Kisah Al-Fatih Jadikan Konstantinopel Ibu Kota Utsmani, Infrastruktur Jadi Perhatian Utama
loading...
A
A
A
Sistem Administrasi
Untuk memajukan negerinya, Sultan membuat undang-undang yang mengatur masalah-masalah administrasi lokal (dalam negeri). Undang-undang tersebut diturunkan dari nilai-nilai Syariat Islam.
Sultan membentuk komite khusus yang diambil dari kalangan ulama terkemuka untuk membuat undang-undang yang kemudian disebut sebagai Qaanun Namah.
Undang-undang itu dijadikan sebagai asas urusan administrasi negerinya. la dibagi menjadi 3 Bab yang berhubungan dengan posisi setiap pejabat, standar-standar, serta tradisi-tradisi yang berkaitan dengan simbol-simbol kesultanan.
Undang-undang ini juga menentukan tentang hukuman dan denda. Di sana secara tegas disebutkan, bahwa pemerintahan Turki Utsmani adalah pemerintahan lslam yang menempatkan posisi umat Islam sebagai bagian terpenting urusan negara, tak peduli dari ras mana mereka berasal dan dari negeri apa.
Sultan juga membuat undang-undang yang mengatur hubungan antara penduduk muslim dengan warga negara nonmuslim, serta hubungan mereka dengan kepentingan negara.
Sultan telah menebarkan keadilan di tengah rakyat dan sangat serius memburu para pencuri dan perampok jalanan. Bagi para penjahat itu diberlakukan sanksi hukum Islam, sehingga keamanan dan kedamaian tersebar di mana-mana.
Pemerintahan Utsmani terbagi dalam wilayah-wilayah besar yang dipimpin oleh para gubernur yang disebut dengan Bakalarbaik. Kemudian ia dibagi dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil yang disebut dengan Sanjaqbaik, dipimpin seorang bupati. Dua pemimpin wilayah itu memimpin dalam urusan sipil sekaligus militer.
Pada awal-awal pemerintahan, Sultan memberikan kebebasan kepada negeri Sicilia untuk mengatur urusannya secara otonomi. Negeri-negeri itu dipimpin oleh beberapa pemimpin internal mereka, namun tetap tunduk di bawah kekuasaan Utsmani dan menjalankan perintah Sultan sebaik-baiknya.
Sultan akan memecat pejabat mereka jika ternyata melakukan pelanggaran perintahnya, atau mereka berencana untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Utsmani.
Jika pemerintahan Utsmani menyerukan jihad dan mengajak para penguasa di suatu wilayah untuk turut serta, maka mereka wajib memenuhi panggilan itu dan ikut serta dalam peperangan dengan membawa pasukan berkuda yang telah disiapkan sebaik-baiknya.
Semua itu ditata dengan aturan yang jelas. Menurut Ash-Shalabi, mereka mempersiapkan pasukan berkuda dengan senjata lengkap disesuaikan penghasilan mereka. Ketentuannya sebagai berikut: Jika mereka memiliki penghasilan 5000 Aqajah, maka harus mengirim 1 pasukan berkuda. Jika penghasilan mereka mencapai 500.000 Aqajah, maka wajib mengirimkan 100 pasukan berkuda.
Pasukan Iyalat terdiri dari pasukan berkuda dan pejalan kaki. Adapun pasukan pejalan kaki berada di bawah komando Pasya-pasya lyalat dan Baekawat Al-Alawiyah.
Sultan Muhammad Al-Fatih melakukan pembersihan besar-besaran terhadap para pejabat lama yang tidak kapabel dan digantikan pejabat-pejabat baru yang lebih kapabel.
Faktor kapabilitas menjadi standar utama dalam pemilihan pejabat dan pembantu-pembantu kesultanan. Sultan memperhatikan masalah-masalah ekonomi dan membuat aturan-aturan yang jelas dalam manajemen keuangan negara.
Dia membasmi semua bentuk korupsi penggunaan uang negara dan pemborosan yang bisa menghambur-hamburkan harta negara. Kemampuan Sultan dalam bidang administrasi tidak kalah dengan kemampuannya di bidang politik dan strategi perang.
