5 Konsep Islam Mempersempit Perbedaan Antargolongan Menurut Syaikh Al-Qardhawi

Rabu, 05 Juli 2023 - 06:41 WIB
loading...
A A A
Keempat, pewarisan yang disyari'atkan oleh Islam ditujukan kepada anak-anak, kedua orang tua, para suami dan pemilik 'Ashabaat (sisa), dan orang yang punya hubungan famili, dengan syarat-syarat dan perincian perhitungan yang jelas.

Ini merupakan faktor terbesar dalam membagi kekayaan dan mendistribusikannya, yaitu setelah matinya orang yang mewariskan dengan jumlah ahli waris yang cukup besar.

Berbeda dengan sebagian sistem yang memberikan tarikah (tinggalan mayyit) untuk anaknya yang tertua dan sistem-sistem lain yang mirip dengan itu. Di samping itu ada yang disebut dengan "Wasiat" untuk selain ahli waris. Sebagian ulama salaf mewajibkan wasiat, berdasarkan firman Allah SWT:

"Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda maut), jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. Maka barangsiapa yang mengubah warna wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui." ( QS Al Baqarah : 180)



Dari ayat inilah diambil undang-undang wasiat yang wajib, yang berupaya ingin mengobati penyakit terlantarnya anak cucu.

Kelima, hak waliyyul 'Amrisyar'i dalam mengembalikan keseimbangan apabila rusak, dengan melalui harta umum seperti fai' dan lainnya. Bukan dengan cara mushadarah (mengeluarkan) hak milik yang resmi di mana pemiliknya harus komitmen terhadap hukum Islam.

Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam membagi harta fai' Bani Nadhir. Beliau membagikannya kepada Muhajirin saja tanpa melibatkan kaum Anshar kecuali hanya dua orang dari mereka yang sangat memerlukannya.

Rahasia dari itu bahwa sesungguhnya kaum Muhajirin telah mengeluarkan diri dari rumah-rumah mereka dan mengorbankan harta mereka, sehingga perbedaan kondisi antara mereka dan saudara-saudaranya kaum Anshar besar sekali.

Kaum Anshar memiliki tanah dan pekarangan sedangkan kaum Muhajirin hampir tidak memiliki apa-apa, betapa pun kaum Anshar juga telah memberikan teladan yang menarik dalam penghormatan mereka dan kesediaan mereka untuk ditempati serta itsar (sikap mendahulukan kepentingan saudaranya) mereka terhadap kaum Muhajirin. Tetapi tawazun yang diinginkan oleh Islam menjadikan Nabi SAW menyelesaikan persoalan ketika ada kesempatan yang pertama kali, dan Al Qur'an sendiri mendukung sikap Rasulullah SAW yang seperti ini.

"Bahkan juga menyebutkan hikmahnya bahwa harta rampasan itu dibagi hanya kepada kaum tertentu yang membutuhkan dari anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil (musafir yang membutuhkan)," ujar al-Qardhawi.

Allah SWT berfirman:

"Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan (diputuskan) Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah, sesunggahnnya Allah sangat keras hukum-Nya. ( QS Al Hasyr : 7)



Menurut al-Qardhawi, sesungguhnya sikap Rasulullah SAW ini yang memberikan contoh yang haq kepada penguasa Muslim yang adil yaitu berhukum pada apa yang diturunkan Allah dengan mengkhususkan orang-orang fakir untuk diberi harta negara yang dapat mempersempit kesenjangan dan jurang pemisah antara mereka dengan orang-orang kaya, sehingga mampu mewujudkan keseimbangan ekonomi di dalam masyarakat Islam.
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1737 seconds (0.1#10.140)