Kisah Sahabat Nabi yang Batal Puasa karena Lihat Istri
loading...
A
A
A
Syariat Allah Subhanahu wa ta'ala turunkan kepada umat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak untuk menyulitkan. Justru sebaliknya. Allah Ta'ala menjadikan ketetapan-Nya agar sesuai dengan kemampuan setiap orang. Hal ini juga ditegaskan dalam Al-Qur'an:
Allah Ta'ala berfirman :
"........Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur." (QS Al Baqarah : 185)
Dalam hadis pun, Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam telah mengingatkan tentang hal itu. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya agama (islam) itu mudah, dan tidak ada satu orangpun yang mempersulitnya kecuali ia akan dibuat tak berdaya”. (HR Bukhari)
Dalam hadis lain, Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam menegaskan, "Apabila aku perintahkan kepada kalian untuk mengerjakan suatu perkara , maka laksanakanlah itu semampu kalian" (HR Bukhari-Muslim).
Dua hadis sahih itu menekankan, prinsip dalam beragama yang ingin Rasulullah ajarkan dalam hadis tersebut adalah dalam beragama, apa yang bisa dipermudah janganlah dipersulit, karena jika kita mempersulit apa yang tak perlu dipersulit, maka kita sendiri yang akan kesusahan nantinya. Prinsip tersebut senantiasa Rasulullah SAW terapkan ketika beliau mengajarkan umatnya dalam urusan agama.
Di antara riwayat yang menjelaskan hal tersebut adalah riwayat yang mengkisahkan sikap beliau terhadap salah seorang sahabat yang membatalkan puasa Ramadannya, akibat tak bisa menahan nafsu biologisnya kepada sang istri di siang hari bulan Ramadan.
Dikisahkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, ia berkata:
“Suatu hari ketika kami sedang duduk-duduk dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, datanglah seorang laki-laki menghadap Rasulullah SAW, dan berkata: “wahai Rasulullah celakalah aku” Rasulullah SAW pun menanggapi: “Apa yang terjadi dengamu?” lelaki itu menjawab: “aku berhubungan biologis dengan istriku ketika sedang berpuasa ramadan (di siang hari), Rasulullah SAW pun bertanya kepadanya: “apakah kamu memiliki seorang budak yang bisa kau merdekakan?”, ia menjawab: “Aku tidak punya wahai Rasul”,
Rasulullah SAW pun bertanya kembali:
“Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” lelaki itu menjawab: “aku tidak mampu wahai Rasul”, Rasulullah SAW pun kembali bertanya: “Apakah kau memiliki persediaan makanan untuk memberi makan ke enam puluh orang miskin?” lelaki itu menjawab: “tidak wahai Rasul”.
Kemudian di pertengahan keadaan itu, Rasulullah SAW diberikan sejumlah besar kurma, lalu beliau berkata, “Mana si penanya tadi?” lelaki itupun menjawab “saya Rasulullah”, Rasulullah SAW pun berpesan kepadanya: “Bawa kurma ini, dan bersedekahlah dengannya (sebagai kafarat puasa yang dibatalkan)”
Lelaki itu kembali bertanya:
“Apakah saya berikan kurma ini kepada orang yang lebih fakir dariku wahai Rasul? Demi Allah Wahai Rasul, tidak ada orang didaerahku yang lebih fakir dariku dan keluargaku, Rasulullah SAW pun tertawa sehingga terlihat (sedikit) gigi gerahamnya, lalu beliau berkata “berilah makan keluargamu dengan kurma itu” (HR. Bukhari)
Hikmah Kisah
Dari kisah sahabat tersebut, dapat dilihat bagaimana cara Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menghadapi lelaki yang membatalkan puasanya secara sengaja karena tak bisa menahan nafsu biologis terhadap istrinya. Kita dapat melihat kebijaksanaan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang tak lantas memarahi lelaki tersebut, namun Rasulullah dengan sabar menjelaskan apa yang difasilitasi syariat untuk menebus kesalahan yang telah dilakukannya.
