Sunnah Mengandung Makna yang Lebih Prinsipil Ketimbang Hadis, Begini Penjelasan Cak Nur
loading...
A
A
A
Jika sunnah merupakan keseluruhan perilaku Nabi, maka kita dapat mengetahui dari sumber-sumber yang selama ini tidak dimasukkan sebagai hadis, seperti kitab-kitab sirah atau biografi Nabi. Sebab, dalam lingkup sunnah sebagai keseluruhan tingkah laku Nabi, harus dimasukkan pula corak dan ragam tindakan beliau, baik sebagai pribadi maupun pemimpin. Dalam kedudukan beliau sebagai pemimpin itulah Kitab-kitab sirah banyak memberi gambaran.
Di antara kitab-kitab sirah, termasuk yang sangat dini ditulis ialah Sirah Ibn Ishaq yang kemudian disunting oleh Ibn Hisyam (berturut-turut wafat pada tahun 151 dan 219 Hijri).
Meskipun wafat di Baghdad, Ibn Ishaq lahir di Madinah (pada tahun 85 H), dan tumbuh sebagai sarjana terkemuka di kota Nabi. Dan ia telah mengumpulkan bahan untuk kitab sirah-nya beberapa lama sebelum usaha-usaha pengumpulkan hadis.
Sebelum Ishaq, telah muncul berbagai karya tulis tentang riwayat peperangan Nabi yang lazim disebut kitab-kitab al-Maghazi.
Kitab-kitab itu, bersama dengan kitab-kitab biografi Nabi yang lain amat penting, karena memuat gambaran tentang perjalanan hidup Nabi khususnya dalam kapasitas beliau sebagai pemimpin. Maka, kitab-kitab itu juga merupakan sumber yang baik untuk memahami sunnah, khususnya, jika yang dimaksud selain tindakan-tindakan Nabi atau sabda beliau yang bersifat terpisah dan ad hoc seperti umumnya tema catatan hadits.
Dalam sejarah terbukti bahwa pembacaan biografi Nabi, khususnya yang berkaitan dengan riwayat peperangan beliau yang dikenal sebagai al-Maghazi tersebut, berhasil membangkitkan semangat perjuangan Islam, karena ilham teladan baik dari beliau.
Inilah "eksperimen" Sultan Shalah al-Din al-Ayyubi dalam menghadapi tentara Salib, yang ternyata berhasil gemilang. Dan dengan "eksperimen" itu pemimpin Islam dari Mesir yang kemudian terkenal dengan sebutan "Sultan Saladin" itu mewariskan pada Umat Islam seluruh dunia tradisi Maulid, yaitu upacara memperingati kelahiran Nabi dengan membaca riwayat hidup beliau.
Sunnah Nabi harus pula dipahami sebagai keseluruhan kepribadian Nabi dan akhlak beliau, yang dalam kepribadian dan akhlak beliau disebutkan dalam Kitab Suci sebagai teladan yang baik (uswah hasanah) bagi kita semua "yang benar-benar berharap pada Allah pada Hari Kemudian, serta banyak ingat kepada Allah" (QS al-Ahzab 33:32).
Dan beliau juga dilukiskan dalam Kitab Suci sebagai seorang yang berakhlak amat mulia (QS al-Qalam 68:4). Dengan demikian Nabi, dalam hal ini tingkah laku dan kepribadian beliau sebagai seorang yang berakhlak mulia, menjadi pedoman hidup kedua setelah Kitab Suci bagi seluruh kaum beriman.
Tetapi justru karena itu maka memahami sunnah Nabi tidak dapat lepas dari memahami Kitab Suci sendiri. Sebab sesungguhnya akhlak Nabi yang mulia itu tidak lain adalah semangat Kitab Suci al-Qur'an itu sendiri, sebagaimana dilukiskan A'isyah, isteri beliau.
Dari Kitab Suci kita mengetahui lebih banyak perkembangan kepribadian Nabi yang menggambarkan pengalaman Nabi, baik yang menyenangkan atau tidak, yang keseluruhannya menampilkan sosok Nabi yang berkeprlbadian mulia.
