Bagaimana Cara Menasihati Istri yang Berperilaku Buruk? Begini Anjuran Ulama
loading...
A
A
A
Pernikahan merupakan ikatan antara suami istri yang menuntut setiap mereka untuk memenuhi hak-hak pasangannya dengan baik. Maka wajib bagi pasangan suami istri untuk memperlakukan pasangannya dengan baik dan memenuhi haknya yang merupakan kewajibannya dengan penuh kerelaan. Lantas bagaimana jika pasangan atau istri berperilaku buruk ? Apa yang harus dilakukan suami?
Perhatikan firman Allah Ta'ala berikut:
“Dan para wanita (istri) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.” (QS. Al-Baqarah/2: 228)
Menurut Ustadz Muslim Al-Atsari, dai pengasuh bimbingan Islam, jika setiap pasangan suami istri melakukan segala kewajibannya masing-masing, maka kehidupan mereka akan bahagia dan keluarganya akan lestari. Namun jika yang terjadi sebaliknya, maka akan timbul pertikaian dan kehidupan mereka menjadi tidak harmonis.
Adapun tentang masalah istri berperilaku buruk , maka Ustadz Muslim Al-Atsari memberikan saran nasihat bagi para suami beberapa hal berikut ini:
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An-Nisa’/4:79)
Imam Qotadah –semoga Allah merahmatinya– mengatakan: “sebagai hukuman bagimu wahai anak Adam, disebabkan karena dosamu”. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir)
“Dan pergaulilah mereka (istri-istri) dengan cara yang ma’ruf. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa/4: 19)
Termasuk bersikap lembut kepada istri (sekali pun istri berperilaku buruk ed-), baik dengan perkataan atau dengan perbuatan. Dan sikap lemah lembut akan membawa kebaikan dengan izin Allah Ta’ala.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidaklah sifat lemah lembut ada pada sesuatu, kecuali menjadikannya indah. Dan tidaklah sifat lemah lembut dihilangkan dari sesuatu kecuali menjadikannya buruk.” (HR. Muslim no. 2594)
“Perlakukanlah wanita dengan baik. Wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian yang paling atas. Jika engkau luruskan, maka akan membuatnya patah. Namun jika kamu biarkan, maka dia akan tetap bengkok. Maka berlaku baiklah terhadap wanita”. (HR. Bukhari, no. 5186; dan Muslim, no. 1468/60)
Namun demikian, seorang suami sebagai kepala rumah tangga harus mendidik istri dan mengarahkan kepada kebaikan, dengan cara-cara yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
“Wanita-wanita (istri-istri) yang kamu khawatirkan nusyuznya (tidak patuh suami), maka nasehatilah mereka dan tinggalkanlah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An-Nisa/4: 34)
Di dalam ayat ini Allah Ta’ala memberikan bimbingan kepada para suami yang menghadapi istri yang tidak patuh suami, istri berperilaku buruk, dengan tiga langkah:
Pertama, memberi nasihat.
Kedua, meninggalkannya di tempat tidur. Yaitu tidak menemani tidurnya.
Ketiga, memukul istri.
Pemukulan ini dilakukan jika dua langkah sebelumnya tidak bermanfaat. Dan pemukulan ini adalah sebagai bentuk hukuman pendidikan, bukan untuk melampiaskan kemarahan. Sehingga pemukulan tidak boleh menyakitkan, tidak boleh pada wajah, tidak boleh membekas, dan tidak boleh merusakkan anggota tubuh. Pemukulan dilakukan dengan siwak, sebagaimana dijelaskan oleh sahabat Abdullah bin Abbas.
Dari ‘Atho, dia berkata: “Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, apa maksud pemukulan yang tidak menyakitkan?”
