Ada Masjid sebagai Upeti kepada 100.000 Muslim yang Berjuang dan Mati untuk Prancis

Senin, 19 Juni 2023 - 19:59 WIB
loading...
Ada Masjid sebagai Upeti...
La grande mosquée de Paris diresmikan pada tahun-tahun antar perang di tahun 1920-an. Foto/Ilustrasi: mosqpedia
A A A
Mendirikan masjid di Prancis memang bukan perkara mudah. Ini terjadi sejak dulu kala. Arsitek dan pengajar pada Ecole Nationale Supérieure d'Architecture Paris-Malaquais, Meriem Chabani, menyebutkan kendati demikian, selama abad ke-19, beberapa proyek masjid dipertimbangkan untuk Paris .

"Ini termasuk sebuah masjid untuk distrik Beaujon di barat laut Paris pada tahun 1842. Lalu, sebuah masjid di Quai d'Orsay pada tahun 1847. Ada juga sebuah proposal untuk membangun sebuah masjid di Paris yang diajukan kedutaan Maroko pada tahun 1878 dan 1885," ujar Meriem Chabani dalam tulisnya dalam artikel berjudul "Hidden Mosques, Quiet Atrophy" yang dilansir laman E-flux.

Terkait proposal kedubes Maroko ini, kata Meriem Chabani, baru setelah Perang Dunia I, otoritas Prancis memutuskan untuk membangun Masjid Paris, sebagai cara untuk membayar upeti kepada 100.000 Muslim yang telah berjuang dan mati untuk Prancis .

Desainnya terinspirasi oleh masjid el-Qaraouiyyîn di Fez—salah satu masjid terpenting di Maroko dan salah satu masjid tertua di dunia—dan dibangun dengan kombinasi gaya Almohad Maroko dan Iberia al-Andalus.

Masjid ini dibangun dengan beton bertulang dan dekorasinya, khususnya zelliges ubin mosaik, dibuat oleh pengrajin Maroko dari Fez dan Meknes menggunakan bahan tradisional.



Menurut Gerbert Rambaud, menara tersebut terinspirasi dari masjid Zitouna, di Tunisia, yang dibangun dengan gaya Almohad.

Masjid ini diresmikan pada 16 Juli 1926 di hadapan Presiden Gaston Doumergue dan Moulay Youssef, Sultan Maroko. Dibangun di atas sebidang tanah seluas 7.500 meter persegi, dapat menampung 1.000 orang dan menawarkan musala, madrasah, perpustakaan, ruang konferensi, taman yang luas, restoran, ruang teh, hammam, dan toko.

Pada saat ini masjid tersebut lebih dikenal sebagai tempat minum teh mint segar di taman arab yang rimbun daripada sebagai tempat ibadah. Pilihan yang dibuat dalam desainnya, khususnya ekstraksi fitur arsitektur Afrika Utara langsung dari Koloni Prancis, kata Meriem Chabani, memperkuat gagasan masjid sebagai asing bagi identitas Nasional Prancis.

Proses Politik

Menurut Meriem Chabani, tentang proses politik dan sosial seputar posisi Islam dalam masyarakat Prancis pernah dilakukan sartu survei awal. Pelaku survei itu adalah Gilles Kepel.

Kepel menelusuri transformasi politik progresif dari “Islam di Prancis” menjadi “Islam Prancis” dan penyisipannya ke dalam debat politik seputar identitas dan asimilasi.

"Kepel mengambil peresmian Masjid Agung Paris pada tahun 1926 sebagai titik awal penyelidikannya," katanya.

Masjid Agung Paris adalah masjid terbesar di Prancis, dan menempati situs besar di arondisemen kelima, sebuah lingkungan makmur di sebelah Jardin des Plantes.



Hasil dari tiga puluh tahun dan beberapa upaya untuk mendirikan tempat ibadah Islam di ibukota itu dirancang oleh Maurice Tranchant de Lunel, Arsitek Monumen Bersejarah di Maroko selama Pendudukan Prancis, dengan gaya Hispano-Moor, dan menampilkan tiga puluh- menara setinggi tiga meter.
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2459 seconds (0.1#10.140)