10 Ragam Tradisi Menyambut Kedatangan Ramadan di Indonesia
loading...
A
A
A
Masyarakat Indonesia menyambut bulan suci Ramadan dengan beragam tradisi. Shabri Shaleh Anwar dalam buku berjudul "Ramadhan Pembangkit Esensi Insan" menyebutkan beberapa tradisi tersebut. Setidaknya ada10 tradisi di berbagai daerah. Tradisi ini berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Pertama, di Kota Semarang misalnya ada tradisi “Dugderan”. Kata “Dug” diambil dari suara bedug masjid yang ditabuh berkali-kali sebagai tanda datangnya awal bulan Ramadhan. Sedangkan “Der” berasal dari suara dentuman meriam yang disulutkan bersamaan dengan tabuhan bedug. Tradisi ini sudah berusia ratusan tahun. Biasanya digelar 1-2 minggu sebelum puasa.
Kedua, lain lagi di daerah Klaten, Boyolali, Salatiga dan Yogyakarta. Ada tradisi melakukan upacara berendam atau mandi di sumur atau sumber mata air di tempat keramat yang disebut “Padusa”.
Maknanya, supaya jiwa dan raga seseorang yang akan melakukan puasa bersih secara lahir batin.
Ketiga, sedangkan warga Kabupaten Kuantan Singingi, Riau memiliki tradisi tahunan yakni pesta jalur pacu (Pacu Jalur). Acara lomba dayung yang digelar sebelum Ramadhan dan ditutup dengan Balimau Kasai (bersuci).
Keempat, di Aceh ada tradisi Meugang. Mereka menyembelih kerbau dan dagingnya dimakan menjelang puasa. Kerbau dibeli secara patungan. Biasanya orang yang lebih mampu turut memberi sumbangan agar fakir miskin pun bisa menikmati kebersamaan ini.
Kelima, di Surabaya ada tradisi memakan kue apem. Nama “apem” dipercaya berasal dari kata “afwan” dalam bahasa Arab yang artinya maaf. Secara simbolis makan kue ini bisa diartikan mohon maaf kepada keluarga, sanak saudara, handaitolan, tetangg, kerabat dan teman. Setelah makan apem, biasanya bersalam-salaman saling minta maaf dan melanjutkan acara tahlilan.
Keenam, di Banyumas ada tradisi yang disebut ‘Perlon Unggahan’. Berbagai makanan tersedia, tapi yang tidak boleh absen adalah nasi bungkus, serundeng sapi, dan sayur becek. Serundenga sapi dan sayur becek harus disiapkan laku-laki dan jumlah mereka harus 12 orang, karena banyaknya kambing dan sapi yang disembelih.
Ketujuh, tradisi nyadran. Tradisi nyadran ini biasa dilakukan masyarakat Solo. Makna Tradisi Nyadran Sebelum Puasa, merupakan tradisi masyarakat Solo ( juga dilakukan di daerah lain seperti: Boyolali) untuk menyambut Ramadhan.
Menurut Bakdi Soemanto dalam buku Belajar Bela Rasa (2011: 163). Makna nyadran adalah keluarga besar mengunjungi 3 makam-makam tempat para leluhur dikebumikan. Mereka, para anggota keluarga besar itu, berjongkok atau duduk bersila di depan makam setiap leluhur untuk mendoakan agar yang sudah wafat diampuni oleh Sang Maha Pencipta.
Kedelapan, tradisi Pisowanan. Tradisi yang biasa dilakukan oleh warga Banyumas, Jawa Tengah ini diartikan dengan ungkapan menghadap sesepuh. Ritual dari tradisi Pisowanan ini adalah berziarah ke makam tokoh besar/agama di Banyumas. Selain itu, sejumlah makanan juga disediakan yang kemudian dibagi-bagikan kepada peserta ziarah. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk mempererat tali silaturahmi warga Banyumas di saat menjelang Ramadhan.
Kesembilan, ziarah ke makam keluarga. Berziarah ke makam keluarga ataupun orang-orang terdekat adalah kebiasaan yang selalu dilakukan oleh masyarakat tanah air mendekati bulan Ramadhan. Kebiasaan ini pun telah menjadi tradisi yang telah ada sejak era Wali Songo dan dilakukan oleh berbagai kalangan di setiap daerah di tanah air.
Kesepuluh, munggahan. Munggahan menjadi salah satu kebiasaan unik yang dilakukan oleh masyarakat tanah air sebagai bentuk kebahagiaan karena dipertemukan lagi dengan bulan yang penuh berkah. Berkumpul bersama keluarga besar, sahabat atau membersihkan rumah serta mempersiapkan menu spesial untuk sahur di hari pertama puasa. Selain unik kebiasaan seperti ini tentunya bisa mempererat tali silaturahmi.