Dari pengamatan atas gambaran itu kita dapat memperoleh ilham tentang peneladanan pada beliau, dan keseluruhan sasaran peneladanan itu tidak lain ialah sunnah nabi. Sebagai contoh, dua surat yang termasuk paling banyak dibaca dalam sembahyang dapat kita renungkan maknanya di sini:
Demi pagi yang cerah dan demi malam ketika telah kelam. Tidaklah Tuhanmu meninggalkan engkau (Muhammad), dan tidak pula murka. Dan pastilah kemudian hari lebih baik bagimu daripada yang sekarang ada. Dan juga pastilah Tuhanmu akan menganugerahimu, maka kamu akan lega. Bukankah Dia mendapatimu yatim, kemudian Dia melindungimu?! Dan Dia mendapatimu bingung, kemudian Dia membimbingmu?! Dan Dia mendapatimu miskin, kemudian Dia memperkayamu?! Maka kepada anak yatim, janganlah engkau menghardik! Dan kepada peminta-minta, janganlah kamu membentak! Sedangkan berkenaan dengan nikmat karunia Tuhanmu, engkau harus nyatakan! ( QS al-Dluha 93 :1-11)
Bukankah Kamu telah lapangkan dadamu?! Dan Kami bebaskan bebanmu, yang memberati punggungmu?! Serta Kami muliakan namamu?! Sebab sesungguhnya bersama kesulitan tentu ada kemudahan! Maka jika engkau bebas, kerja keraslah! Dan kepada Tuhanmu, senantiasa berharaplah! ( QS al-Syarh 94 :1-8)
Cak Nur mengatakan para ahli hampir semuanya sepakat bahwa surat al-Duha turun kepada Nabi berkenaan dengan peristiwa terputusnya wahyu yang relatif panjang, sehingga menimbulkan ejekan dan sinisme kaum musyrik Mekkah bahwa Tuhan telah meninggalkan Nabi dan murka kepadanya.
Dari latar belakang turunnya, surat ini juga menggambarkan tentang suatu dinamika pengalaman Nabi dalam perjuangan beliau, sehingga seperti dikatakan Sayyid Quthub, Allah menghibur beliau dan memberinya dorongan moril, bahwa Allah samasekali tidak meninggalkan beliau dan tidak pula murka.
Allah juga mengingatkan Nabi bahwa masa mendatang lebih penting daripada masa sekarang. Dalam terjemah kontemporernya, Allah mengingatkan Nabi bahwa perjuangan jangka panjang, yang strategis lebih penting daripada pengalaman jangka pendek, yang taktis.
Di antara kitab-kitab sirah, termasuk yang sangat dini ditulis ialah Sirah Ibn Ishaq yang kemudian disunting oleh Ibn Hisyam (berturut-turut wafat pada tahun 151 dan 219 Hijri).
Baca Juga
Meskipun wafat di Baghdad, Ibn Ishaq lahir di Madinah (pada tahun 85 H), dan tumbuh sebagai sarjana terkemuka di kota Nabi. Dan ia telah mengumpulkan bahan untuk kitab sirah-nya beberapa lama sebelum usaha-usaha pengumpulkan hadis.
Sebelum Ishaq, telah muncul berbagai karya tulis tentang riwayat peperangan Nabi yang lazim disebut kitab-kitab al-Maghazi.
Kitab-kitab itu, bersama dengan kitab-kitab biografi Nabi yang lain amat penting, karena memuat gambaran tentang perjalanan hidup Nabi khususnya dalam kapasitas beliau sebagai pemimpin. Maka, kitab-kitab itu juga merupakan sumber yang baik untuk memahami sunnah, khususnya, jika yang dimaksud selain tindakan-tindakan Nabi atau sabda beliau yang bersifat terpisah dan ad hoc seperti umumnya tema catatan hadits.
Dalam sejarah terbukti bahwa pembacaan biografi Nabi, khususnya yang berkaitan dengan riwayat peperangan beliau yang dikenal sebagai al-Maghazi tersebut, berhasil membangkitkan semangat perjuangan Islam, karena ilham teladan baik dari beliau.
