Cak Nur: Nabi Ibrahim, Musa dan Isa Adalah Tokoh Muslim

Selasa, 31 Januari 2023 - 05:15 WIB
loading...
A A A
Meskipun problem di sini agaknya lebih banyak berurusan dengan soal kemampuan ekspresif, bukan substantif (orang tahu atau merasa tahu substansinya, tapi gagal mengungkapkannya).

Menurut Cak Nur, namun realita menunjukkan adanya kesulitan yang nyata. Karena suatu 'pesan dasar' mengacu pada suatu nilai yang amat tinggi, karena itu ada risiko abstraksi yang tinggi pula, maka dalam suatu masyarakat yang diliputi paham serba simbol 'pesan dasar' itu sering terkacaukan dengan hal-hal simbolik dan formal yang mewadahinya.

"Beragama bagi seseorang tentu tidak akan bermakna, jika ia tidak mampu menangkap pesan dasar itu, namun dalam kenyataan kita masih menemui diri kita, sering tidak begitu jelas mengenai pesan dasar itu," ujar Cak Nur.

Cak Nur melanjutkan, tanpa berarti dukungan untuk salah satu dari Ahl al-Dhawahir dan Ahl al-Bawathin yang buah pikiran mereka sempat ikut mewarnai polemik-polemik dalam khazanah literatur Islam klasik, tidak bisa disangkal, kecenderungan banyak orang menilai kadar keimanan orang lain hanya dari segi hal-hal simbolik dan formal, merupakan indikasi kesulitan menangkap pesan dasar agama seperti sering dikhawatirkan sementara Ahl al-Bawathin tentang orientasi keagamaan Ahl al-Dhawahir.



Perjanjian dengan Allah

Menurut Cak Nur, dalam Kitab Suci al-Qur'an banyak diungkapkan tentang adanya perjanjian, persetujuan dan kesepakatan antara Tuhan dan manusia, yang dinyatakan dalam kata-kata Arab sebagai abd, 'aqd dan mitsaq.

Sebuah firman suci menyebutkan adanya perjanjian primordial antara Tuhan dan manusia, bahwa manusia tidak akan menyembah setan dan harus hanya menyembah Allah semata.

Artinya, manusia harus menempuh hidup bermoral, demi perkenan Tuhan (ridha Allah), dan harus menjauh dari penyembahan kepada setan, dengan berbuat hal-hal tidak bermoral (fahsya', munkar).

Perjanjian primordial itu juga diungkapkan dalam bahasa metaforik yang sangat ilustratif, demikian:

Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengambil (menciptakan) dari anak cucu Adam, yaitu dari tulang belakang mereka, keturunan mereka dan Dia minta kesaksian mereka atau diri mereka sendiri: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka mergawab: "Benar, kami bersaksi!" (Demikian itu supaya kami tidak) berkata di hari Kiamat: "Sesungguhnya kami lupa akan hal itu." [QS. al-A'raf/7:172]

Perjanjian itu pula yang terjadi antara Tuhan dan Adam, namun kemudian Adam melupakannya dan tergoda setan, yang membuatnya diusir dari surga.[Lihat QS. Thaha/20 :115]

Karena itu manusia diharapkan memenuhi perjanjiannya dengan Tuhan, agar Tuhan pun memenuhi perjanjian-Nya dengan manusia.[ Lihat QS. al-Baqarah/2:40]

Maka kaum beriman sejati ialah mereka yang memenuhi janjinya, dengan Allah dan tidak membatalkan kesepakatan antara dia dan Allah itu.[Lihat QS. al-Ra'd/13 :20]



Sebaliknya orang itu kafir, jika menyalahi perjanjiannya dengan Allah setelah perjanjian itu menjadi kesepakatan.[Lihat QS. al-Ra'd/13 :25]

Muhammad Asad dalam "The Message of the Qur'an" mengutip Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf, menerangkan, perjanjian (Inggris: covenant) antara Allah dan manusia itu, sebagaimana telah disinggung, adalah suatu istilah umum yang mencakup kewajiban-kewajiban moral dan sosial yang timbul akibat iman itu, terhadap sesama manusia.

Asad juga memperjelas makna perjanjian dengan Allah (ahd Allah), yang dalam bahasa Inggris secara konvensional diterjemahkan dengan God's covenant, sebagai merujuk pada kewajiban moral manusia untuk menggunakan karunia bawaan lahirnya --intelektual dan fisik-- dalam suatu cara yang ditetapkan Ailah untuknya, yang antara lain akan membawa manusia kepada kesadaran akan dirinya berhadapan dengan Sang Maha Pencipta.

Kesadaran Ketuhanan (Rabbaniyyah) yang mendasari akhlaq mulia itulah inti pesan dasar agama lewat para Rasul. [Lihat QS Ali Imran 3:79] Dan pokok perjanjian Tuhan dengan semua Nabi: "Ingatlah ketika Kami (Tuhan) mengambil dari para Nabi perjanjian mereka, juga dari engkau (Muhammad) dan dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan telah Kami ambil dari mereka perjanjian yang berat." [ QS al-Ahzab/33 :7]

Pemenuhan perjanjian manusia dengan Tuhannya itu melahirkan sikap hidup bertakwa, yaitu sikap hidup yang penuh pertimbangan moral, atas dasar keinsyafan mendalam, bahwa Allah adalah Maha Hadir, yang selamanya menyertai dan mengawasi tingkah laku setiap orang. Maka al-Qur'an pun disebutkan sebagai "petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa."[Lihat QS. al-Baqarah/2 :2]
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1747 seconds (0.1#10.140)