Kisah Al-Fatih sang Penakluk Tegakkan Keadilan, Nyaris Hukum Mati Putranya

Senin, 20 Februari 2023 - 14:16 WIB
loading...
Kisah Al-Fatih sang Penakluk Tegakkan Keadilan, Nyaris Hukum Mati Putranya
Sultan Muhammad al-Fatih dikenal sebagai pemimpin yang senantiasa menegakkan keadilan. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Sultan Muhammad Al-Fatih atau Mehmed Sang Penakluk dikenal sebagai pemimpin yang senantiasa menegakkan keadilan. Penguasa Utsmani atau Ottoman ketujuh ini sangat memperhatikan terpeliharanya keadilan di seluruh pelosok wilayah Utsmani .

Buku-buku sejarah menceritakan kepada kita, bahwa salah seorang putra penakluk Konstantinopel pada 1453 ini melakukan beberapa kerusakan di Adrianopel. Hakim yang bertugas saat itu mengirim seseorang untuk melarang putra Sultan melakukan kerusakan, namun putra Sultan tidak mau berhenti. Maka hakim tadi segera berangkat sendiri untuk mencegah perbuatan itu. Ternyata, putra Sultan itu malah memukul hakim dengan pukulan sangat keras.



Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya berjudul "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah", menceritakan tatkala Sultan mendengar perbuatan putranya, dia marah besar dan memerintahkan agar putranya dibunuh, karena telah berani melecehkan orang yang bertugas melaksanakan Syariat.

Kemudian beberapa menteri meminta keringanan kepada Sultan Al Fatih. Namun Sultan menolak permintaan keringanan itu. Mereka segera mendatangi Maula Muhyiddin Muhammad untuk menyelesaikan masalah ini. Namun Sultan Muhammad Al-Fatih menolaknya.

Maka berkatalah Maula Muhyiddin, “Sesungguhnya hakim ini, dalam kedudukan sebagai hakim, saat itu, dia menghukum dalam keadaan marah, maka dia tidak berhak duduk sebagai hakim. Maka tatkala dipukul oleh seseorang, tidak berarti orang itu telah melecehkan Syariah hingga dia berhak untuk dibunuh.”

Di sisi lain, dalam hukum Islam juga tidak dibenarkan, seorang memukul hakim, lalu dia diberi sanksi hukuman mati. Hal ini tidak dibenarkan. Sanksi yang benar adalah qishash, hukuman balasan. Siapa yang memukul harus dipukul yang setimpal. Hal itu seperti saat Khalifah Umar bin Khattab menghukum putra gubernur Amru bin Ash yang telah memukul seorang pemuda di Mesir.

Mendengar penjelasan itu Sultan Al Fatih hanya diam.



Setelah itu putranya tadi datang ke Konstantinopel. Beberapa menteri membawanya menghadap Sultan untuk mencium tangannya sebagai ungkapan terima kasih karena dia telah mendapat ampunan. Saat itulah Sultan mengambil satu tongkat besar dan dia pukulkan pada anak tadi dengan pukulan sangat keras, sehingga membuat putranya itu jatuh sakit selama empat bulan.

Orang-orang pun mengobatinya hingga dia sembuh. Kelak putra Sultan ini, yang bernama Daud Pasya, menjadi salah seorang menteri Sultan Bayazid Khan. Dia tidak dendam kepada Sultan, bahkan mendoakan Sultan dengan memujinya, “Sesungguhnya kembalinya saya pada kebenaran ini, tak lepas dari pukulan Sultan itu."

Pemuka Nasrani

Sultan Muhammad Al-Fatih sangat memperhatikan terpeliharanya keadilan di seluruh pelosok wilayah Utsmani. Menurut Ash-Shalabi, untuk memastikan masalah keadilan, Sultan menugaskan beberapa pemuka Nasrani untuk melakukan investigasi dengan berkeliling ke seluruh negeri, dari waktu ke waktu.



Sultan memberikan tugas dan otoritas khusus kepada mereka untuk mengecek pengelolaan negara dan mencermati bagaimana prinsip-prinsip keadilan berjalan di mahkamah-mahkamah (pengadilan). “Para petugas itu diberi kebebasan penuh untuk memberikan kritik atau mencatat hal-hal yang tidak berkenan, untuk kemudian dilaporkan kepada Sultan,” tutur Ash-Shalabi.

Ternyata laporan yang disampaikan para utusan itu menunjukkan, bahwa mahkamah-mahkamah Kesultanan Utsmani telah berlaku adil di antara manusia, tanpa pandang bulu dan warna.

Maka saat Sultan sedang keluar untuk melakukan peperangan, dia berhenti di sebuah wilayah dengan cara mendirikan tenda dan secara terbuka mempersilakan rakyatnya melaporkan masalah-masalah yang dihadapi, termasuk masalah-masalah kejahatan yang dialami.

Sultan sangat menyadari bahwa ahli fiqih dan syariat merupakan orang-orang yang paling mengerti tentang keadilan, paling jeli melihat di mana keadilan itu berada, sekaligus paling berkepentingan untuk menerapkannya.

Beliau memandang bahwa ulama dalam sebuah negara laksana hati dalam badan. Jika mereka baik maka baiklah negara. Sultan sangat memperhatikan Ilmu Pengetahuan dan orang-orang berilmu.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2460 seconds (0.1#10.140)