Peristiwa Bulan Rajab: Sayyidah Aminah Mulai Mengandung Tanpa Gangguan

Minggu, 07 Januari 2024 - 11:34 WIB
loading...
Peristiwa Bulan Rajab: Sayyidah Aminah Mulai Mengandung Tanpa Gangguan
Pasukan Gajah. Sayyidah Aminah hamil di bulan Rajab dan melahirkan di Rabiul Awal tahun Gajah. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Sayyidah Aminah binti Wahb mulai mengandung janin yang kelak diberi nama Muhammad pada bulan Rajab. Setelah mengandung selama sembilan bulan, pada bulan Rabi’ul Awwal, Sayyidah Aminah melahirkan makhluk yang paling mulia, baginda Nabi agung Muhammad SAW.

Prof Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul "Membaca Sirah Nabi Muhammad" (Lentera Hati, 2011) menjelaskan bahwa selain mengandung janin yang istimewa, Aminah tak sama sekali mengalami gangguan ataupun kesulitan akibat kehamilannya. Padahal biasanya para wanita hamil kerap mengalami kesulitan dan gangguan fisik akibat kehamilan.



Selama masa kehamilan itu, berdasarkan beberapa riwayat, terdapat bisikan atau mimpi yang menggembirakan tentang janin yang dikandung Sayyidah Aminah. Maka dengan mengingat dan merenungkan hal-hal tersebut membuat Sayyidah Aminah merasa tenang dan aman serta mengenyahkan segala hal yang mengganggu fisik dan pikirannya.

Diriwayatkan bahwa pada suatu malam, ketika bulan memancarkan sinarnya dengan terang, Sayyidah Aminah mendengar suara yang berkata, “Tidak lama lagi engkau akan melahirkan tokoh umat ini. Kalau dia lahir, berdoalah memohon perlindungan untuknya dari Yang Maha Esa dan dari semua yang iri hati dan namailah dia Muhammad.”

Maka pada hari Senin malam menjelang fajar, Sayyidah Aminah dengan ditemani hanya oleh pembantunya yang berasal dari Ethiopia, Barakah Ummu Aiman, mulai merasakan tanda-tanda akan melahirkan. Disebutkan juga dalam beberapa riwayat bahwa bidan yang membantu Sayyidah Aminah melahirkan bernama Al-Syaffa.

Pada mulanya Sayyidah Aminah merasa takut dan hal ini sangat wajar bagi ibu hamil yang hendak melahirkan. Lebih-lebih kelahiran anak pertama. Namun rasa takut itu hanya hinggap sekejap saja di hati Sayyidah Aminah, beliau kemudian dapat melahirkan dengan normal.

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" menceritakan pada saat Sayyidah Aminah hamil, sang suami Abdullah bin Abdul Muthalib wafat.



Alkisah, pada saat ibunda Aminah sedang hamil, ayahanda Abdullah meninggalkan sang istri tercinta untuk berdagang ke Suriah. Ia juga pergi ke Gaza. Kemudian singgah ke tempat saudara-saudara ibunya di Madinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam perjalanan.

Saat Abdullah akan kembali pulang dengan kafilah ke Mekkah tiba-tiba ia menderita sakit. Kawan-kawannya pun pulang lebih dulu meninggalkan Abdullah di rumah saudaranya di Madinah .

Begitu mendengar putranya sakit, Abdul Muthalib mengutus Harith- anaknya yang sulung – untuk menjemput Abdullah ke Madinah . Tetapi sesampainya di Madinah ia menerima kabar duka bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan pula. Abdullah meninggal sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Mekkah.

Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa hati Abdul Muthalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan hidupnya.

Abdullah mewariskan lima ekor unta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak perempuan, yaitu Umm Ayman - yang kemudian menjadi pengasuh Nabi. Tak lama kemudian, Aminah melahirkan seorang anak laki-laki.

Abdul Muthalib menyambut kelahiran cucunya itu dengan gembira. Ia menganggap ini sebagai pengganti Abdullah, anaknya. Diangkatnya bayi itu lalu dibawanya ke Ka'bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama ini tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal.

Pada hari ketujuh kelahiran Muhammad, Abdul-Muthalib minta disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. "Kuinginkan dia akan menjadi orang yang Terpuji, bagi Tuhan di langit dan bagi makhlukNya di bumi," jawab Abdul Muthalib.



Beda Pendapat

Menurut Haekal, ada perbedaan pendapat mengenai hari, tanggal, bulan dan tahun kelahiran nabi. Caussin de Perceval dalam Essai sur l'Histoire des Arabes menyebut, bahwa Muhammad dilahirkan bulan Agustus 570, yakni Tahun Gajah, dan bahwa dia dilahirkan di Mekkah di rumah kakeknya Abdul Muthalib.

“Hari itu (Senin) adalah hari kelahiranku," jawab Nabi Muhammad ketika ditanya seorang sahabat mengapa dirinya berpuasa pada hari Senin.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2183 seconds (0.1#10.140)