Lebih Baik Tersibukkan dalam Tugas-Tugas Perkawinan Ketimbang Ibadah Sunnah
loading...
A
A
A
Para ahli ilmu kalam telah menyusun seuntai pepatah: lebih baik tersibukkan dalam tugas-tugas perkawinan daripada dalam ibadah-ibadah sunnah. Hal ini dinukil Imam al-Ghazali dalam bukunya berjudul "The Alchemy of Happiness" diterjemahkan Haidar Bagir menjadi " Kimia Kebahagiaan " (Mizan).
Imam al-Ghazali mengingatkan seuntai pepatah ahli ilmu kalam tersebut untuk menggambarkan betapa perkawinan memainkan peran yang besar dalam kehidupan manusia.
Mengetahui bahwa Allah, sebagaimana kata al-Qur'an , "Hanya menciptakan manusia dan jin untuk beribadah," maka keuntungan yang pertama dan nyata dalam perkawinan adalah bahwa para penyembah Allah menjadi makin banyak jumlahnya.
Keuntungan lain daripada perkawinan adalah sebagaimana disabdakan oleh Nabi: "Doa anak-anak bermanfaat bagi orang tuanya jika orang tuanya itu telah meninggal, dan anak-anak yang meninggal sebelum orang tuanya akan memintakan ampun bagi mereka di Hari Pengadilan."
Sabda Nabi pula: "Ketika seorang anak diperintahkan untuk masuk surga, dia menangis dan berkata, "Saya tak akan memasukinya tanpa ayah dan ibu saya."
Juga, suatu hari Nabi dengan keras menarik lengan baki seseorang ke arah dirinya sambil bersabda, "Demikianlah anak-anak akan menarik orang tuanya ke surga."
Beliau menambahkan, "Anak-anak berkumpul berdesak-desakan di pintu gerbang surga dan menjerit memanggil ayah dan ibunya, hingga keduanya yang masih berada di luar diperintahkan untuk masuk dan bergabung dengan anak-anak mereka."
Selanjutnya, Imam al-Ghazali menyebut 6 hal-hal yang harus dikerjakan dalam perkawinan.
Pertama; karena perkawinan adalah suatu lembaga keagamaan, maka ia mesti diperlakukan secara keagamaan. Jika tidak demikian, pertemuan antara laki-laki dan wanita itu tidak lebih baik daripada pertemuan antar hewan. Syariat memerintahkan agar diselenggarakan perjamuan dalam setiap perkawinan.
Ketika Abdurrahman bin 'Auf merayakan perkawinannya NabiSAW berkata kepadanya: "Buatlah suatu pesta perkawinan, meskipun hanya dengan seekor kambing."
Ketika NabiSAW sendiri merayakan perkawinannya dengan Shafiyyah, beliau membuat pesta perkawinan dan menghidangkan kurma dan gandum saja. Demikian pula, perkawinan sebaiknya dimeriahkan dengan memukul rebana dan memainkan musik, karena manusia adalah mahkota penciptaan.
Kedua; seorang suami istri mesti terus bersikap baik terhadap istrinya. Hal ini tidak berarti bahwa ia tidak boleh menyakitinya, melainkan sebaiknya menanggung dengan sabar semua perasaan tidak enak yang diakibatkan oleh istrinya, baik itu karena ketidak-masukakalan sikap istrinya atau sikap tidak-berterimakasihnya. Wanita diciptakan lemah dan membutuhkan perlindungan; karenanya ia mesti diperlakukan dengan sabar dan terus dilindungi.
NabiSAW bersabda: "Seseorang yang mampu menanggung ketidakenakan yang ditimbulkan oleh istrinya dengan penuh kesabaran akan memperoleh pahala sebesar yang diterima oleh Ayub a.s. atas kesabarannya menanggung bala (ujian) yang menimpanya."
Pada saat-saat sebelum wafatnya, orang mendengar pula NabiSAW bersabda: "Teruslah berdoa dan perlakukan istri-istrimu dengan baik, karena mereka adalah tawanan-tawananmu." Beliau sendiri selalu menanggung dengan sabar tingkah laku istri-istrinya.
Suatu hari istri Umar marah dan mengomelinya, ia berkata kepadanya: "Hai kau yang berlidah tajam, berani kau menjawabku?" Istrinya menjawab, "Ya, penghulu para nabi lebih baik daripadamu, sedangkan istri-istrinya saja mendebatnya."
Ia menjawab: "Celakalah Hafshah (Putri Sayidina Umar, istri Nabi SAW) jika ia tidak merendahkan dirinya sendiri." Dan ketika ia berjumpa Hafshah, ia berkata, "Awas, kau jangan mendebat Rasul." Nabi saw. juga berkata: "Yang terbaik di antaramu adalah yang terbaik sikapnya kepada keluarganya sendiri, dan akulah yang terbaik sikapnya terhadap keluargaku."
