Kisah Hikmah : Ketika Aisyah Melarang Sa'ad bin Hisyam Membujang
loading...
A
A
A
Kisah ini datangnya dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu'anha . Kisah ini dikutip dari kitab ‘Mas’uliyyatun Nisaa’ Fil amri bil Ma’ruf wan Nahyi ‘Anil Munkar’ karangan DR. Fadhl Ilahi Dhahir.
Alkisah, pada suatu hari Sa’ad bin Hisyam ingin ikut serta berjihad di jalan Allah, semua yang ada di benaknya hanyalah surga dan akhirat, ia berniat akan melepas segala sesuatu yang menurutnya berbau dunia dan menyibukkannya dari beribadah kepada Allah, istrinya dia talak, kemudian ia datang ke Madinah untuk menjual sebuah rumah miliknya dan uangnya akan digunakan untuk membeli kuda dan senjata perang.
Kemudian ia mendatangi Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha dan menceritakan semuanya kepada beliau, maka Sayyidah Aisyah melarangnya untuk berbuat demikian.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Al-Hasan Dari Sa’ad bin Hisyam ia berkata, “saya pernah mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha kemudian saya berkata padanya: wahai Ummul Mukminin, saya ingin membujang (seumur hidup).”
Maka beliau menjawab, “jangan kau lakukan itu, tidakkah engkau membaca firman Allah:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” (QS. Al-Ahzab: 21).
Sedang Rasulullah menikah dan dikaruniai keturunan.”(HR. Ahmad).
Dari kisah diatas kita dapat memetik beberapa pelajaran, di antarannya:
- Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan sesuatu yang menyelisihi sunnah Nabi (misalnya seperti tidak menikah), maka ia harus membatalkan tekad tersebut, karena Nabi adalah suri tauladan yang harus kita ikuti.
-Alangkah baiknya jika seseorang yang ingin menasehati saudaranya ia bersandar kepada perbuatan atau perkataan Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam kisah di atas.
- Besarnya suatu amalan atau disyariatkannya suatu amalan bukan tergantung dari kuantitas atau seberapa berat amalan tersebut, melainkan kesesuaiannya dengan sunnah Nabi atau tidak. Sehingga tidak ada gunanya suatu amalan walupun dilaksanakan dengan susah payah jika ia tidak sesuai dengan sunnah.
Baca juga:
Wallahu a'lam
Alkisah, pada suatu hari Sa’ad bin Hisyam ingin ikut serta berjihad di jalan Allah, semua yang ada di benaknya hanyalah surga dan akhirat, ia berniat akan melepas segala sesuatu yang menurutnya berbau dunia dan menyibukkannya dari beribadah kepada Allah, istrinya dia talak, kemudian ia datang ke Madinah untuk menjual sebuah rumah miliknya dan uangnya akan digunakan untuk membeli kuda dan senjata perang.
Kemudian ia mendatangi Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha dan menceritakan semuanya kepada beliau, maka Sayyidah Aisyah melarangnya untuk berbuat demikian.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Al-Hasan Dari Sa’ad bin Hisyam ia berkata, “saya pernah mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha kemudian saya berkata padanya: wahai Ummul Mukminin, saya ingin membujang (seumur hidup).”
Maka beliau menjawab, “jangan kau lakukan itu, tidakkah engkau membaca firman Allah:
لَّقَد كَانَ لَكُم فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسوَةٌ حَسَنَة
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” (QS. Al-Ahzab: 21).
Sedang Rasulullah menikah dan dikaruniai keturunan.”(HR. Ahmad).
Dari kisah diatas kita dapat memetik beberapa pelajaran, di antarannya:
- Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan sesuatu yang menyelisihi sunnah Nabi (misalnya seperti tidak menikah), maka ia harus membatalkan tekad tersebut, karena Nabi adalah suri tauladan yang harus kita ikuti.
-Alangkah baiknya jika seseorang yang ingin menasehati saudaranya ia bersandar kepada perbuatan atau perkataan Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam kisah di atas.
- Besarnya suatu amalan atau disyariatkannya suatu amalan bukan tergantung dari kuantitas atau seberapa berat amalan tersebut, melainkan kesesuaiannya dengan sunnah Nabi atau tidak. Sehingga tidak ada gunanya suatu amalan walupun dilaksanakan dengan susah payah jika ia tidak sesuai dengan sunnah.
Baca juga:
Wallahu a'lam
(wid)