Dia menjawab, “Memukul dengan siwak atau yang serupa dengannya”. (Tafsir Ibnu Jarir, 8/314, no. 9386, tahqiq: Syaikh Syakir)
Namun tidak memukul lebih baik, sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul istri-istrinya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah memukul dengan tangannya, tidak pernah memukul istri dan tidak pernah memukul pembantu. Kecuali ketika berjihad fii sabilillah.” (HR. Muslim no. 2328; Ahmad, no. 24034)
Dan jangan sampai seorang suami memukul istrinya dengan tanpa haq, sebab Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar untuk membela istrinya yang lemah itu.
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permoh onan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu.” (QS. Al-Baqarah/2: 186)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Doa akan dikabulkan untuk salah seorang dari kalian selama tidak tergesa-gesa. Yaitu dia berkata, “Saya telah berdoa, namun belum dikabulkan untukku.” (HR. Bukhari, no. 6340; Muslim, no. 2735)
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula).” (QS. Al-Baqoroh/2: 231)
Hukum perceraian, ketika tidak ada permasalahan, pada asalnya adalah makruh atau haram. Sebab hal itu memutus tali pernikahan yang memiliki banyak manfaat. Demikian juga perceraian adalah sesuatu yang disukai oleh Iblis.
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda: “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengirim pasukannya. Tentara yang paling dekat kedudukannya dengan Iblis adalah yang paling besar keburukannya. Salah seorang dari mereka datang (melapor), lalu berkata, “Aku telah melakukan ini dan ini”. Iblis berkata, “Kamu tidak melakukan apa pun!” Kemudian salah seorang dari mereka datang (melapor), lalu berkata, “Aku tidak meninggalkannya (seorang suami) sampai aku pisahkan antara dia dengan istrinya”. Iblis mendekatkannya dan berkata, “Kamu memang bagus!”. (HR. Muslim, no. 2813; Ahmad, no. 14377)
Tetapi jika seorang istri berperilaku buruk, buruk akhlaqnya, menyusahkan suaminya, dan susah diperbaiki, maka dianjurkan untuk diceraikan. Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah (wafat th. 620 H) berkata:
“Hukum thalaq yang ketiga adalah mubah, yaitu ketika thalaq itu dibutuhkan, karena buruknya perlaku istri, buruknya sikap istri, dan suami mendapatkan kesusahan dengan sebab istrinya, tanpa meraih tujuan (pernikahan) dengannya”. (Al-Mughniy, 7/364, karya imam Ibnu Qudamah)
Di dalam sebuah hadits yang shahih diriwayatkan:
Dari Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassallam, beliau bersabda: “Tiga orang yang berdoa kepada Allah, namun tidak dikabulkan: Seorang suami yang memiliki istri yang buruk akhlaqnya, namun dia tidak mentalaqnya. Seseorang yang memiliki piutang, namun dia tidak mengadakan saksi atasnya. Dan seseorang yang memberikan hartanya kepada orang yang bodoh (dalam mengatur harta), padahal Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu)”.[QS. An-Nisa’/4: 5] (HR. Al-Hakim, no. 3181; dishahihkan oleh Al-Hakim, Adz-Dzahabi, dan Al-Albani. Lihat Ash-Shahihah, no. 1805)
Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum baligh atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya. Demikian sedikit saran-saran yang kami sampaikan, semoga bermanfaat. Semoga Allah membimbing kita di dalam kebaikan di dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam.
Perhatikan firman Allah Ta'ala berikut:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“Dan para wanita (istri) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.” (QS. Al-Baqarah/2: 228)
Menurut Ustadz Muslim Al-Atsari, dai pengasuh bimbingan Islam, jika setiap pasangan suami istri melakukan segala kewajibannya masing-masing, maka kehidupan mereka akan bahagia dan keluarganya akan lestari. Namun jika yang terjadi sebaliknya, maka akan timbul pertikaian dan kehidupan mereka menjadi tidak harmonis.
