Misi Hadis Penaklukan Konstantinopel, Bukan Sekadar Hagia Shopia

Rabu, 15 Juli 2020 - 15:38 WIB
loading...
Misi Hadis Penaklukan...
Muhammad Al-Fatih dan Hagia Sophia. Foto/Ilustrasi/Ist/Anadolu agency
A A A
MISI penaklukan umat Islam atas konstantinopel adalah misi suci yang mengemban amanah sebuah hadis Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam (SAW) . “Sesungguhnya Konstantinopel itu pasti akan dibuka (ditaklukan). Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.”(HR Bukhari). ( )

Hadis ini membakar semangat juang kaum muslim pada tiap generasi untuk membebaskan negeri itu. Dan memang, upaya penaklukan Konstantinopel memakan waktu yang sangat panjang dan perjuangan yang tak ringan. Namun kaum muslimin sangat percaya dan meyakini apa yang dikatakan Nabi pasti terjadi dengan izin Allah SWT.

Delapan abad berlalu setelah hadis ini, tepatnya pada tahun 1453 M, Konstantinopel berhasil ditaklukan oleh kaum muslimin di bawah pimpinan Muhammad Al-Fatih . Terbuktilah apa yang pernah dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari itu. ( )

Bisa dibilang, penaklukan Konstantinopel karena dorongan iman kepada Allah SWT yang disemangati oleh hadis Nabi yang menjanjikan kota itu akan dapat ditaklukkan. Sebagai orang muslim, setiap mereka pada saat itu berharap merekalah yang akan mendapatkan gelar yang dikabarkan oleh Rasulullah itu dan mendapatkan keutamaan di sisi Allah.



Hadis inilah yang menjadi landasan dan motivasi bagi kaum muslimin dalam mewujudkan proyek besar tersebut. Hadis ini pula yang selalu disampaikan kepada Muhammad Al-Fatih oleh para gurunya.

Lagi pula, sudah ratusan tahun lamanya kota Konstantinopel menjadi pusat kemegahan bangsa Romawi . Pusat peradaban dan kebudayaan. Di sisi lain, kaum muslimin telah dapat menaklukkan Madain, pusat kekuasaan orang Parsi. Kala itu, umat Islam berpikir Konstantinopel tinggal selangkah lagi.



Di luar itu, konstantinopel memang menggoda. Ini adalah kota yang indah. Sudah begitu, letaknya sangat strategis karena menghubungkan antara dua benua: Asia dan Eropa. Menguasai Konstantinopel akan semakin mempermudah penyebaran agama Islam ke Benua Eropa.

Secara ekonomi, dengan menguasai Konstantinopel maka umat Islam akan menguasai jalur perdagangan antarbenua tersebut.

Hanya saja, bagaimana pun banyak yang berpendapat upaya penaklukan konstantinopel merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh kaum muslimin bukan semata-mata karena nilai strategisnya tetapi juga dalam rangka mewujudkan hadis Nabi Muhammad yang mengatakan perihal kejatuhan kota ini ke tangan kaum muslimin.



Simbol Kedigdayaan
Konstantinopel merupakan sebuah negeri indah, makmur yang menjadi salah satu simbol kedigdayaan berabad-abad lamanya.
Kekaisaran Byzantium tegak kokoh menduduki singgasana kekuasaan yang menggoda semua penguasa kerajaan. Bahkan Napoleon Bonaparte, kaisar dan jenderal kebanggaan Perancis di abad 19 tidak sanggup menahan ungkapan hasratnya tentang negeri itu, “…kalaulah dunia ini sebuah negara, maka konstantinopel inilah yang paling layak menjadi ibu negaranya!” ujarnya. (Abu Fatah Grania : 325).

Konstantinopel dibangun oleh Konstantin I pada tahun 330 M, atau 200 tahun sebelum kelahiran Rasulullah SAW. Negeri ini memecah kekuasaan Romawi menjadi Romawi Timur dan menjadi pusat penyebaran agama Kristen Yunani Ortodoks. Sementara Romawi Barat menjadi pusat Kristen Katolik.

