Kisah Ibnu Batutah Naik Haji Tahun 1325, Kakbah Digambarkan Bak Pengantin Wanita

Selasa, 27 Juni 2023 - 09:35 WIB
loading...
Kisah Ibnu Batutah Naik Haji Tahun 1325, Kakbah Digambarkan Bak Pengantin Wanita
Ibnu Batutah jarang membahas perasaan dan pengalamannya sendiri saat berhaji. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Ibnu Batutah mengawali perjalanan haji pada tanggal 14 Juni 1325 M. Ia menempuh jarak ribuan kilo meter dari Maroko menuju tanah suci Makkah . Jika dihitung pada saat ini dengan menumpang pesawat maka jarak Maroko-Arab Saudi adalah 5.156 km dengan waktu tempuh paling lambat 10 jam 18 menit.

Dalam mengekspresikan kegembiraannya saat melihat Kakbah untuk pertama kalinya, Ibnu Batutah membuat satu deskripsi yang menarik tentang kain kiswah yang menutupi Kakbah: "Seorang pengantin wanita yang ditampilkan di atas kursi pelaminan keagungan, dan berjalan dengan langkah bangga di jubah kecantikan.”
Kisah Ibnu Batutah Naik Haji Tahun 1325, Kakbah Digambarkan Bak Pengantin Wanita

Salinan "Ar-Rihla" karya Ibnu Batutah abad ke-19 (Osama Amin/Wikimedia/MEE)

Ibnu Batutah pantas gembira karena ia berhasil mencapai Kota Suci setelah melalui perjuangan yang amat panjang. Kala itu, naik haji bukan perkara mudah. Dari Maroko, Ibnu Batutah berjalan kaki dan sempat menaiki unta pemberian seorang pedagang. Waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Tanah Suci sekitar 1,5 tahun.



Sulaiman Fayadh dalam bukunya berjudul "Ibnu Battuta Penjelajah Dunia" menyebut Ibnu Batutah naik haji pada usia 21 tahun 4 bulan. Perjalanannya ke Baitullah inilah yang membawanya berpetualang menjelajahi dunia, dan keberangkatannya untuk menunaikan ibadah hajilah yang menjadi awal perjalanannya untuk mengelilingi dunia. Ia melakukan petualangannya dan memanfaatkan masa mudanya untuk berpetualang dengan menghabiskan waktu selama 30 tahun.

Ibnu Batutah adalah ahli hukum yang kemudian mencatatkan dirinya sebagai musafir paling terkenal di dunia pada abad pertengahan. Lahir pada tahun 1304, penulis Amazigh ini melakukan perjalanan dari negara asalnya Maroko ke seluruh Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, dan China.

Dalam mahakaryanya, Ar-Rihla (Perjalanan), dia menjelaskan berbagai ritual haji, seperti melempar jumrah dan kurban di akhir ibadah haji .



Nasihat sang Ayah

Tatkala Ibnu Batutah ingin menunaikan rukun Islam kelima, ia memohon izin kepada ayahnya. Hanya saja, sang ayah tidak langsung mengizinkan. Bahkan sang ayah sempat berpikir untuk tidak mengizinkan. Terlalu riskan melepas putranya itu untuk menempuh perjalanan nun jauh di Tanah Suci.

Ibnu Batutah terus meyakinkan sang ayah. Akhirnya, ayahnya bisa mengerti keinginan kuat putranya. Sang ayah pun akhirnya mengizinkan Ibnu Batutah setelah banyak memberi nasihat kepada putranya itu.

Sulaiman Fayadh menyebut sebelum Ibnu Batutah berangkat haji ayahnya memberi nasihat dan pesan-pesan. Sang ayah meminta agar Ibnu Battuta selalu mengirim pesan kepada kedua orang tuanya saat di perjalanan.

Selain itu ayahnya juga berpesan agar Ibnu Batutah menginap atau singgah di tempat-tempat orang yang saleh dan di tempat-tempat ibnu sabil.

Akhirnya berangkatlah Ibnu Batuta ke Baitullah pada hari Kamis, tanggal 2 bulan Rajab tahun 725 H atau tanggal 5 Juni 1324/1325. Sumber lain menyebut tahun 1327. Ia menempuh perjalanan selama satu setengah tahun. Di sepanjang perjalanannya sampai ke Kota Suci, ia melakukan persinggahan di Afrika Utara, Mesir, Palestina dan Suriah.



Bergabung dengan Musafir

Di setiap perjalanannya dari kota ke kota lain ia selalu tinggal dan singgah di rumah orang-orang saleh, sebagaimana telah dipesankan ayahnya. Beberapa di antaranya adalah penguasa di daerah itu, dan beberapa yang lainnya merupakan rakyat biasa.

Perjalanannya menuju Baitullah tidaklah mudah. Banyak sekali cerita duka dan suka yang ia temui. Pada awalnya, ia berangkat haji seorang diri dan berjalan kaki. Namun di perjalanan ia bergabung dengan para musafir, yang satu sama lain belum saling mengenal. Mereka terus berjalan kaki melintasi wilayah Utara Maroko dan Aljazair. Hingga tibalah di Kota Bujayah.

Dalam perjalanan ini, orang-orang berkelompok dengan rombangannya masing-masing. Sementara Ibnu Batutah sendirian. Ia belum mempunyai kelompok. Kelompok-kelompok tersebut mendirikan tenda untuk mereka tidur ketika malam tiba. Untunglah ketika Ibnu Batutah merasa sendirian ada seorang pedagang yang berhati mulia. Diberilah Ibnu Batutah sebuah tenda kecil untuk tempat tidurnya. Tak cuma itu. Pedagang ini juga memberi seekor binatang tunggangan kepada Ibnu Batutah yang disebutnya sebagai dabab.

Kala itu, Ibnu Batutah sudah sangat kelelahan, hingga ia sempat terkena demam. Kendati demikian, Ibnu Batutah tetap melanjutkan perjalanan bersama kelompok-kelompok itu. Ia menunggang dabab pemberian pedagang yang baik hati itu.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1888 seconds (0.1#10.140)