Alhamdulillah, Jumlah Jemaah Haji Kesasar di Madinah Berkurang
loading...
A
A
A
MAKKAH - Jumlah jemaah haji Indonesia yang tersesat atau kesasar di Kompleks Markaziyah atau Masjid Nabawi, Madinah berkurang. Salah satunya karena pengalaman saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
"Alhamdulillah jemaah tersesat atau terpisah rombongan itu sudah jauh lebih berkurang daripada gelombang pertama," ungkap Kepala Sektor Khusus (Kaseksus) Masjid Nabawi Jasaruddin, Sabtu (15/7/2023).
Jasaruddin menuturkan, ada tiga hal yang menyebabkan jumlah jemaah kesasar berkurang. Pertama, jemaah gelombang kedua ada yang sudah tereliminir dengan sendirinya karena sakit, meninggal dunia bahkan sudah pulang lebih awal ke Tanah Air.
Kedua, jemaah Indonesia ini sudah terlatih selama pelaksanaan Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Dengan adanya pengalaman ini, lanjut Jasaruddin, mereka sudah mempersiapkan diri saat berada di Madinah.
Ketiga dari segi psikologis, kata Jasaruddin, jemaah gelombang pertama dan kedua juga berbeda. Jemaah gelombang pertama dengan semangat tinggi tanpa mempedulikan bahwa ternyata masih ada kegiatan yang lebih daripada ibadah Arbain di Masjid Nabawi yakni puncak haji di Armuzna.
"Sementara gelombang kedua ini psikis sudah menyandang haji, maka psikologinya bagaimana agar supaya mereka cepat pulang dengan adanya gelar status sosial tadi," ujarnya.
Meski demikian, pihaknya tidak mengendorkan pengawasan terhadap jemaah haji di Masjid Nabawi. Apalagi, puncak jemaah haji Indonesia di Madinah diprediksi terjadi pada pekan depan.
Baca: Jemaah Haji Harus Bawa Paspor untuk Ambil 5 Liter Air Zamzam Tambahan
"Prediksi puncak jemaah haji kemungkinan minggu depan. Walaupun jemaah haji kita padat, di sisi lain juga jemaah dari negara lain juga berangsur-angsur akan kembali ke negaranya masing-masing sehingga kepadatan itu maka insyaallah akan tereliminisir karena negara lain juga akan pulang," katanya.
Jasaruddin mengakui, bila dibandingkan gelombang pertama, ada beberapa hal yang berbeda dalam menangani jemaah haji gelombang kedua. Di antaranya, penyediaan kursi roda, pos jaga dan sebagainya.
"Kita difasilitasi dengan kursi roda oleh pengurus Masjid Nabawi yang ada di sini. Kita ada lima pos, setiap pos kita difasilitasi kursi roda. Kemudian kita difasilitasi pos-pos kalau gelombang pertama masih sering diusir-usir," ujarnya.
Terkait dengan penempatan meja di pos-pos tersebut, Jasaruddin menambahkan, baru di pos 4 namun pos-pos lainnya itu masih melihat situasi memungkinkan apa tidak mengingat jemaah semakin padat.
"Jangan sampai nanti mengganggu jemaah dalam pelaksanaan ibadah haji," katanya. Disinggung soal penerbitan tasrih masuk Raudhah untuk jemaah haji, sambung Jasaruddin, semua masih berjalan lancar.
"Tasreh lancar. Hanya karena input awal sistem ini terkadang ada kendala. Di sisi lain jemaah juga tetap menuntut haknya untuk masuk ke Raudhah, kita akan tetapi fasilitasi dengan mengikutkan jamaah tersebut ke kloter lain yang masuk ke Raudhah dengan tidak mengurangi hak jemaah yang bersangkutan," ucapnya.
"Alhamdulillah jemaah tersesat atau terpisah rombongan itu sudah jauh lebih berkurang daripada gelombang pertama," ungkap Kepala Sektor Khusus (Kaseksus) Masjid Nabawi Jasaruddin, Sabtu (15/7/2023).
Jasaruddin menuturkan, ada tiga hal yang menyebabkan jumlah jemaah kesasar berkurang. Pertama, jemaah gelombang kedua ada yang sudah tereliminir dengan sendirinya karena sakit, meninggal dunia bahkan sudah pulang lebih awal ke Tanah Air.
Kedua, jemaah Indonesia ini sudah terlatih selama pelaksanaan Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Dengan adanya pengalaman ini, lanjut Jasaruddin, mereka sudah mempersiapkan diri saat berada di Madinah.
Ketiga dari segi psikologis, kata Jasaruddin, jemaah gelombang pertama dan kedua juga berbeda. Jemaah gelombang pertama dengan semangat tinggi tanpa mempedulikan bahwa ternyata masih ada kegiatan yang lebih daripada ibadah Arbain di Masjid Nabawi yakni puncak haji di Armuzna.
"Sementara gelombang kedua ini psikis sudah menyandang haji, maka psikologinya bagaimana agar supaya mereka cepat pulang dengan adanya gelar status sosial tadi," ujarnya.
Meski demikian, pihaknya tidak mengendorkan pengawasan terhadap jemaah haji di Masjid Nabawi. Apalagi, puncak jemaah haji Indonesia di Madinah diprediksi terjadi pada pekan depan.
Baca: Jemaah Haji Harus Bawa Paspor untuk Ambil 5 Liter Air Zamzam Tambahan
"Prediksi puncak jemaah haji kemungkinan minggu depan. Walaupun jemaah haji kita padat, di sisi lain juga jemaah dari negara lain juga berangsur-angsur akan kembali ke negaranya masing-masing sehingga kepadatan itu maka insyaallah akan tereliminisir karena negara lain juga akan pulang," katanya.
Jasaruddin mengakui, bila dibandingkan gelombang pertama, ada beberapa hal yang berbeda dalam menangani jemaah haji gelombang kedua. Di antaranya, penyediaan kursi roda, pos jaga dan sebagainya.
"Kita difasilitasi dengan kursi roda oleh pengurus Masjid Nabawi yang ada di sini. Kita ada lima pos, setiap pos kita difasilitasi kursi roda. Kemudian kita difasilitasi pos-pos kalau gelombang pertama masih sering diusir-usir," ujarnya.
Terkait dengan penempatan meja di pos-pos tersebut, Jasaruddin menambahkan, baru di pos 4 namun pos-pos lainnya itu masih melihat situasi memungkinkan apa tidak mengingat jemaah semakin padat.
"Jangan sampai nanti mengganggu jemaah dalam pelaksanaan ibadah haji," katanya. Disinggung soal penerbitan tasrih masuk Raudhah untuk jemaah haji, sambung Jasaruddin, semua masih berjalan lancar.
"Tasreh lancar. Hanya karena input awal sistem ini terkadang ada kendala. Di sisi lain jemaah juga tetap menuntut haknya untuk masuk ke Raudhah, kita akan tetapi fasilitasi dengan mengikutkan jamaah tersebut ke kloter lain yang masuk ke Raudhah dengan tidak mengurangi hak jemaah yang bersangkutan," ucapnya.
(hab)