Inilah "eksperimen" Sultan Shalah al-Din al-Ayyubi dalam menghadapi tentara Salib, yang ternyata berhasil gemilang. Dan dengan "eksperimen" itu pemimpin Islam dari Mesir yang kemudian terkenal dengan sebutan "Sultan Saladin" itu mewariskan pada Umat Islam seluruh dunia tradisi Maulid, yaitu upacara memperingati kelahiran Nabi dengan membaca riwayat hidup beliau.
Sunnah Nabi harus pula dipahami sebagai keseluruhan kepribadian Nabi dan akhlak beliau, yang dalam kepribadian dan akhlak beliau disebutkan dalam Kitab Suci sebagai teladan yang baik (uswah hasanah) bagi kita semua "yang benar-benar berharap pada Allah pada Hari Kemudian, serta banyak ingat kepada Allah" (QS al-Ahzab 33:32).
Dan beliau juga dilukiskan dalam Kitab Suci sebagai seorang yang berakhlak amat mulia (QS al-Qalam 68:4). Dengan demikian Nabi, dalam hal ini tingkah laku dan kepribadian beliau sebagai seorang yang berakhlak mulia, menjadi pedoman hidup kedua setelah Kitab Suci bagi seluruh kaum beriman.
Tetapi justru karena itu maka memahami sunnah Nabi tidak dapat lepas dari memahami Kitab Suci sendiri. Sebab sesungguhnya akhlak Nabi yang mulia itu tidak lain adalah semangat Kitab Suci al-Qur'an itu sendiri, sebagaimana dilukiskan A'isyah, isteri beliau.
Dari Kitab Suci kita mengetahui lebih banyak perkembangan kepribadian Nabi yang menggambarkan pengalaman Nabi, baik yang menyenangkan atau tidak, yang keseluruhannya menampilkan sosok Nabi yang berkeprlbadian mulia.
Dari pengamatan atas gambaran itu kita dapat memperoleh ilham tentang peneladanan pada beliau, dan keseluruhan sasaran peneladanan itu tidak lain ialah sunnah nabi. Sebagai contoh, dua surat yang termasuk paling banyak dibaca dalam sembahyang dapat kita renungkan maknanya di sini:
Demi pagi yang cerah dan demi malam ketika telah kelam. Tidaklah Tuhanmu meninggalkan engkau (Muhammad), dan tidak pula murka. Dan pastilah kemudian hari lebih baik bagimu daripada yang sekarang ada. Dan juga pastilah Tuhanmu akan menganugerahimu, maka kamu akan lega. Bukankah Dia mendapatimu yatim, kemudian Dia melindungimu?! Dan Dia mendapatimu bingung, kemudian Dia membimbingmu?! Dan Dia mendapatimu miskin, kemudian Dia memperkayamu?! Maka kepada anak yatim, janganlah engkau menghardik! Dan kepada peminta-minta, janganlah kamu membentak! Sedangkan berkenaan dengan nikmat karunia Tuhanmu, engkau harus nyatakan! ( QS al-Dluha 93 :1-11)
Bukankah Kamu telah lapangkan dadamu?! Dan Kami bebaskan bebanmu, yang memberati punggungmu?! Serta Kami muliakan namamu?! Sebab sesungguhnya bersama kesulitan tentu ada kemudahan! Maka jika engkau bebas, kerja keraslah! Dan kepada Tuhanmu, senantiasa berharaplah! ( QS al-Syarh 94 :1-8)
Cak Nur mengatakan para ahli hampir semuanya sepakat bahwa surat al-Duha turun kepada Nabi berkenaan dengan peristiwa terputusnya wahyu yang relatif panjang, sehingga menimbulkan ejekan dan sinisme kaum musyrik Mekkah bahwa Tuhan telah meninggalkan Nabi dan murka kepadanya.
Dari latar belakang turunnya, surat ini juga menggambarkan tentang suatu dinamika pengalaman Nabi dalam perjuangan beliau, sehingga seperti dikatakan Sayyid Quthub, Allah menghibur beliau dan memberinya dorongan moril, bahwa Allah samasekali tidak meninggalkan beliau dan tidak pula murka.
Allah juga mengingatkan Nabi bahwa masa mendatang lebih penting daripada masa sekarang. Dalam terjemah kontemporernya, Allah mengingatkan Nabi bahwa perjuangan jangka panjang, yang strategis lebih penting daripada pengalaman jangka pendek, yang taktis.