaman air di lautan. Keilmuan beliau solid di atas rata-rata keilmuan kita.
Lebih jauh lagi keilmuan beliau tentang teks-teks keagamaan diimbangi dengan wawasan dan pandangan kontekstual yang luas. Sehingga soliditas beliau ada pada aspek tekstual dan kontekstual sekaligus.
Pada catatan ini saya hanya akan menyampaikan satu masalah keagamaan yang dibahas panjang lebar, bahkan sejujurnya serasa belum cukup. Yaitu pemahaman tentang konsep sunnah vs bid’ah dalam amalan-amalan keagamaan kita.
Menjawab pertanyaan seorang jamaah beliau menjelaskan bahwa menyimpulkan, apalagi menghakimi orang lain dengan bid’ah tidak sesederhana itu. Tapi perlu pendalaman, baik teks-teks keagamaan yang berkaitan, bahkan sejarah dan konteks dari wurud hadis dan pemahaman ulama di kemudian hari.
Penjelasan beliau tentang madzahib (madzhab-madzhab) dan sejarahnya begitu gamblang, yang serasa menjadikan kita yang mendengarnya tersadarkan bahwa perbedaan-perbedaan yang ada di antara ulama-ulama itu adalah biasa dan pada akhirnya semua bisa saja dikategorikan “justified” (berdasar).
Berbagai contoh yang beliau sampaikan juga sangat aktual dan relevan bagi masyarakat Muslim di Amerika, termasuk warga Indonesia. Satu di antaranya, sebagai contoh, adalah pengumpulan zakat fitr yang menurutnya asal usulnya adalah makanan pokok (fitr-furthur). Rasul mengeluarkan zakat fitr dengan kurma dan gandum karena itulah makanan pokok di masanya.
Namun dengan semakin melebarnya Islam di dunia global terjadi pergeseran konteks. Makanan pokok bagi orang Indonesia adalah beras. Karenanya beras adalah zakat fitr yang sunnah bagi orang Indonesia.
Pada konteks ini bagi warga Muslim Indonesia di New York dan di luar negeri lainnya akan lebih maksimal jika zakat fitr itu dibagikan di Indonesia. Jika beras dibagikan di kota New York terasa kurang maksimal. Masalahnya kemudian, beras tidak mungkin ditransfer ke Indonesia. Di sinilah uang sangat memungkinkan, tidak bid’ah, untuk dikirimkan untuk selanjutnya penerima zakat membelikan berasnya (makanan pokok).
Penjelasan Ustaz Adi dalam berbagai masalah yang ditanyakan sengat gamblang dan mudah dipahami. Tapi sekali lagi sangat solid, baik pada tataran teks-tema keagamaan maupun konteks keadaan di mana Umat ini hidup…termasuk masalah kiblat yang selalu diperdebatkan.
Intinya menyimpulkan isu ini bukan sederhana, apalagi dengan arahan kompas. Memerlukan ulama dengan kesadaran ilmu dan hati. Jika semua menjadi mufti dan mengeluarkan fatwa akan terjadi kerisauan jamaah.
Sungguh beruntung warga Muslim Indonesia New York dan sekitarnya mendapat keberkahan kunjungan ini. Semoga beliau sehat selalu, panjang umur, dan segera kembali lagi ke jantung dunia, kota New York yang tak pernah sepi. The City that never sleep!
Thank you, jazakumullah dan Barakallah fiikum Ustadzana, Adi Hidayat!
NYC Subway, 29 Desember 2022
Direktur Jamaica Muslim Center, Presiden Nusantara Foundation, Murid Ustaz Adi Hidayat
Masyarakat Muslim Indonesia New York mendapat keberkahan dengan kunjungan ulama cendekia Indonesia masa kini, Al-Ustadz Adi Hidayat . Kunjungan beliau ke New York menjadi bagian dari kegiatan safari dakwah setelah menjadi pembicara utama di Muktamar Tahunan Masyarakat Muslim Indonesia di Amerika (IMSA).
Selama di New York, ustaz kondang yang menjadi idola hampir semua kalangan lintas batas (profesi, umur, bahkan madzhab dan organisasi) itu, selain memberikan tausiah di masjid Al-Hikmah, masjid yang dimiliki dan dikelolah oleh Komunitas Muslim Indonesia, juga melakukan kunjungan ke beberapa tempat. Di antaranya kunjungan ke gedung Pusat PBB New York, Islamic Cultural Center of New York, dan juga Ground Zero (bekas gedung WTC).