Untuk memajukan negerinya, Sultan membuat undang-undang yang mengatur masalah-masalah administrasi lokal (dalam negeri). Undang-undang tersebut diturunkan dari nilai-nilai Syariat Islam.
Sultan membentuk komite khusus yang diambil dari kalangan ulama terkemuka untuk membuat undang-undang yang kemudian disebut sebagai Qaanun Namah.
Undang-undang itu dijadikan sebagai asas urusan administrasi negerinya. la dibagi menjadi 3 Bab yang berhubungan dengan posisi setiap pejabat, standar-standar, serta tradisi-tradisi yang berkaitan dengan simbol-simbol kesultanan.
Undang-undang ini juga menentukan tentang hukuman dan denda. Di sana secara tegas disebutkan, bahwa pemerintahan Turki Utsmani adalah pemerintahan lslam yang menempatkan posisi umat Islam sebagai bagian terpenting urusan negara, tak peduli dari ras mana mereka berasal dan dari negeri apa.
Sultan juga membuat undang-undang yang mengatur hubungan antara penduduk muslim dengan warga negara nonmuslim, serta hubungan mereka dengan kepentingan negara.
Sultan telah menebarkan keadilan di tengah rakyat dan sangat serius memburu para pencuri dan perampok jalanan. Bagi para penjahat itu diberlakukan sanksi hukum Islam, sehingga keamanan dan kedamaian tersebar di mana-mana.
Pemerintahan Utsmani terbagi dalam wilayah-wilayah besar yang dipimpin oleh para gubernur yang disebut dengan Bakalarbaik. Kemudian ia dibagi dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil yang disebut dengan Sanjaqbaik, dipimpin seorang bupati. Dua pemimpin wilayah itu memimpin dalam urusan sipil sekaligus militer.
Pada awal-awal pemerintahan, Sultan memberikan kebebasan kepada negeri Sicilia untuk mengatur urusannya secara otonomi. Negeri-negeri itu dipimpin oleh beberapa pemimpin internal mereka, namun tetap tunduk di bawah kekuasaan Utsmani dan menjalankan perintah Sultan sebaik-baiknya.
Sultan akan memecat pejabat mereka jika ternyata melakukan pelanggaran perintahnya, atau mereka berencana untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Utsmani.
Jika pemerintahan Utsmani menyerukan jihad dan mengajak para penguasa di suatu wilayah untuk turut serta, maka mereka wajib memenuhi panggilan itu dan ikut serta dalam peperangan dengan membawa pasukan berkuda yang telah disiapkan sebaik-baiknya.
Semua itu ditata dengan aturan yang jelas. Menurut Ash-Shalabi, mereka mempersiapkan pasukan berkuda dengan senjata lengkap disesuaikan penghasilan mereka. Ketentuannya sebagai berikut: Jika mereka memiliki penghasilan 5000 Aqajah, maka harus mengirim 1 pasukan berkuda. Jika penghasilan mereka mencapai 500.000 Aqajah, maka wajib mengirimkan 100 pasukan berkuda.
Pasukan Iyalat terdiri dari pasukan berkuda dan pejalan kaki. Adapun pasukan pejalan kaki berada di bawah komando Pasya-pasya lyalat dan Baekawat Al-Alawiyah.
Sultan Muhammad Al-Fatih melakukan pembersihan besar-besaran terhadap para pejabat lama yang tidak kapabel dan digantikan pejabat-pejabat baru yang lebih kapabel.
Faktor kapabilitas menjadi standar utama dalam pemilihan pejabat dan pembantu-pembantu kesultanan. Sultan memperhatikan masalah-masalah ekonomi dan membuat aturan-aturan yang jelas dalam manajemen keuangan negara.
Dia membasmi semua bentuk korupsi penggunaan uang negara dan pemborosan yang bisa menghambur-hamburkan harta negara. Kemampuan Sultan dalam bidang administrasi tidak kalah dengan kemampuannya di bidang politik dan strategi perang.
(mhy)