Pengertian dan Tujuan Pengajaran Tafsir Menurut Quraish Shihab
loading...
A
A
A
Muhammad Quraish Shihab mengatakan berbagai definisi yang berbeda dikemukakan oleh para ahli tentang tafsir. Perbedaan tersebut pada dasarnya timbul akibat perbedaan mereka tentang ada tidaknya kaidah-kaidah yang dapat dijadikan patokan dalam memahami firman-firman Allah dalam Al-Quran .
Satu pihak beranggapan bahwa kemampuan menjelaskan atau memahami firman-firman Allah itu bukanlah berdasarkan kaidah-kaidah tertentu yang bersumber dari ilmu-ilmu bantu, tetapi harus digali langsung dari Al-Quran berdasarkan petunjuk-petunjuk Nabi SAW , dan sahabat-sahabat beliau.
"Pihak ini mendefinisikan tafsir sebagai 'penjelasan tentang firman-firman Allah; atau apa yang menjelaskan arti dan maksud lafal-lafal Al-Quran'. Bagi mereka, tafsir bukan suatu cabang ilmu," ujar Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat" (Mizan, 1996).
Pihak lainnya yang berpendapat bahwa terdapat kaidah-kaidah tafsir, mengemukakan definisi yang dapat disimpulkan dalam formulasi berikut bahwa tafsir adalah "suatu ilmu yang membahas tentang maksud firman-firman Allah SWT, sesuai dengan kemampuan manusia".
Menurut Quraish Shihab, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat tersebut. Namun, yang jelas, pendapat pihak pertama memperberat tugas-tugas mufasir dalam menjelaskan atau menemukan tuntunan-tuntunan Al-Quran yang bersifat dinamis, di samping mempersulit seseorang yang ingin memperdalam pengetahuannya tentang Al-Quran dalam waktu yang relatif singkat.
"Inilah agaknya yang menjadi sebab mengapa definisi kedua lebih populer dan luas diterima oleh para pakar Al-Quran daripada definisi pertama," ujar Quraish Shihab.
Menurut Quraish Shihab, diakui oleh semua pihak bahwa materi-materi tafsir dan ilmunya sedemikian luas, sehingga tidak mungkin akan dapat tercakup berapa pun jumlah alokasi waktu yang diberikan. "Al-Shina'ah thawilah wa al-'umr, gashir, " demikian kata Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi 'Ulum Al-Qur'an.
Di sisi lain, perkembangan ilmu ini dan keanekaragaman disiplinnya, menuntut para ahli agar bersikap sangat selektif dalam memilih matakuliah-matakuliah yang ditampung dalam satu kurikulum, suatu hal yang sering mengakibatkan pengasuh matakuliah tertentu merasa dirugikan atau disepelekan oleh penyusun kurikulum tersebut.
Satu pihak beranggapan bahwa kemampuan menjelaskan atau memahami firman-firman Allah itu bukanlah berdasarkan kaidah-kaidah tertentu yang bersumber dari ilmu-ilmu bantu, tetapi harus digali langsung dari Al-Quran berdasarkan petunjuk-petunjuk Nabi SAW , dan sahabat-sahabat beliau.
"Pihak ini mendefinisikan tafsir sebagai 'penjelasan tentang firman-firman Allah; atau apa yang menjelaskan arti dan maksud lafal-lafal Al-Quran'. Bagi mereka, tafsir bukan suatu cabang ilmu," ujar Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat" (Mizan, 1996).
Pihak lainnya yang berpendapat bahwa terdapat kaidah-kaidah tafsir, mengemukakan definisi yang dapat disimpulkan dalam formulasi berikut bahwa tafsir adalah "suatu ilmu yang membahas tentang maksud firman-firman Allah SWT, sesuai dengan kemampuan manusia".
Menurut Quraish Shihab, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat tersebut. Namun, yang jelas, pendapat pihak pertama memperberat tugas-tugas mufasir dalam menjelaskan atau menemukan tuntunan-tuntunan Al-Quran yang bersifat dinamis, di samping mempersulit seseorang yang ingin memperdalam pengetahuannya tentang Al-Quran dalam waktu yang relatif singkat.
"Inilah agaknya yang menjadi sebab mengapa definisi kedua lebih populer dan luas diterima oleh para pakar Al-Quran daripada definisi pertama," ujar Quraish Shihab.
Menurut Quraish Shihab, diakui oleh semua pihak bahwa materi-materi tafsir dan ilmunya sedemikian luas, sehingga tidak mungkin akan dapat tercakup berapa pun jumlah alokasi waktu yang diberikan. "Al-Shina'ah thawilah wa al-'umr, gashir, " demikian kata Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi 'Ulum Al-Qur'an.
Di sisi lain, perkembangan ilmu ini dan keanekaragaman disiplinnya, menuntut para ahli agar bersikap sangat selektif dalam memilih matakuliah-matakuliah yang ditampung dalam satu kurikulum, suatu hal yang sering mengakibatkan pengasuh matakuliah tertentu merasa dirugikan atau disepelekan oleh penyusun kurikulum tersebut.
(mhy)