Bagaimana Hukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Wafat?
loading...
A
A
A
Bagaimana hukum kurban untuk orang yang meninggal dunia ? Apa dalil dan syarat-syaratnya? Ibadah kurban menjadi ibadah yang paling utama di bulan Dzulhijjah ini. Ibadah ini disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad SAW untuk meneladani pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail 'alaihissalam.
Dalil berkurban ditegaskan dalam Al-Qur'an sebagaimana firman-Nya: "Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan bekurbanlah. (QS. Al-Kautsar: ayat 2). Kemudian dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda: "Tiga perkara yang bagiku hukumnya fardhu tapi bagi kalian hukumnya tathawwu' (sunnah), yaitu salat witir, menyembelih udhiyah dan salat dhuha. (HR. Ahmad dan Al-Hakim).
Lantas, apa hukum dan syarat-syarat berkurban untuk orang yang sudah wafat? Berikut penjelasan Ustaz Muhammad Ajib (pengajar Rumah Fiqih Indonesia) dalam bukunya "Fiqih Qurban Perspektif Madzhab Syafi'i".
Kata Ustaz Ajib, para ulama Syafiiyah (Mazhab Syafi'i) sepakat apabila almarhum sebelum wafat berwasiat kepada anaknya untuk qurban atas namanya maka hal ini diperbolehkan dan ibadah kurbannya sah. Namun, para ulama Syafi'iyah berbeda pendapat apabila sama sekali tidak ada wasiat. Artinya, kurban ini benar-benar inisiatif dari sang anak untuk berqurban atas nama orang tuanya atau saudaranya yang sudah meninggal.
Kurban atas nama mayit tanpa wasiat ini diperbolehkan oleh sebagian ulama Syafi'iyah. Namun sebagian ulama Syafiiyah lainnya tidak membolehkan. Imam an-Nawawi (wafat 676 H) dalam Kitab al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa:
Adapun kurban atas nama mayit diperbolehkan oleh Imam Abu al-Hasan al-Ubbadi karena termasuk bagian dari bab shadaqah. Shadaqah itu sah untuk mayit dan sampai pahalanya kepada mayit bersadarkan ijma ulama.
Sedangkan pengarang Kitab al-Uddah dan Imam al-Baghawi mengatakan qurban atas nama mayit itu tidak sah kecuali jika ada wasiat dari almarhum. Dan ini pendapat imam Rafi'i dalam Kitab al-Mujarrad. (An Nawawi, Al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Hal. 397 jilid. 8).
Wallahu A'lam
Dalil berkurban ditegaskan dalam Al-Qur'an sebagaimana firman-Nya: "Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan bekurbanlah. (QS. Al-Kautsar: ayat 2). Kemudian dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda: "Tiga perkara yang bagiku hukumnya fardhu tapi bagi kalian hukumnya tathawwu' (sunnah), yaitu salat witir, menyembelih udhiyah dan salat dhuha. (HR. Ahmad dan Al-Hakim).
Lantas, apa hukum dan syarat-syarat berkurban untuk orang yang sudah wafat? Berikut penjelasan Ustaz Muhammad Ajib (pengajar Rumah Fiqih Indonesia) dalam bukunya "Fiqih Qurban Perspektif Madzhab Syafi'i".
Kata Ustaz Ajib, para ulama Syafiiyah (Mazhab Syafi'i) sepakat apabila almarhum sebelum wafat berwasiat kepada anaknya untuk qurban atas namanya maka hal ini diperbolehkan dan ibadah kurbannya sah. Namun, para ulama Syafi'iyah berbeda pendapat apabila sama sekali tidak ada wasiat. Artinya, kurban ini benar-benar inisiatif dari sang anak untuk berqurban atas nama orang tuanya atau saudaranya yang sudah meninggal.
Kurban atas nama mayit tanpa wasiat ini diperbolehkan oleh sebagian ulama Syafi'iyah. Namun sebagian ulama Syafiiyah lainnya tidak membolehkan. Imam an-Nawawi (wafat 676 H) dalam Kitab al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa:
Adapun kurban atas nama mayit diperbolehkan oleh Imam Abu al-Hasan al-Ubbadi karena termasuk bagian dari bab shadaqah. Shadaqah itu sah untuk mayit dan sampai pahalanya kepada mayit bersadarkan ijma ulama.
Sedangkan pengarang Kitab al-Uddah dan Imam al-Baghawi mengatakan qurban atas nama mayit itu tidak sah kecuali jika ada wasiat dari almarhum. Dan ini pendapat imam Rafi'i dalam Kitab al-Mujarrad. (An Nawawi, Al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Hal. 397 jilid. 8).
Wallahu A'lam
(wid)