Pengertian Talak Raj'i dan Talak Ba'in serta Tata Cara Jatuh Talaknya

Jum'at, 19 Mei 2023 - 13:48 WIB
loading...
Pengertian Talak Raji dan Talak Bain serta Tata Cara Jatuh Talaknya
Jenis talak berdasarkan boleh tidaknya rujuk terbagi dua yakni talak raji (talak satu dan talak dua) serta talak bain (talak tiga). Foto ilustrasi/ist
A A A
Pengertian talak raj'i dan talak ba'in merupakan bagian dari jenis talak berdasarkan boleh tidaknya rujuk yang dilakukan pasangan suami istri. Kenapa demikian?

Seperti diketahui, talak diartikan sebagai terlepasnya ikatan sebuah perkawinan atau terputusnya hubungan perkawinan antar suami dan istri. Dalam Islam, persoalan talak ini sudah diatur sedemikian rupa, yang tentu saja sesuai dengan perintah AL-Qur'an dan As-Sunnah.

Sebelum masuk kepada pengertian talak raj'i dan talak ba'in, hendaknya setiap muslim mengetahui macam-macam talak ini. Jenis dan macam-macam talak ini dikategorikan beberapa bagian, ada yang dilihat dari segi jumlah, kalimat yang diucapkan, boleh tidaknya rujuk, dan didasarkan pada kondisi atau keadaan baik si istri maupun suaminya.

Pengertian Talak Raj'i dan Talak Ba'in:

1. Talak Raj’i

Talak raj’i adalah talak yang boleh untuk rujuk kembali saat istri masih sedang dalam masa iddah. Namun, apabila istri sudah di luar masa iddah, rujuk hanya boleh dilakukan dengan akad nikah yang baru. Pada talak raj’i, suami hanya memiliki kesempatan untuk menjatuhkan talak 1 dan 2. Untuk yang ketiga, talaknya akan menjadi talak bain.


2.Talak Ba'in

Talak Ba'in dibagi menjadi dua yaitu talak bain sugra dan talak bain kubra. Talak bain sugra adalah talak yang menghilangkan kepemilikan mantan suami terhadap mantan istri, tetapi tidak menghilangkan kebolehan mantan suami untuk rujuk dengan melakukan akad nikah ulang.

Sedangkan talak bain kubra adalah adalah talak tiga di mana mantan suami tidak boleh rujuk kembali, terkecuali jika mantan istrinya pernah menikah dengan laki-laki lain dan sudah digaulinya, lalu diceraikan oleh suaminya yang kedua.

Tata Cara Jatuhnya Talak Ba’in (Talak Tiga)

Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu’ al-Fatawa, mengatakan," “Caranya, ia menalaknya, kemudian merujuknya dalam masa iddah atau menikahinya seusai masa iddah. Lantas ia menalaknya lagi, kemudian merujuknya atau menikahinya. Lantas ia menalaknya lagi untuk yang ketiga kalinya. Inilah talak yang menjadikan istrinya haram atasnya sampai menikah dengan suami lain dan digauli, menurut kesepakatan ulama.”

Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad menukilkan kesepakatan ulama bahwa apabila suami telah menalak istrinya satu atau dua kali kemudian ia menikahinya kembali setelah dinikahi lelaki lain yang tidak menggaulinya, kesempatannya untuk menalak istrinya itu tetap mengikuti hitungan talak sebelumnya.

Artinya, kesempatannya tersisa dua kali talak apabila ia telah menalaknya satu kali; dan tersisa satu kali talak apabila ia telah menalaknya dua kali.

Adapun jika ia menikahinya setelah dinikahi lelaki lain yang menggaulinya, di sinilah terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. Yang rajih, hitungan talak yang telah jatuh sebelumnya tidak gugur dan kesempatan untuk menalaknya ialah apa yang tersisa dari talak sebelumnya. Ini adalah mazhab Ahmad, asy-Syafi’i, dan Malik, yang dinilai rajih oleh Ibnu Utsaimin.

Imam Ahmad menegaskan, “Ini adalah pendapat sahabat besar yang terkemuka.”

Di antara sahabat yang berpendapat demikian adalah Umar bin al-Khaththab radhiallahu anhu. Ia berkata,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ طَلَّقَهَا زَوْجُهَا تَطْلِيْقَةً أَوْ تَطْلِيْقَتَيْنِ، ثُمَّ تَرَكَهَا حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَيَمُوْتَ عَنْهَا أَوْ يُطَلِّقَهَا، ثُمَّ يَنْكِحُهَا زَوْجُهَا اْلأَوَّلُ فَإِنَّهَا عِنْدَهُ عَلَى مَا بَقِيَ مِنْ طَلاَقِهَا


“Siapa pun wanita yang ditalak oleh suaminya satu atau dua kali, kemudian suaminya membiarkannya sampai dinikahi suami lain, lantas (suami yang baru tersebut) meninggal atau menalaknya, kemudian suami pertamanya menikahinya kembali, wanita itu di sisi suaminya tersebut memiliki kesempatan talak yang tersisa sebelumnya.” (Riwayat Abdurrazzaq dalam Mushannaf-nya dengan sanad yang sahih)[3]

Abdurrazzaq juga meriwayatkan atsar yang semisal dari Ali bin Abi Thalib, Ubai bin Ka’b, dan Imran bin Hushain radhiallahu anhum pada bab ini.

Menurut Ibnul Qayyim, alasannya adalah bahwa jimak suami kedua dengan wanita tersebut tidak ada kaitannya dengan talak tiga dari suami pertama—yang berfungsi membuat halalnya kembali wanita tersebut untuk suami pertama. Selain itu, jimak suami kedua bukan merupakan syarat halalnya kembali wanita tersebut untuk suami pertama, andai suami pertama menikahinya lagi setelah diceraikan oleh suami kedua. Dengan demikian, terjadinya jimak antara suami kedua dan wanita tersebut atau tidak adalah sama saja, tidak ada pengaruh bagi suami pertama. Atas dasar itu, suami pertama tetap memberlakukan talak satu dan duanya, serta tidak memulai dengan penghitungan baru.

Ibnu Utsaimin menerangkan pula dalam asy-Syarh al-Mumti’ bahwa yang tampak dari firman Allah subhanahu wa ta’ala,

ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِۖ


“Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali.” (QS al-Baqarah: 229)

dan ayat berikutnya,

فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعۡدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوۡجًا غَيۡرَهُۥۗ


“Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah talak yang kedua), perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga menikah dengan suami yang lain.” (QS al-Baqarah: 230)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1129 seconds (0.1#10.140)