Talak: Kembali dengan Baik atau Melepas dengan Baik
loading...
A
A
A
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan kalau seorang suami menceraikan istrinya dan iddahnya sudah hampir habis, maka suami boleh memilih satu di antara dua:
1. Mungkin dia merujuk dengan cara yang baik; yaitu dengan maksud baik dan untuk memperbaiki, bukan dengan maksud membuat bahaya.
2. Mungkin dia akan melepasnya dengan cara yang baik pula; yaitu dibiarkanlah dia sampai habis iddahnya dan sempurnalah perpisahan antara keduanya itu tanpa suatu gangguan dan tanpa diabaikannya haknya masing-masing.
"Tidak dihalalkan seorang laki-laki merujuk istrinya sebelum habis iddah dengan maksud jahat yaitu guna memperpanjang masa iddah; dan supaya bekas istrinya itu tidak kawin dalam waktu cukup lama," ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993). "Begitulah apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah dulu," lanjutnya.
Perbuatan jahat ini diharamkan Allah dalam kitab-Nya dengan suatu uslub (gaya bahasa) yang cukup menggetarkan dada dan mendebarkan jantung. Maka berfirmanlah Allah:
"Apabila kamu mencerai istrimu, kemudian telah sampai pada batasnya, maka rujuklah mereka itu dengan baik atau kamu lepas dengan baik pula; jangan kamu rujuk dia dengan maksud untuk menyusahkan lantaran kamu akan melanggar. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh dia telah berbuat zalim pada dirinya sendiri. Dan jangan kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai permainan; dan ingatlah akan nikmat Allah yang diberikan kepadamu dan apa yang Allah turunkan kepadamu daripada kitab dan kebijaksanaan yang dengan itu Dia menasihati kamu. Takutlah kepada Allah; dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." ( QS al-Baqarah : 231)
Dengan memperhatikan ayat ini, kata al-Qardhawi, maka kita dapati di dalamnya mengandung tujuh butir yang antara lain berisikan ultimatum, peringatan dan ancaman. Kiranya cukup merupakan peringatan bagi orang yang berjiwa dan mau mendengarkan.
1. Mungkin dia merujuk dengan cara yang baik; yaitu dengan maksud baik dan untuk memperbaiki, bukan dengan maksud membuat bahaya.
2. Mungkin dia akan melepasnya dengan cara yang baik pula; yaitu dibiarkanlah dia sampai habis iddahnya dan sempurnalah perpisahan antara keduanya itu tanpa suatu gangguan dan tanpa diabaikannya haknya masing-masing.
"Tidak dihalalkan seorang laki-laki merujuk istrinya sebelum habis iddah dengan maksud jahat yaitu guna memperpanjang masa iddah; dan supaya bekas istrinya itu tidak kawin dalam waktu cukup lama," ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993). "Begitulah apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah dulu," lanjutnya.
Perbuatan jahat ini diharamkan Allah dalam kitab-Nya dengan suatu uslub (gaya bahasa) yang cukup menggetarkan dada dan mendebarkan jantung. Maka berfirmanlah Allah:
"Apabila kamu mencerai istrimu, kemudian telah sampai pada batasnya, maka rujuklah mereka itu dengan baik atau kamu lepas dengan baik pula; jangan kamu rujuk dia dengan maksud untuk menyusahkan lantaran kamu akan melanggar. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh dia telah berbuat zalim pada dirinya sendiri. Dan jangan kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai permainan; dan ingatlah akan nikmat Allah yang diberikan kepadamu dan apa yang Allah turunkan kepadamu daripada kitab dan kebijaksanaan yang dengan itu Dia menasihati kamu. Takutlah kepada Allah; dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." ( QS al-Baqarah : 231)
Dengan memperhatikan ayat ini, kata al-Qardhawi, maka kita dapati di dalamnya mengandung tujuh butir yang antara lain berisikan ultimatum, peringatan dan ancaman. Kiranya cukup merupakan peringatan bagi orang yang berjiwa dan mau mendengarkan.
(mhy)