Ketika Nabi Muhammad SAW Sedih, Marah dan Melaknat

Minggu, 30 April 2023 - 17:16 WIB
loading...
A A A
Seolah-olah dianggap sama saja qurra' di masa Nabi dengan para penghafal Qur'an di masa kita, yaitu mereka yang semata-mata cuma bisa menghafal 30 juz Al-Qur'an. Tetapi tidak tahu makna tiap ayat, tidak mengerti isi kandunganya, tidak paham hukum-hukum syariat dan detail maqashid syariahnya.

Bahkan nyaris para penghafal Al-Qur'an di zaman kita ini sama sekali tidak melek bahasa Arab, baik pasif atau aktif. Mereka memang bisa baca Al-Qur'an tanpa melihat mushaf, tapi jelas-jelas bukan ulama ahli syariah.

Dan itu 180 derajat berbeda dengan qurra' di masa Nabi. Yang disebut dengan qurra' di masa itu tidak lain adalah mereka benar-benar ahli di bidang hukum-hukum syariah. Bukan sekadar penghafal Al-Qur'an semata. Mereka telah melewati berbagai macam pembinaan langsung dari Rasulullah SAW, bahkan jumlah mereka memang amat terbatas.

Ibnul Qayyim dalam kitabnya yang amat populer, I'lamul Muwaqqi'in menyebutkan bahwa tidak semua sahabat Nabi merupakan ahli agama dan syariah. Yang merupakan ahli syariah dan mengerti cara melakukan ijtihad dan istimbat hukum jumlahnya amat terbatas, hanya sekitaran 120 orang saja. Sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah total para shahabat yang mencapai 124.000 orang.

Sebab untuk bisa mencetak mereka bukan perkara mudah. Tidak mentang-mentang seorang shahabi itu sering ikut mengaji bersama Nabi, lantas dia dianggap sebagai qurra' atau ahli agama.

Maka apabila Rasulullah SAW mengirim hingga 70-an ulama kepada suatu kaum, berarti ini bukan proyek main-main. Tetapi apa lacur, sesampainya para ulama kesayangan Nabi di Sumur Ma'unah, mereka dibunuh secara kejam semuanya.

Saat itulah tidak ada kesedihan yang lebih menyedihkan yang menimpa Nabi selain kejadian itu. Rasa duka yang mendalam serta amarah Rasulullah SAW saat itu boleh jadi sudah sampai puncaknya. Betapa tidak, atas kejadian itu maka kemudian beliau SAW melakukan qunut nazilah, yang intinya mendoakan kehancuran, keburukan dan juga memohon kepada Allah untuk menghujani kaum itu dengan laknat dan kutukan.

Doa Qunut Nazilah ini dilakukan secara berjamaah, diamini oleh seluruh sahabat yang ikut shalat di Masjid Nabawi. Dalam sehari doa ini dibaca sampai lima kali, artinya setiap kali salat, doa mengutuk dan melaknat kaum itu tetap dibaca. Dan nyaris selama satu bulan penuh doa laknat ini tetap dikumandangkan oleh Rasulllah SAW di masjid setiap kali salat, yang juga diamini oleh semua sahabat.

Bahkan dalam riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW dalam qunutnya menyebut-nyebut secara eksplisit nama-nama 'penjahat' yang merupakan pimpinan kaum terlaknat itu. Semua ini menunjukkan betapa hati Rasulllah SAW terluka amat dalam. Sebab 70 ulama itu bukan asset yang murah. Mereka adalah para kader inti sejati, yang dibina langsung dengan tangan beliau SAW sendiri.

Kalau kehilangan sahabat yang gugur di medan perang, bagi Rasulullah SAW sudah biasa. Perang Badar, Uhud, Khandaq dan seterusnya, adalah perang-perang yang terjadi nyaris secara rutin. Dan dalam tiap perang itu, beliau sudah terbiasa mendengar si fulan dan si fulan dari sahabatnya gugur sebagai syahid.

Tentu Rasulullah SAW bersedih kalau ada sahabat yang gugur di medan jihad. Namun kesedihan beliau SAW tidak seperti sedih dan marah ketika mendengar 70 kader ulama inti dibunuh di sumur Maunah. Sebab nilai para ulama itu memang tidak sama dengan orang awam biasa.

Sebagaimana firman Allah di dalam Al-Quran:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

"Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS. Az-Zumar : 9)

Al-Quran sendiri memberikan perlakuan khusus kepada para ulama. Kalau sahabat yang lain dipersilakan ikut jihad semaunya, maka para calon ulama ini benar-benar dilindungi. Salah satunya untuk tidak usah ikut jihad ke medan perang.

Semua ini menujukkan bahwa memperdalam ilmu agama jauh lebih penting ketimbang jihad di medan tempur. Karena itulah Al-Qur'an secara langsung menegur para calon ulama ini, apabila mereka meninggalkan majelis ilmu dan malah ikutan perang. Wallahu A'lam!

(rhs)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2329 seconds (0.1#10.140)