Usaha Arabisasi Pemerintahan Utsmani yang Mengundang Pertentangan

Senin, 27 Juli 2020 - 08:05 WIB
loading...
Usaha Arabisasi Pemerintahan Utsmani yang Mengundang Pertentangan
Sultan Abdul Hamid II dalam serial film Payitaht. Foto/ilustrasi/Ist
A A A
SEJAK menduduki kursi kesultanan, Sultan Abdul Hamid melihat betapa pentingnya menjadikan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi pemerintahan Utsmani . “Bahasa Arab adalah bahasa yang sangat indah. Maka alangkah indahnya jika kita jadikan dia sebagai bahasa resmi negara ini. Saya telah mengusulkan ini kepada Khairuddin At-Tunisi tatkala dia menjadi Perdana Menteri, untuk menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara,” ujarnya.

Hanya saja Said Pasya, salah seorang yang sangat berpengaruh di istana, menolak usulan tersebut dengan mengatakan; “Jika kita melakukan Arabisasi, maka tidak akan ada sesuatu pun yang tersisa untuk bangsa Turki setelah itu.” ( )

Sultan menilai Said Pasya adalah seorang yang berjiwa kosong dan omongannya ngelantur. Apa hubungannya antara masalah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dengan bangsa Turki? Masalahnya sangat jauh berbeda. “Masalah bangsa Turki adalah satu masalah, sedangkan menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara adalah masalah yang lain. Salah satunya tujuannya adalah agar kita memiliki hubungan yang lebih kuat dengan orang-orang Arab?” tuturnya. ( )

Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah menjelaskan Sultan Abdul Hamid II banyak mengeluhkan para menteri dan orang-orang yang patut dipercaya dari kalangan istana pemerintahan Utsmani -khususnya pada awal pemerintahannya-yang banyak berbeda pendapat dengannya. Mereka banyak yang terpengaruh Barat dan pemikiran nasionalisme . Mereka membentuk kelompok penekan terhadap pemerintah. Baik di masa pemerintahan ayahnya, Abdul Majid, ataupun di masa pemerintahan pamannya, Sultan Abdul Aziz, atau bahkan di masa pemerintahannya.



Masalahnya penolakan usulan-usulan Sultan Abdul Hamid dalam usaha Arabisasi pemerintahan Utsmani bukan hanya datang dari para menteri yang terpengaruh oleh pemikiran Barat, namun juga dari kalangan sebagian ulama .

Ash-Shalabi berpendapat sesungguhnya salah satu kesalahan yang terjadi pada pemerintahan Utsmani adalah, karena mereka tidak menjadikan bahasa Al-Qur’an dan syariah yang mulia sebagai bahasa dan hukum pemerintahannya.



Muhammad Quthb mengatakan, “Seandainya saja pemerintahan Utsmani melakukan Arabisasi dan menjadikan bahasa Arab -yang dengannya agama ini diturunkan sebagai bahasa resmi, maka tidak diragukan bahwa faktor-faktor penyatu di dalam pemerintahan Utsmani akan semakin kuat dan kokoh untuk menghadapi tindakan orang-orang yang kurang ajar.”

“Apalagi dengan belajar bahasa Arab,” tambah Sayyid Quthb, ”Akan membuka peluang yang sangat lebar untuk belajar pengetahuan yang benar dari hakikat-hakikat agama ini secara langsung dari sumbernya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulullah di mana para penguasa dan rakyat pada umumnya sangat merindukannya.”



Kendati demikian, Sayyid Quthb juga tidak menafikkan bahwa di sana telah ada ajaran-ajaran agama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Turki atau yang sengaja ditulis dengan menggunakan bahasa Turki.

Pengawasan Sekolah
Tatkala Sultan Abdul Hamid menjadi Sultan, dia melihat bahwa sekolah-sekolah dan sistem pengajaran sangat terpengaruh oleh pemikiran Barat. Gelombang pemikiran nasionalis adalah pemikiran yang sangat dominan di sekolah-sekolah Utsmani.



Melihat kondisi demikian, Sultan Abdul Hamid merasa terpanggil untuk terlibat dalam urusan ini dan berusaha untuk mengubah orientasinya. Dalam pandangannya, sekolah-sekolah itu harus diarahkan untuk belajar studi Islam. Maka dia segera memerintahkan hal-hal berikut:

1. Mengesampingkan materi sastra dan sejarah umum dari program sekolah, karena hal ini merupakan sarana yang mengantarkan pelajar pada perilaku Barat, dan sejarah nasionalisme bangsa lain yang akan memberi pengaruh negatif terhadap generasi muda muslim.

2. Menjadikan fikih, tafsir dan akhlak sebagai materi pelajaran di sekolah-sekolah.

3. Mencukupkan dengan belajar sejarah Islam termasuk di dalamnya sejarah pemerintahan Utsmani. Sultan menjadikan semua sekolah pemerintah berada di bawah pengawasannya secara langsung. Dia mengarahkannya untuk kepentingan Pan-Islamisme .



Perempuan
Sultan sangat memperhatikan para gadis dan remaja putri. Dia membangun sebuah perumahan khusus perempuan dan melarangnya bercampur baur dengan kaum lelaki. Dalam hal ini, Sultan mengatakan saat melakukan pembelaan terhadap dirinya atas tuduhan Organisasi Persatuan dan Pembangunan bahwa ia adalah musuh akal dan ilmu pengetahuan.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3220 seconds (0.1#10.140)