Adapun tentang masalah istri berperilaku buruk , maka Ustadz Muslim Al-Atsari memberikan saran nasihat bagi para suami beberapa hal berikut ini:
1. Koreksi diri sendiri
Hendaklah Anda memperhatikan diri sendiri, apakah Anda sudah melaksanakan hak-hak istri dengan baik, apakah Anda masih melakukan kemaksiatan-kemaksiatan. Bisa jadi istri berperilaku buruk itu ada sebabnya, yaitu dari perbuatan Anda sendiri. Karena musibah-musibah yang menimpa seseorang adalah dari akibat dosa-dosanya. Maka hendaklah koreksi diri, kemudian memperbaikinya. Semoga keadaan itu akan berubah menjadi lebih baik. Allah Ta’ala berfirman:مَّآ أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَآ أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An-Nisa’/4:79)
Imam Qotadah –semoga Allah merahmatinya– mengatakan: “sebagai hukuman bagimu wahai anak Adam, disebabkan karena dosamu”. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir)
2. Bersikap lembut kepada istri
Banyak nash-nash yang memerintahkan berbuat baik kepada istri dan memperhatikan keadaannya. Allah Ta’ala berfirman:وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Dan pergaulilah mereka (istri-istri) dengan cara yang ma’ruf. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa/4: 19)
Termasuk bersikap lembut kepada istri (sekali pun istri berperilaku buruk ed-), baik dengan perkataan atau dengan perbuatan. Dan sikap lemah lembut akan membawa kebaikan dengan izin Allah Ta’ala.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidaklah sifat lemah lembut ada pada sesuatu, kecuali menjadikannya indah. Dan tidaklah sifat lemah lembut dihilangkan dari sesuatu kecuali menjadikannya buruk.” (HR. Muslim no. 2594)
3. Mendidik Istri
Mengharapkan kesempurnaan tanpa cacat pada istri adalah kemustahilan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Perlakukanlah wanita dengan baik. Wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian yang paling atas. Jika engkau luruskan, maka akan membuatnya patah. Namun jika kamu biarkan, maka dia akan tetap bengkok. Maka berlaku baiklah terhadap wanita”. (HR. Bukhari, no. 5186; dan Muslim, no. 1468/60)
Namun demikian, seorang suami sebagai kepala rumah tangga harus mendidik istri dan mengarahkan kepada kebaikan, dengan cara-cara yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Wanita-wanita (istri-istri) yang kamu khawatirkan nusyuznya (tidak patuh suami), maka nasehatilah mereka dan tinggalkanlah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An-Nisa/4: 34)
Di dalam ayat ini Allah Ta’ala memberikan bimbingan kepada para suami yang menghadapi istri yang tidak patuh suami, istri berperilaku buruk, dengan tiga langkah:
Pertama, memberi nasihat.
Kedua, meninggalkannya di tempat tidur. Yaitu tidak menemani tidurnya.
Ketiga, memukul istri.
Pemukulan ini dilakukan jika dua langkah sebelumnya tidak bermanfaat. Dan pemukulan ini adalah sebagai bentuk hukuman pendidikan, bukan untuk melampiaskan kemarahan. Sehingga pemukulan tidak boleh menyakitkan, tidak boleh pada wajah, tidak boleh membekas, dan tidak boleh merusakkan anggota tubuh. Pemukulan dilakukan dengan siwak, sebagaimana dijelaskan oleh sahabat Abdullah bin Abbas.
Dari ‘Atho, dia berkata: “Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, apa maksud pemukulan yang tidak menyakitkan?”
Dia menjawab, “Memukul dengan siwak atau yang serupa dengannya”. (Tafsir Ibnu Jarir, 8/314, no. 9386, tahqiq: Syaikh Syakir)
Namun tidak memukul lebih baik, sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul istri-istrinya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah memukul dengan tangannya, tidak pernah memukul istri dan tidak pernah memukul pembantu. Kecuali ketika berjihad fii sabilillah.” (HR. Muslim no. 2328; Ahmad, no. 24034)
Dan jangan sampai seorang suami memukul istrinya dengan tanpa haq, sebab Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar untuk membela istrinya yang lemah itu.
