Yang Utama dan Yang Dilarang Saat Berkurban

Selasa, 28 Juli 2020 - 15:40 WIB
loading...
Yang Utama dan Yang...
Ibadah kurban yang dilaksanakan pada hari raya Idul Adha sampai hari tasyrik, tiada lain bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Foto ilustrasi/istimewa
A A A
Ibadah yang paling utama pada Hari Raya Idul Adha adalah menyembelih hewan untuk kurban karena Allah. Sebab pada hari kiamat nanti, hewan itu akan mendatangi orang yang menyembelihnya dalam keadaan utuh seperti di dunia, setiap anggotanya tidak ada yang kurang sedikit pun dan semuanya akan menjadi nilai pahala baginya. Ibadah kurban yang dilaksanakan pada Hari Raya Idul Adha sampai hari tasyrik , tiada lain bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Disamping itu, kurban juga berarti menghilangkan sikap egoisme , nafsu serakah, dan sifat individual dalam diri seorang muslim. Dengan berkurban, diharapkan seseorang akan memaknai hidupnya untuk mencapai ridha Allah semata. (Baca juga : Bolehkah Perempuan atau Seorang Istri Berkurban Sendiri? )

Disebutkan dalam periwayatan hadis bahwa :

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Dari 'Aisyah menuturkan bahwa Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada Hari Raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.” (Hadis hasan, riwayat al-Tirmidzi dan Ibn Majah)

Seorang hamba yang berkurban dengan hewan ternak hakikatnya adalah dia “mengorbankan” segalanya (jiwa, harta, dan keluarga) hanya untuk-Nya. Oleh karena itu, pada hakikatnya, yang diterima Allah dari ibadah kurban itu bukanlah daging atau darah hewan yang dikurbakan, melainkan ketakwaan dan ketulusan dari orang yang berkurban, itulah yang sampai kepada-Nya. Allah Ta'ala Berfirman :

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

"Daging dan darah binatang korban atau hadiah itu tidak sekali-kali akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepadaNya ialah amal yang ikhlas yang berdasarkan taqwa dari kamu. Demikianlah Ia memudahkan binatang-binatang itu bagi kamu supaya kamu membesarkan Allah kerana mendapat nikmat petunjukNya. Dan sampaikanlah berita gembira (dengan balasan yang sebaik-baiknya) kepada orang-orang yang berusaha supaya baik amalnya." (QS Al-Hajj : 37).

Selain ada keutamaan bagi yang berkurban, syariat Islam juga menetapkan beberapa larangan bagi yang berkurban. Misalnya adalanya larangan memotong rambut dan kuku . Larangan memotong rambut dan kuku bagi yang hendak berkurban didasari oleh hadits dari Ummu Salamah Hindun bintu Abi Umayyah radhiyallahu’anha, Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

مَن كانَ له ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فإذا أُهِلَّ هِلالُ ذِي الحِجَّةِ، فلا يَأْخُذَنَّ مِن شَعْرِهِ، ولا مِن أظْفارِهِ شيئًا حتَّى يُضَحِّيَ

“Barangsiapa yang punya hewan sembelihan, jika sudah nampak hilal Dzulhijjah, maka jangan mengambil rambutnya sedikit pun. Juga jangan mengambil sedikitpun dari kukunya, sampai ia berqurban” (HR. Muslim).

Dalam lafadz yang lain, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إذا رَأَيْتُمْ هِلالَ ذِي الحِجَّةِ، وأَرادَ أحَدُكُمْ أنْ يُضَحِّيَ، فَلْيُمْسِكْ عن شَعْرِهِ وأَظْفارِهِ

“Jika kalian melihat hilal Dzulhijjah, dan seseorang sudah berniat untuk berkurban, maka hendaknya ia membiarkan semua rambutnya dan semua kukunya” (HR. Muslim).

Demikian juga yang dipahami oleh para salaf dan para ulama terdahulu, bahwa yang dilarang memotong kuku dan rambut adalah orangnya bukan hewannya. Al Imam An Nawawi mengatakan:

وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِيمَنْ دَخَلَتْ عَلَيْهِ عَشْر ذِي الْحِجَّة وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ فَقَالَ سَعِيد بْن الْمُسَيِّب وَرَبِيعَة وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَدَاوُد وَبَعْض أَصْحَاب الشَّافِعِيّ : إِنَّهُ يَحْرُم عَلَيْهِ أَخْذ شَيْء مِنْ شَعْره وَأَظْفَاره حَتَّى يُضَحِّي فِي وَقْت الْأُضْحِيَّة , وَقَالَ الشَّافِعِيّ وَأَصْحَابه : هُوَ مَكْرُوه كَرَاهَة تَنْزِيه وَلَيْسَ بِحَرَامٍ

“Ulama khilaf tentang orang yang berniat untuk berkurban ketika sudah masuk bulan Dzulhijjah. Pendapat Sa’id bin Musayyab, Daud, dan sebagian ulama Syafi’iyyah bahwa hukumnya haram memotong rambut atau kukunya sedikitpun sampai waktu dia menyembelih sembelihannya. Adapun Asy Syafi’i dan murid-muridnya berpendapat hukumnya makruh tanzih, tidak sampai haram” (Syarah Shahih Muslim).

Al Lajnah Ad Daimah mengatakan bahwa larangan memotong rambut maupun kuku setelah masuk 10 hari pertama bulan Dzulhijjah bagi orang yang mau berkurban. Riwayat pertama terdapat perintah untuk meninggalkan, maka asal dari perintah itu menghasilkan hukum wajib. Dan tidak kami ketahui adanya dalil yang memalingkan dari hukum wajib ini." (Baca juga : Siap-siap Melaksanakan Puasa Tarwiyah dan Arafah )

Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa yang dilarang dipotong rambut dan kukunya adalah hewan sembelihannya, ini pendapat yang gharib (nyeleneh). Sebagaimana dikatakan oleh Al Mula Ali Al Qari:

وأغرب ابن الملك حيث قال : أي : فلا يمس من شعر ما يضحي به ، وبشره أي ظفره وأراد به الظلف ، ثم قال : ذهب قوم إلى ظاهر الحديث ، فمنعوا من أخذ الشعر والظفر ما لم يذبح ، وكان مالك والشافعي يريان ذلك على الاستحباب ، ورخص فيه أبو حنيفة – رحمه الله – والأصحاب اهـ . وفي عبارته أنواع من الاستغراب
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1921 seconds (0.1#10.140)