Wallahu A'lam
Allah Ta'ala berfirman :
شَهۡرُ رَمَضَانَ الَّذِىۡٓ اُنۡزِلَ فِيۡهِ الۡقُرۡاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَ بَيِّنٰتٍ مِّنَ الۡهُدٰى وَالۡفُرۡقَانِۚ فَمَنۡ شَهِدَ مِنۡكُمُ الشَّهۡرَ فَلۡيَـصُمۡهُ ؕ وَمَنۡ کَانَ مَرِيۡضًا اَوۡ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنۡ اَيَّامٍ اُخَرَؕ يُرِيۡدُ اللّٰهُ بِکُمُ الۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيۡدُ بِکُمُ الۡعُسۡرَ وَلِتُکۡمِلُوا الۡعِدَّةَ وَلِتُکَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰٮكُمۡ وَلَعَلَّکُمۡ تَشۡكُرُوۡنَ
"........Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur." (QS Al Baqarah : 185)
Dalam hadis pun, Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam telah mengingatkan tentang hal itu. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya agama (islam) itu mudah, dan tidak ada satu orangpun yang mempersulitnya kecuali ia akan dibuat tak berdaya”. (HR Bukhari)
Dalam hadis lain, Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam menegaskan, "Apabila aku perintahkan kepada kalian untuk mengerjakan suatu perkara , maka laksanakanlah itu semampu kalian" (HR Bukhari-Muslim).
Dua hadis sahih itu menekankan, prinsip dalam beragama yang ingin Rasulullah ajarkan dalam hadis tersebut adalah dalam beragama, apa yang bisa dipermudah janganlah dipersulit, karena jika kita mempersulit apa yang tak perlu dipersulit, maka kita sendiri yang akan kesusahan nantinya. Prinsip tersebut senantiasa Rasulullah SAW terapkan ketika beliau mengajarkan umatnya dalam urusan agama.
Di antara riwayat yang menjelaskan hal tersebut adalah riwayat yang mengkisahkan sikap beliau terhadap salah seorang sahabat yang membatalkan puasa Ramadannya, akibat tak bisa menahan nafsu biologisnya kepada sang istri di siang hari bulan Ramadan.
Dikisahkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, ia berkata:
“Suatu hari ketika kami sedang duduk-duduk dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, datanglah seorang laki-laki menghadap Rasulullah SAW, dan berkata: “wahai Rasulullah celakalah aku” Rasulullah SAW pun menanggapi: “Apa yang terjadi dengamu?” lelaki itu menjawab: “aku berhubungan biologis dengan istriku ketika sedang berpuasa ramadan (di siang hari), Rasulullah SAW pun bertanya kepadanya: “apakah kamu memiliki seorang budak yang bisa kau merdekakan?”, ia menjawab: “Aku tidak punya wahai Rasul”,
Rasulullah SAW pun bertanya kembali:
“Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” lelaki itu menjawab: “aku tidak mampu wahai Rasul”, Rasulullah SAW pun kembali bertanya: “Apakah kau memiliki persediaan makanan untuk memberi makan ke enam puluh orang miskin?” lelaki itu menjawab: “tidak wahai Rasul”.
Kemudian di pertengahan keadaan itu, Rasulullah SAW diberikan sejumlah besar kurma, lalu beliau berkata, “Mana si penanya tadi?” lelaki itupun menjawab “saya Rasulullah”, Rasulullah SAW pun berpesan kepadanya: “Bawa kurma ini, dan bersedekahlah dengannya (sebagai kafarat puasa yang dibatalkan)”
Lelaki itu kembali bertanya:
“Apakah saya berikan kurma ini kepada orang yang lebih fakir dariku wahai Rasul? Demi Allah Wahai Rasul, tidak ada orang didaerahku yang lebih fakir dariku dan keluargaku, Rasulullah SAW pun tertawa sehingga terlihat (sedikit) gigi gerahamnya, lalu beliau berkata “berilah makan keluargamu dengan kurma itu” (HR. Bukhari)
Hikmah Kisah
Dari kisah sahabat tersebut, dapat dilihat bagaimana cara Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menghadapi lelaki yang membatalkan puasanya secara sengaja karena tak bisa menahan nafsu biologis terhadap istrinya. Kita dapat melihat kebijaksanaan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang tak lantas memarahi lelaki tersebut, namun Rasulullah dengan sabar menjelaskan apa yang difasilitasi syariat untuk menebus kesalahan yang telah dilakukannya.
Wallahu A'lam
(wid)