Ustaz Adi Hidayat sebagaimana dikenal luas adalah sosok ulama yang mu’tamad dan solid dalam keilmuan. Beliau sangat kuat dalam referensi tekstual dari Al-Quran dan as-Sunnah maupun referensi keagamaan dalam Al-Fiqh wa ushuluh bahkan Sirah dan ilmu-ilmu terkait dengan “Islamic sciences” (ulum islamiyah).
Kekuatan beliau dalam keilmuan tekstual (bahkan traditional) keislaman terbangun di atas pemahaman yang luas dan dalam. Bukan sekedar menengok permukaan air untuk mengukur kedalaman air di lautan. Keilmuan beliau solid di atas rata-rata keilmuan kita.
Lebih jauh lagi keilmuan beliau tentang teks-teks keagamaan diimbangi dengan wawasan dan pandangan kontekstual yang luas. Sehingga soliditas beliau ada pada aspek tekstual dan kontekstual sekaligus.
Pada catatan ini saya hanya akan menyampaikan satu masalah keagamaan yang dibahas panjang lebar, bahkan sejujurnya serasa belum cukup. Yaitu pemahaman tentang konsep sunnah vs bid’ah dalam amalan-amalan keagamaan kita.
Menjawab pertanyaan seorang jamaah beliau menjelaskan bahwa menyimpulkan, apalagi menghakimi orang lain dengan bid’ah tidak sesederhana itu. Tapi perlu pendalaman, baik teks-teks keagamaan yang berkaitan, bahkan sejarah dan konteks dari wurud hadis dan pemahaman ulama di kemudian hari.
Penjelasan beliau tentang madzahib (madzhab-madzhab) dan sejarahnya begitu gamblang, yang serasa menjadikan kita yang mendengarnya tersadarkan bahwa perbedaan-perbedaan yang ada di antara ulama-ulama itu adalah biasa dan pada akhirnya semua bisa saja dikategorikan “justified” (berdasar).
Berbagai contoh yang beliau sampaikan juga sangat aktual dan relevan bagi masyarakat Muslim di Amerika, termasuk warga Indonesia. Satu di antaranya, sebagai contoh, adalah pengumpulan zakat fitr yang menurutnya asal usulnya adalah makanan pokok (fitr-furthur). Rasul mengeluarkan zakat fitr dengan kurma dan gandum karena itulah makanan pokok di masanya.
Namun dengan semakin melebarnya Islam di dunia global terjadi pergeseran konteks. Makanan pokok bagi orang Indonesia adalah beras. Karenanya beras adalah zakat fitr yang sunnah bagi orang Indonesia.
Pada konteks ini bagi warga Muslim Indonesia di New York dan di luar negeri lainnya akan lebih maksimal jika zakat fitr itu dibagikan di Indonesia. Jika beras dibagikan di kota New York terasa kurang maksimal. Masalahnya kemudian, beras tidak mungkin ditransfer ke Indonesia. Di sinilah uang sangat memungkinkan, tidak bid’ah, untuk dikirimkan untuk selanjutnya penerima zakat membelikan berasnya (makanan pokok).
Penjelasan Ustaz Adi dalam berbagai masalah yang ditanyakan sengat gamblang dan mudah dipahami. Tapi sekali lagi sangat solid, baik pada tataran teks-tema keagamaan maupun konteks keadaan di mana Umat ini hidup…termasuk masalah kiblat yang selalu diperdebatkan.
Intinya menyimpulkan isu ini bukan sederhana, apalagi dengan arahan kompas. Memerlukan ulama dengan kesadaran ilmu dan hati. Jika semua menjadi mufti dan mengeluarkan fatwa akan terjadi kerisauan jamaah.
Sungguh beruntung warga Muslim Indonesia New York dan sekitarnya mendapat keberkahan kunjungan ini. Semoga beliau sehat selalu, panjang umur, dan segera kembali lagi ke jantung dunia, kota New York yang tak pernah sepi. The City that never sleep!
Thank you, jazakumullah dan Barakallah fiikum Ustadzana, Adi Hidayat!
NYC Subway, 29 Desember 2022
(mhy)