Mana yang Harus Diutamakan, Nafkah Istri Atau Orang Tua?

Jum'at, 28 April 2023 - 20:58 WIB
loading...
Mana yang Harus Diutamakan, Nafkah Istri Atau Orang Tua?
Idealnya menafkahi istri dan orang tua yang sudah tidak mampu harus berjalan beriringan. Jika harta suami tidak mencukupi, maka nafkah untuk istri lebih diutamakan dibanding keluarga lainnya. Foto ilustrasi/ist
A A A
Seluruh ulama sepakat bahwa wajib hukumnya suami memberi nafkah kepada istrinya setelah adanya proses pernikahan yang sah. Selain istri, ternyata ada kewajiban tambahan dalam menafkahi keluarga.

Pertanyaannya, mana yang harus diutamakan, nafkah istri atau orang tua? Menurut Ustaz Muhammad Saiyid Mahadhir dilansir dari Rumah Fiqih, pada dasarnya menafkahi istri dan orang tua (yang sudah tidak mampu) harus berjalan beriringan.

"Tidak memilih satu dan yang lain ditinggalkan, dan ini harus diusahakan dengan sekuat mungkin. Seperti itulah agama menginginkan, dan tentunya kita semua bercita-cita bahwa istri dan kedua orang tua kita dirumah hidup bahagia," jelas Dai yang juga pengajar Rumah Fiqih Indonesia itu.

Namun, jika memiliki pemasukan yang cukup atau bahkan kurang, maka para ulama berpendapat bahwa nafkah untuk istri dan anak harus lebih diutamakan sebelum yang lainnya. Hal ini disandarkan kepada Hadits Rasulullah SAW seperti yang diriwayatkan Imam Muslim:

عَنْ جَابِرٍ أن رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا ، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا ، بَيْنَ يَدَيْكَ ، وَعَنْ يَمِينِكَ ، وَعَنْ شِمَالِكَ

Dari Jabir bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Mulailah (nafkah) dari dirimu, jika berlebih maka nafkah itu untuk ahlimu, jika berlebih maka nafkah berikutnya untuk kerabatmu. Jika masih berlebih maka untuk orang-orang diantaramu, sebelah kananmu dan sebelah kirimu." (HR Muslim)

Lebih lanjut Rasulullah SAW dalam sabda lainnya menjelaskan:

وعن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَصَدَّقُوا. فَقَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللَّهِ عِنْدِي دِينَارٌ .فَقَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى نَفْسِكَ قَالَ : عِنْدِي آخَرُ قَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى زَوْجَتِكَ .قَالَ : عِنْدِي آخَرُ .قَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى وَلَدِكَ . قَالَ : عِنْدِي آخَرُ .قَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى خَادِمِكَ. قَالَ : عِنْدِي آخَرُ . قَالَ: أَنْتَ أَبْصَرُ

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: "Bersedekahlah kalian." Lalu seseorang berkata: "Ya, Rasulullah saya mempunyai Dinar". Rasulullah menjawab: "Sedekahlah dengan dinar itu untuk dirimu sendiri." Dia berkata lagi: "Saya mempunyai (Dinar) yang lainnya." Rasulullah menjawab: "Sedekahlah dengan itu untuk istrimu." Dia berkata lagi: "Saya mempunyai Dinar yang lainnya." Rasulullah menjawab: "Sedekahlah dengan itu untuk anakmu." Dia berkata lagi: "Saya mempunyai Dinar yang lainnya." Rasulullah menjawab: "Sedekahlah untuk pembantumu." Dia berkata lagi: "Saya mempunyai Dinar yang lainnya". Rasulullah menjawab: "Kamu lebih tahu (untuk siapa lagi setelah itu)." (HR. Abu Daud dan An-Nasai)

Dari sini para ulama melihat bahwa Rasulullah SAW mengurutkan mulai dari yang paling utama; istri, anak, pembantu. Nafkah pembantu idealnya juga bagian dari nafkah istri, seperti yang dijelaskan di atas.

Pendapat Ulama
Berikut keterangan ulama dalam perkara siapakah yang harus didahulukan jika memang nafkah istri dan orang tua tidak bisa berjalan keduanya:

وقال النووي : " إذا اجتمع على الشخص الواحد محتاجون ممن تلزمه نفقتهم ، نظرَ: إن وفَّى ماله أو كسبه بنفقتهم فعليه نفقة الجميع قريبهم وبعيدهم .وإن لم يفضل عن كفاية نفسه إلا نفقة واحد ، قدَّم نفقة الزوجة على نفقة الأقارب.

"Imam An-Nawawi dalam Kitab Raudhatu At-Thalibin (jilid 9, hal 93) menuliskan bahwa jika seseorang dibebani nafkah untuk orang-orang yang membutuhkan lebih dari satu orang, maka jika hartanya cukup untuk keduanya dia wajib menafkahi semuanya. Namun jika hartanya tidakmencukupi kecuali untuk satu orang maka nafkah untuk istri lebih diutamakan dibanding nafkah keluarga lainnya."

قال المرداوي : " الصَّحِيحُ مِنْ الْمَذْهَبِ : وُجُوبُ نَفَقَةِ أَبَوَيْهِ وَإِنْ عَلَوَا ، وَأَوْلَادِهِ وَإِنْ سَفَلُوا بِالْمَعْرُوفِ ...إذَا فَضَلَ عَنْ نَفْسِهِ وَامْرَأَتِهِ

"Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Inshaf (jilid 9, hal 392) menjelaskan bahwa pendapat yang shahih dalam Mazhab Hanbali bahwa wajib hukumnya menafkahi ayah (terus ke atas) dan anak (terus ke bawah) dengan cara yang makruf... itu semua jika memang masih ada harta lebih setelah menafkahi diri sendiri dan istrinya."

قال الشوكاني: " وقد انعقد الإجماع على وجوب نفقة الزوجة ، ثم إذا فضل عن ذلك شيء فعلى ذوي قرابته "

"Imam As-Syaukani dalam Kitabnya Nail Al-Authar (jilid 6, hal 381) menegaskan bahwa kewajiban memberi nafkah istri itu sudah sampai pada tahap ijma'. Kemudian jika masih ada kelebihan harta barulah ada kewajiban nafkah untuk keluarga lainnya."

Sekali lagi bahwa sebisa mungkin masalah nafkah istri dan orang tua harusnya berjalan beriringan. Tidak memilih satu dan yang lain ditinggalkan, dan ini harus diusahakan dengan sekuat mungkin. Tentunya kita semua bercita-cita bahwa istri dan kedua orang tua kita hidup bahagia.

"Terlalu memihak kepada istri dalam urusan nafkah terkadang bisa membuat hati kedua orang tua tidak enak. Kita khawatir kalau-kalau yang demikian bisa menjadi dosa durhaka kepada orang tua. Dan sebaliknya, terlalu memihak kepada orang tua sehingga abai terhadap nafkah istri juga bukan hal yang baik, karena sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya (istri)," terang Ustaz Muhammad Saiyid Mahadhir.

Wallahu A'lam

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1640 seconds (0.1#10.140)