Romawi (Eropa) terbelah dua disebabkan perbedaan penganut Kristen saat itu. Ketika Heraklius menjadi kaisar pada abad ke-6, Rasulullah sempat menyuratinya untuk masuk ke dalam agama Islam, namun seruan dakwah Rasulullah belum bisa diikuti oleh kaisar Kristen tersebut.



Heraklius lalu membalas ajakan baginda Rasulullah SAW dengan penghormatan terhadap beliau. Secara pribadi ia meyakini kebenaran Rasulullah namun ia belum siap menjadi muslim.

Upaya pembebasan Konstantinopel setidaknya dilakukan sebanyak 8 kali oleh umat Islam. Muhammad Farid Bik dalam buku “Taarikh ad-Daulah al-‘Aliyyah al-Utsmaaniyah” bahkan menyebut sebanyak 12 kali. Dan yang ke-12 itu dilakukan Muhammad Al-Fatih.

Setidaknya ada lima kali pada dianasti Umayyah, satu kali pada Dinasti Abbasiyah, dan dua kali pada masa Utsmaniyah.

Sahabat Nabi, Abu Ayyub al-Anshari, ikut serta dalam upaya penaklukan yang pertama kali dalam menyerbu Konstantinopel pada tahun 44 H. Beliau gugur dalam pertempuran ini pada usia 80 tahun.

Baca juga
: Erdogan: Jadi Masjid, Salat Pertama di Hagia Sophia 24 Juli

Abu Ayyub al-Anshari berwasiat agar jasadnya dikuburkan pada titik terjauh dekat dengan Konstantinopel yang dapat dicapai kaum muslimin.

Jika mengacu pada hadis Nabi maka Muhammad Al Fatih adalah sebaik-baik pemimpin, dan pasukan yang menaklukkan Konstantinopel adalah sebaik-baik pasukan.

Muhammad Al Fatih memang bisa dibilang pemimpin yang cerdas selain saleh. Sebelum melakukan penaklukan, setidaknya beliau melakukan tiga langkah strategis.



Pertama, memperbaiki birokrasi negara. Sebelum melakukan ekspansi ke Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih terlebih dahulu memperbaiki kondisi di dalam negerinya. Beliau memperhatikan urusan keuangan negara, mencari sumber-sumber pendapatan negara dan membatasi alokasi pembelanjaannya.

Muhammad Al-Fatih melakukan pencegahan terjadinya pemborosan pada keuangan negara, memperbaiki administrasi pemerintahan daerah, mengganti pejabat yang malas dan mempertahankan yang masih benar dalam menjalankan amanah dengan baik.


Kedua, persiapan militer. Muhammad Al-Fatih mengumpulkan pasukan-pasukan terbaiknya dalam jumlah yang begitu besar hingga mencapai 250.000 orang. Jumlah pasukan yang sangat besar untuk mewujudkan sebuah cita-cita yang sudah ratusan tahun belum bisa tercapai sama sekali.

Persenjataan yang hingga hari ini masih menjadi simbol dari kekuatan Muhammad Al-Fatih dan pasukannya adalah meriam raksasa.

Meriam raksasa ini dibuat oleh Orban yang menawarkan jasanya kepada Muhammad Al-Fatih dengan bayaran tertentu.



Selain persenjataan, Sultan Muhammad Al-Fatih juga melakukan pembangunan benteng dan memperkuat armada lautnya. Muhammad Al-Fatih membangun benteng yang bernama Rumeli Hissari benteng ini dibangun di sebelah barat Selat Bosporus.

Ketiga, mengadakan perjanjian damai. Sebelum melakukan penyerangan ke Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih mengadakan perjanjian damai dengan beberapa Negara Eropa yang menjadi lawannya. Hal ini dilakukan supaya Negara-negara Eropa tidak membantu Konstantinopel dan tidak membahayakan stabilitas negeri Utsmaniyah.

Muhammad Al-Fatih antara lain melakukan perjanjian damai dengan Galata, Venesia, Walachia, Hungaria, dan Genoa. ( )

Setelah langkah-langkah ini dilakukan Al-Fatih melakukan penaklukan. Dan terbukti benar bahwa, “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR Ahmad bin Hanval Al Musnad).
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2040 seconds (0.1#10.140)