4. Solusi bila istri berperilaku buruk: Banyak berdoa
Hati manusia di tangan Allah Ta’ala, dan Allah berjanji mengabulkan doa orang yang berdoa. Maka hendaklah Anda berdoa dengan tulus kepada Allah Ta’ala agar memperbaiki keadaan Anda dan istri Anda, sesungguhnya Dia Maha Mendengar doa dan Maha Mengabulkannya. Dan janganlah bosan untuk berdoa, ketika belum dikabulkan, karena Allah Maha Hikmah di dalam ketetapan-Nya. Allah Ta’ala berfirman:وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permoh onan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu.” (QS. Al-Baqarah/2: 186)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Doa akan dikabulkan untuk salah seorang dari kalian selama tidak tergesa-gesa. Yaitu dia berkata, “Saya telah berdoa, namun belum dikabulkan untukku.” (HR. Bukhari, no. 6340; Muslim, no. 2735)
5. Solusi bila istri berperilaku buruk: Jika terpaksa cerai
Jika berbagai cara sudah ditempuh, kemudian istri berperilaku buruk dan tidak berubah, maka Anda bisa memilih untuk tetap bersabar dengan istri, dan tetap bersikap dengan baik. Atau Anda menceraikannya, karena sikapnya yang sudah menyusahkan Anda. Allah Ta’ala berfirman:وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula).” (QS. Al-Baqoroh/2: 231)
Hukum perceraian, ketika tidak ada permasalahan, pada asalnya adalah makruh atau haram. Sebab hal itu memutus tali pernikahan yang memiliki banyak manfaat. Demikian juga perceraian adalah sesuatu yang disukai oleh Iblis.
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda: “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengirim pasukannya. Tentara yang paling dekat kedudukannya dengan Iblis adalah yang paling besar keburukannya. Salah seorang dari mereka datang (melapor), lalu berkata, “Aku telah melakukan ini dan ini”. Iblis berkata, “Kamu tidak melakukan apa pun!” Kemudian salah seorang dari mereka datang (melapor), lalu berkata, “Aku tidak meninggalkannya (seorang suami) sampai aku pisahkan antara dia dengan istrinya”. Iblis mendekatkannya dan berkata, “Kamu memang bagus!”. (HR. Muslim, no. 2813; Ahmad, no. 14377)
Tetapi jika seorang istri berperilaku buruk, buruk akhlaqnya, menyusahkan suaminya, dan susah diperbaiki, maka dianjurkan untuk diceraikan. Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah (wafat th. 620 H) berkata:
“Hukum thalaq yang ketiga adalah mubah, yaitu ketika thalaq itu dibutuhkan, karena buruknya perlaku istri, buruknya sikap istri, dan suami mendapatkan kesusahan dengan sebab istrinya, tanpa meraih tujuan (pernikahan) dengannya”. (Al-Mughniy, 7/364, karya imam Ibnu Qudamah)
Di dalam sebuah hadits yang shahih diriwayatkan:
Dari Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassallam, beliau bersabda: “Tiga orang yang berdoa kepada Allah, namun tidak dikabulkan: Seorang suami yang memiliki istri yang buruk akhlaqnya, namun dia tidak mentalaqnya. Seseorang yang memiliki piutang, namun dia tidak mengadakan saksi atasnya. Dan seseorang yang memberikan hartanya kepada orang yang bodoh (dalam mengatur harta), padahal Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu)”.[QS. An-Nisa’/4: 5] (HR. Al-Hakim, no. 3181; dishahihkan oleh Al-Hakim, Adz-Dzahabi, dan Al-Albani. Lihat Ash-Shahihah, no. 1805)
Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum baligh atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya. Demikian sedikit saran-saran yang kami sampaikan, semoga bermanfaat. Semoga Allah membimbing kita di dalam kebaikan di dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam.
(wid)