Kisah Kepala Babi Menguji Kebebasan Beragama di Korea Selatan

Sabtu, 20 Mei 2023 - 15:07 WIB
loading...
Kisah Kepala Babi Menguji...
Kondisi konstruksi masjid kecil yang menguji toleransi beragama di Korea Selatan (Raphael Rashid/Al Jazeera)
A A A
Rencana untuk membangun kembali sebuah masjid kecil untuk mahasiswa Universitas Daegu ditentang oleh lobi Kristen konservatif yang kuat.

Muaz Razaq meninggalkan Pakistan ke Korea Selatan tahun 2019. Dia menjadi mahasiswa di Negeri Ginseng ini. Belajar ilmu komputer. Dia tidak menyangka akan menghadapi ujian toleransi beragama negara itu.

“Korea Selatan menonjol sebagai pemimpin dalam rekayasa perangkat lunak. Universitas Nasional Kyungpook adalah pilihan pertama saya. Informasi yang saya terima dari senior ada sebuah masjid di dekat kampus,” ujar lelaki 27 tahun ini, yang sekarang belajar untuk gelar doktor, kepada Al Jazeera.

Ia berkisah penduduk setempat penasaran dengan pakaian tradisional yang ia kenakan, selain juga janggutnya. "Ini mengingatkan mereka pada bangsawan Korea di masa lalu, tetapi saya tidak pernah merasakan permusuhan atau diskriminasi langsung,” ujar Muaz Razaq.

Semua itu berubah ketika sekitar 150 mahasiswa Islam universitas tersebut memutuskan untuk merenovasi masjid yang mereka dirikan pada tahun 2014.

Rencana tersebut mengundang sengketa dan sasaran Islamofobia yang mematikan.



Masjid ini terletak di distrik Buk di Daegu, kota terbesar ketiga Korea Selatan, 240 km dari ibu kota Seoul. Secara resmi dikenal sebagai Dar-ul-Emaan Kyungpook dan Islamic Centre.

Ada sekitar selusin masjid di sekitar Daegu, terutama di pinggiran kota, melayani populasi buruh migran muslim yang taat.

Para mahasiswa menggalang dana untuk melakukan renovasi. Mereka menghancurkan gedung lama yang dinilai terlalu sempit dan tidak memiliki pemanas yang memadai. Menurut rencana mereka akan membangun gedung dua lantai yang baru.

Selanjutnya mereka harus membeli rumah di sebelahnya, yang sekarang berfungsi sebagai musala sementara.

Segera setelah balok baru dipasang pada awal 2021, kantor distrik Buk tiba-tiba mengeluarkan perintah administratif untuk menghentikan konstruksi. Dalihnya, karena ada keluhan dari penduduk setempat.
Kisah Kepala Babi Menguji Kebebasan Beragama di Korea Selatan

Rupanya keluhan itu muncul terkait dengan bau masakan mahasiswa di dalam masjid, kebisingan dan kemacetan lalu lintas – hal-hal yang menurut Razaq sebelumnya tidak disebut sebagai masalah.

Segera, pamflet dibagikan di jalan-jalan sekitarnya, yang menyatakan bahwa daerah tersebut akan menjadi “perkampungan kumuh” dan nilai properti akan anjlok.

Siswa diberi label sebagai "teroris" dan jalan-jalan ditempeli dengan spanduk ofensif. Demonstrasi diadakan dan musik keras dimainkan di luar musala sementara.



Pengawas hak asasi manusia negara merekomendasikan agar konstruksi dilanjutkan. Mahkamah Agung pada tahun 2022 memutuskan bahwa perintah administratif untuk menghentikan pembangunan adalah ilegal. Tapi tetap saja, kebencian itu terus tumbuh.

Pesta barbekyu babi diadakan di depan lokasi konstruksi dan kepala babi ditinggalkan di luar.

“Ini tentang melindungi hidup kita,” Kim Jeong-ae, yang memimpin salah satu kelompok oposisi penduduk menentang masjid, mengatakan kepada Al Jazeera pada konferensi pers di luar kantor distrik Buk – di mana kelompok oposisi menuduh para pejabat berpihak pada para mahasiswa.

Ungkapan Kebencian

Menurut Yi Sohoon, seorang profesor sosiologi di Universitas Nasional Kyungpook dan presiden Gugus Tugas Pembangunan Damai Masjid Islam, kekhawatiran tentang bau dan kebisingan hanyalah alasan untuk menghentikan proyek tersebut.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3420 seconds (0.1#10.140)