Pertama, di Kota Semarang misalnya ada tradisi “Dugderan”. Kata “Dug” diambil dari suara bedug masjid yang ditabuh berkali-kali sebagai tanda datangnya awal bulan Ramadhan. Sedangkan “Der” berasal dari suara dentuman meriam yang disulutkan bersamaan dengan tabuhan bedug. Tradisi ini sudah berusia ratusan tahun. Biasanya digelar 1-2 minggu sebelum puasa.
Kedua, lain lagi di daerah Klaten, Boyolali, Salatiga dan Yogyakarta. Ada tradisi melakukan upacara berendam atau mandi di sumur atau sumber mata air di tempat keramat yang disebut “Padusa”.
Maknanya, supaya jiwa dan raga seseorang yang akan melakukan puasa bersih secara lahir batin.
Ketiga, sedangkan warga Kabupaten Kuantan Singingi, Riau memiliki tradisi tahunan yakni pesta jalur pacu (Pacu Jalur). Acara lomba dayung yang digelar sebelum Ramadhan dan ditutup dengan Balimau Kasai (bersuci).
Keempat, di Aceh ada tradisi Meugang. Mereka menyembelih kerbau dan dagingnya dimakan menjelang puasa. Kerbau dibeli secara patungan. Biasanya orang yang lebih mampu turut memberi sumbangan agar fakir miskin pun bisa menikmati kebersamaan ini.
Kelima, di Surabaya ada tradisi memakan kue apem. Nama “apem” dipercaya berasal dari kata “afwan” dalam bahasa Arab yang artinya maaf. Secara simbolis makan kue ini bisa diartikan mohon maaf kepada keluarga, sanak saudara, handaitolan, tetangg, kerabat dan teman. Setelah makan apem, biasanya bersalam-salaman saling minta maaf dan melanjutkan acara tahlilan.
Keenam, di Banyumas ada tradisi yang disebut ‘Perlon Unggahan’. Berbagai makanan tersedia, tapi yang tidak boleh absen adalah nasi bungkus, serundeng sapi, dan sayur becek. Serundenga sapi dan sayur becek harus disiapkan laku-laki dan jumlah mereka harus 12 orang, karena banyaknya kambing dan sapi yang disembelih.
Ketujuh, tradisi nyadran. Tradisi nyadran ini biasa dilakukan masyarakat Solo. Makna Tradisi Nyadran Sebelum Puasa, merupakan tradisi masyarakat Solo ( juga dilakukan di daerah lain seperti: Boyolali) untuk menyambut Ramadhan.
Menurut Bakdi Soemanto dalam buku Belajar Bela Rasa (2011: 163). Makna nyadran adalah keluarga besar mengunjungi 3 makam-makam tempat para leluhur dikebumikan. Mereka, para anggota keluarga besar itu, berjongkok atau duduk bersila di depan makam setiap leluhur untuk mendoakan agar yang sudah wafat diampuni oleh Sang Maha Pencipta.
Kedelapan, tradisi Pisowanan. Tradisi yang biasa dilakukan oleh warga Banyumas, Jawa Tengah ini diartikan dengan ungkapan menghadap sesepuh. Ritual dari tradisi Pisowanan ini adalah berziarah ke makam tokoh besar/agama di Banyumas. Selain itu, sejumlah makanan juga disediakan yang kemudian dibagi-bagikan kepada peserta ziarah. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk mempererat tali silaturahmi warga Banyumas di saat menjelang Ramadhan.
Kesembilan, ziarah ke makam keluarga. Berziarah ke makam keluarga ataupun orang-orang terdekat adalah kebiasaan yang selalu dilakukan oleh masyarakat tanah air mendekati bulan Ramadhan. Kebiasaan ini pun telah menjadi tradisi yang telah ada sejak era Wali Songo dan dilakukan oleh berbagai kalangan di setiap daerah di tanah air.
Kesepuluh, munggahan. Munggahan menjadi salah satu kebiasaan unik yang dilakukan oleh masyarakat tanah air sebagai bentuk kebahagiaan karena dipertemukan lagi dengan bulan yang penuh berkah. Berkumpul bersama keluarga besar, sahabat atau membersihkan rumah serta mempersiapkan menu spesial untuk sahur di hari pertama puasa. Selain unik kebiasaan seperti ini tentunya bisa mempererat tali silaturahmi.
(mhy)