Bolehkah Berkurban untuk Mayit? Simak Penjelasan Ini
loading...
A
A
A
Bolehkah berkurban untuk mayit? Pertanyaan ini sering muncul setiap menjelang Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijjah.
Seperti diketahui, berkurban (Udhhiyah) termasuk ibadah yang pahalanya luar biasa jika diniatkan karena Allah. Dalam banyak riwayat, Nabi Muhammad SAW senantiasa melakukan ibadah kurban setiap datang bulan Dzulhijjah.
Di antara keutamaan ibadah kurban adalah memperoleh kebaikan dari setiap helai bulu hewan kurban yang disembelih. Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya hewan kurban itu akan datang pada hari Kiamat (sebagai saksi) dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah hewan qurban telah terletak di suatu tempat di sisi Allah sebelum mengalir ditanah. Karena itu, bahagiakan dirimu dengannya." (HR at-Tirmidzi)
Kembali ke pertanyaan di atas, apakah dibolehkan berkurban untuk mayit? Dalam Buku Fiqih Kurban Perspektif Mazhab Syafi'i, Ustaz Muhammad Ajib Lc menjelaskan, para ulama Syafi'iyah sepakat apabila almarhum sebelum wafat berwasiat kepada anaknya untuk berkurban atas namanya, maka hal ini diperbolehkan dan kurbannya sah.
Namun para ulama Syafi'iyah berbeda pendapat apabila sama sekali tidak ada wasiat. Artinya, kurban ini benar-benar inisiatif dari sang anak untuk berkurban atas nama orang tuanya yang sudah meninggal. Kurban atas nama mayit tanpa wasiat ini diperbolehkan oleh sebagian ulama Syafi'iyah. Namun, sebagian ulama Syafi'iyah lainnya tidak membolehkannya.
Imam An-Nawawi (wafat 676 H) dalam Kitab Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab menerangkan bahwa: "Adapun kurban atas nama mayit diperbolehkan oleh Imam Abul Hasan Al-Ubbadi karena termasuk bagian dari bab shodaqah. Sedekah itu sah untuk mayit dan sampai pahalanya kepada mayit bersadarkan ijma ulama. Sedangkan pengarang Kitab Al-Uddah dan Imam al-Baghawi mengatakan kurban atas nama mayit itu tidak sah kecuali jika ada wasiat dari almarhum. Dan ini pendapat Imam Rafi'i dalam Kitab Al-Mujarrad." (Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, hal 397 jilid 8)
Seperti diketahui, berkurban (Udhhiyah) termasuk ibadah yang pahalanya luar biasa jika diniatkan karena Allah. Dalam banyak riwayat, Nabi Muhammad SAW senantiasa melakukan ibadah kurban setiap datang bulan Dzulhijjah.
Di antara keutamaan ibadah kurban adalah memperoleh kebaikan dari setiap helai bulu hewan kurban yang disembelih. Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya hewan kurban itu akan datang pada hari Kiamat (sebagai saksi) dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah hewan qurban telah terletak di suatu tempat di sisi Allah sebelum mengalir ditanah. Karena itu, bahagiakan dirimu dengannya." (HR at-Tirmidzi)
Kembali ke pertanyaan di atas, apakah dibolehkan berkurban untuk mayit? Dalam Buku Fiqih Kurban Perspektif Mazhab Syafi'i, Ustaz Muhammad Ajib Lc menjelaskan, para ulama Syafi'iyah sepakat apabila almarhum sebelum wafat berwasiat kepada anaknya untuk berkurban atas namanya, maka hal ini diperbolehkan dan kurbannya sah.
Namun para ulama Syafi'iyah berbeda pendapat apabila sama sekali tidak ada wasiat. Artinya, kurban ini benar-benar inisiatif dari sang anak untuk berkurban atas nama orang tuanya yang sudah meninggal. Kurban atas nama mayit tanpa wasiat ini diperbolehkan oleh sebagian ulama Syafi'iyah. Namun, sebagian ulama Syafi'iyah lainnya tidak membolehkannya.
Imam An-Nawawi (wafat 676 H) dalam Kitab Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab menerangkan bahwa: "Adapun kurban atas nama mayit diperbolehkan oleh Imam Abul Hasan Al-Ubbadi karena termasuk bagian dari bab shodaqah. Sedekah itu sah untuk mayit dan sampai pahalanya kepada mayit bersadarkan ijma ulama. Sedangkan pengarang Kitab Al-Uddah dan Imam al-Baghawi mengatakan kurban atas nama mayit itu tidak sah kecuali jika ada wasiat dari almarhum. Dan ini pendapat Imam Rafi'i dalam Kitab Al-Mujarrad." (Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, hal 397 jilid 8)
(rhs)