Muawiyah dan Umar Bin Abdul Aziz Pungut Zakat Penghasilan
loading...
A
A
A
Sahabat Nabi Muhammad SAW dan para tabiin mencontohkan bagaimana mereka menerapkan aturan tentang zakat harta penghasilan atau gaji. Hal ini disampaikan Syaikh Yusuf al-Qardhawi (wafat, 26 September 2022) dalam bukunya berjudul "Hukum Zakat, Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur'an dan Hadis".
Malik dalam al-Muwaththa dari Ibnu Syihab bahwa orang yang pertama kali mengenakan zakat dari pemberian adalah Mu'awiyah bin Abi Sufyan .
Al-Qardhawi menjelaskan barangkali yang ia maksudkan adalah orang yang pertama mengenakan zakat atas pemberian dari khalifah, karena sebelumnya sudah ada yang mengenakan zakat atas pemberian yaitu Ibnu Mas'ud . Atau barangkali dia belum mendengar perbuatan Ibnu Mas'ud tersebut, karena Ibnu Mas'ud berada di Kufah, sedangkan Ibnu Syihab berada di Madinah.
Menurut al-Qardhawi, yang jelas adalah bahwa Mu'awiyah mengenakan zakat atas pemberian menurut ukuran yang berlaku dalam negara Islam, karena ia adalah khalifah dan penguasa umat Islam. Dan yang jelas adalah bahwa zaman Mu'awiyah penuh dengan kumpulan para sahabat yang terhormat, yang apabila Mu'awiyah melanggar hadis Nabi atau ijmak yang dapat dipertanggungjawabkan para sahabat tidak begitu saja akan mau diam.
Para sahabat pernah tidak menyetujui Mu'awiyah tentang masalah lain, ketika Mu'awiyah memungut setengah sha' gandum zakat fitrah untuk imbalan satu sha' bukan gandum, seperti diberitakan hadis Abu Said al-Khudri sedangkan Mu'awiyah sendiri - meski dikatakan bahwa ucapannya terlalu berlebih-lebihan dan banyak salah- tidak bermaksud menyanggah sunnah yang tegas dari Rasulullah SAW.
Umar bin Abdul Aziz
Menurut al-Qardhawi, empat periode Mu'awiyah, datanglah pembaru seratus tahun pertama yaitu Khalifah Umar bin Abdul Aziz . Pandangan baru yang diterapkannya adalah pemungutan zakat dari pemberian, hadiah, barang sitaan, dan lainnya.
Abu Ubaid menyebutkan bahwa bila Umar bin Abdul Aziz memberikan gaji seseorang ia memungut zakatnya, begitu pula bila ia mengembalikan barang sitaan. Ia memungut zakat dari pemberian bila telah berada di tangan penerima.
Al-Qardhawi mengatakan dengan demikian ucapan ('Umalah) adalah sesuatu yang diterima seseorang karena kerjanya, seperti gaji pegawai dan karyawan pada masa sekarang.
Harta sitaan (mazalim) ialah harta benda yang disita oleh penguasa karena tindakan tidak benar pada masa-masa yang telah silam dan pemiliknya menganggapnya sudah hilang atau tidak ada lagi, yang bila barang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya merupakan penghasilan baru bagi pemilik itu.
Pemberian (u'tiyat) adalah harta seperti honorarium atau biaya hidup yang dikeluarkan oleh baitul mal untuk tentara Islam dan orang-orang yang berada dibawah kekuasaannya.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan, bahwa Umar bin Abdul Aziz memungut zakat pemberian dan hadiah. Itu adalah pendapat Umar. Bahkan hadiah-hadiah atau bea-bea yang diberikan kepada para duta baik sebagai pemberian, tip, atau kado, ditarik zakatnya. Hal itu sama dengan apa yang dilakukan oleh banyak negara sekarang dalam pengenaan pajak atas hadiah-hadiah tersebut.
Malik dalam al-Muwaththa dari Ibnu Syihab bahwa orang yang pertama kali mengenakan zakat dari pemberian adalah Mu'awiyah bin Abi Sufyan .
Al-Qardhawi menjelaskan barangkali yang ia maksudkan adalah orang yang pertama mengenakan zakat atas pemberian dari khalifah, karena sebelumnya sudah ada yang mengenakan zakat atas pemberian yaitu Ibnu Mas'ud . Atau barangkali dia belum mendengar perbuatan Ibnu Mas'ud tersebut, karena Ibnu Mas'ud berada di Kufah, sedangkan Ibnu Syihab berada di Madinah.
Baca Juga
Menurut al-Qardhawi, yang jelas adalah bahwa Mu'awiyah mengenakan zakat atas pemberian menurut ukuran yang berlaku dalam negara Islam, karena ia adalah khalifah dan penguasa umat Islam. Dan yang jelas adalah bahwa zaman Mu'awiyah penuh dengan kumpulan para sahabat yang terhormat, yang apabila Mu'awiyah melanggar hadis Nabi atau ijmak yang dapat dipertanggungjawabkan para sahabat tidak begitu saja akan mau diam.
Para sahabat pernah tidak menyetujui Mu'awiyah tentang masalah lain, ketika Mu'awiyah memungut setengah sha' gandum zakat fitrah untuk imbalan satu sha' bukan gandum, seperti diberitakan hadis Abu Said al-Khudri sedangkan Mu'awiyah sendiri - meski dikatakan bahwa ucapannya terlalu berlebih-lebihan dan banyak salah- tidak bermaksud menyanggah sunnah yang tegas dari Rasulullah SAW.
Baca Juga
Umar bin Abdul Aziz
Menurut al-Qardhawi, empat periode Mu'awiyah, datanglah pembaru seratus tahun pertama yaitu Khalifah Umar bin Abdul Aziz . Pandangan baru yang diterapkannya adalah pemungutan zakat dari pemberian, hadiah, barang sitaan, dan lainnya.
Abu Ubaid menyebutkan bahwa bila Umar bin Abdul Aziz memberikan gaji seseorang ia memungut zakatnya, begitu pula bila ia mengembalikan barang sitaan. Ia memungut zakat dari pemberian bila telah berada di tangan penerima.
Al-Qardhawi mengatakan dengan demikian ucapan ('Umalah) adalah sesuatu yang diterima seseorang karena kerjanya, seperti gaji pegawai dan karyawan pada masa sekarang.
Harta sitaan (mazalim) ialah harta benda yang disita oleh penguasa karena tindakan tidak benar pada masa-masa yang telah silam dan pemiliknya menganggapnya sudah hilang atau tidak ada lagi, yang bila barang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya merupakan penghasilan baru bagi pemilik itu.
Pemberian (u'tiyat) adalah harta seperti honorarium atau biaya hidup yang dikeluarkan oleh baitul mal untuk tentara Islam dan orang-orang yang berada dibawah kekuasaannya.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan, bahwa Umar bin Abdul Aziz memungut zakat pemberian dan hadiah. Itu adalah pendapat Umar. Bahkan hadiah-hadiah atau bea-bea yang diberikan kepada para duta baik sebagai pemberian, tip, atau kado, ditarik zakatnya. Hal itu sama dengan apa yang dilakukan oleh banyak negara sekarang dalam pengenaan pajak atas hadiah-hadiah tersebut.
(mhy)