Ketiga; seorang suami istri mesti berkenan terhadap rekreasi-rekreasi dan kesenangan-kesenangan istrinya dan tidak mencoba menghalanginya.
Imam al-Ghazali mengingatkan seuntai pepatah ahli ilmu kalam tersebut untuk menggambarkan betapa perkawinan memainkan peran yang besar dalam kehidupan manusia.
Mengetahui bahwa Allah, sebagaimana kata al-Qur'an , "Hanya menciptakan manusia dan jin untuk beribadah," maka keuntungan yang pertama dan nyata dalam perkawinan adalah bahwa para penyembah Allah menjadi makin banyak jumlahnya.
Keuntungan lain daripada perkawinan adalah sebagaimana disabdakan oleh Nabi: "Doa anak-anak bermanfaat bagi orang tuanya jika orang tuanya itu telah meninggal, dan anak-anak yang meninggal sebelum orang tuanya akan memintakan ampun bagi mereka di Hari Pengadilan."
Sabda Nabi pula: "Ketika seorang anak diperintahkan untuk masuk surga, dia menangis dan berkata, "Saya tak akan memasukinya tanpa ayah dan ibu saya."
Juga, suatu hari Nabi dengan keras menarik lengan baki seseorang ke arah dirinya sambil bersabda, "Demikianlah anak-anak akan menarik orang tuanya ke surga."
Beliau menambahkan, "Anak-anak berkumpul berdesak-desakan di pintu gerbang surga dan menjerit memanggil ayah dan ibunya, hingga keduanya yang masih berada di luar diperintahkan untuk masuk dan bergabung dengan anak-anak mereka."
Selanjutnya, Imam al-Ghazali menyebut 6 hal-hal yang harus dikerjakan dalam perkawinan.
Pertama; karena perkawinan adalah suatu lembaga keagamaan, maka ia mesti diperlakukan secara keagamaan. Jika tidak demikian, pertemuan antara laki-laki dan wanita itu tidak lebih baik daripada pertemuan antar hewan. Syariat memerintahkan agar diselenggarakan perjamuan dalam setiap perkawinan.
Ketika Abdurrahman bin 'Auf merayakan perkawinannya NabiSAW berkata kepadanya: "Buatlah suatu pesta perkawinan, meskipun hanya dengan seekor kambing."
Ketika NabiSAW sendiri merayakan perkawinannya dengan Shafiyyah, beliau membuat pesta perkawinan dan menghidangkan kurma dan gandum saja. Demikian pula, perkawinan sebaiknya dimeriahkan dengan memukul rebana dan memainkan musik, karena manusia adalah mahkota penciptaan.
Kedua; seorang suami istri mesti terus bersikap baik terhadap istrinya. Hal ini tidak berarti bahwa ia tidak boleh menyakitinya, melainkan sebaiknya menanggung dengan sabar semua perasaan tidak enak yang diakibatkan oleh istrinya, baik itu karena ketidak-masukakalan sikap istrinya atau sikap tidak-berterimakasihnya. Wanita diciptakan lemah dan membutuhkan perlindungan; karenanya ia mesti diperlakukan dengan sabar dan terus dilindungi.
NabiSAW bersabda: "Seseorang yang mampu menanggung ketidakenakan yang ditimbulkan oleh istrinya dengan penuh kesabaran akan memperoleh pahala sebesar yang diterima oleh Ayub a.s. atas kesabarannya menanggung bala (ujian) yang menimpanya."
Pada saat-saat sebelum wafatnya, orang mendengar pula NabiSAW bersabda: "Teruslah berdoa dan perlakukan istri-istrimu dengan baik, karena mereka adalah tawanan-tawananmu." Beliau sendiri selalu menanggung dengan sabar tingkah laku istri-istrinya.
Suatu hari istri Umar marah dan mengomelinya, ia berkata kepadanya: "Hai kau yang berlidah tajam, berani kau menjawabku?" Istrinya menjawab, "Ya, penghulu para nabi lebih baik daripadamu, sedangkan istri-istrinya saja mendebatnya."
Ia menjawab: "Celakalah Hafshah (Putri Sayidina Umar, istri Nabi SAW) jika ia tidak merendahkan dirinya sendiri." Dan ketika ia berjumpa Hafshah, ia berkata, "Awas, kau jangan mendebat Rasul." Nabi saw. juga berkata: "Yang terbaik di antaramu adalah yang terbaik sikapnya kepada keluarganya sendiri, dan akulah yang terbaik sikapnya terhadap keluargaku."
Baca Juga
Ketiga; seorang suami istri mesti berkenan terhadap rekreasi-rekreasi dan kesenangan-kesenangan istrinya dan tidak mencoba menghalanginya.