Siap-siap Melaksanakan Puasa Tarwiyah dan Arafah
loading...
A
A
A
Menjelang Hari Raya Idul Adha, umat muslim di seluruh dunia disunnahkan melaksanakan puasa Tarwiyah dan Arafah. Amalan ibadah sunnah ini dilaksanakan dua hari sebelum tanggal 10 Dzulhijjah (Idul Adha) atau biasa disebut Lebaran Haji , yaitu pada tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah.
Jika sesuai kalender Islam, maka pelaksanaan puasa Tarwiyah dan Arafah ini akan jatuh pada hari Rabu (29/7) dan Kamis (20/7) besok.
Kedua puasa sunnah ini sangat dianjurkan, karena memiliki keistimewaan tersendiri. Beberapa kitab fiqh dari berbagai mazhab menyebutkan disunnahkan puasa sunnah pada hari Tarwiyah.
Hadis riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu berikut adalah dalil terkuat yang dijadikan landasan disunnahkannya puasa hari Tarwiyah.
“ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله، من هذه الأيام العشر” رواه البخاري.
"Tidak ada hari yang di dalamnya amal soleh lebih dicintai Allah kecuali pada sepuluh hari ini (maksudnya 10 hari bulan Dzulhijjah).( HR Bukhari)
Hadis lain:
وعن حفصة قالت: أربع لم يكن يدعهن رسول الله صلى الله عليه وسلم: صيام عاشوراء، والعشر، وثلاث أيام من كل شهر، والركعتين قبل الغداة رواه أحمد والنسائي.
"Dari Hafsah radhiyallahu'anhu : ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah SAW, yaitu puasa bulan hari Asyura (10 Muharram), (amal soleh) 10 hari pertama Dzulhijjah, tiga hari setiap bulan dan dua rakaat sebelum pagi” (HR Ahmad dan Nasa'i)
Berdasarkan hadis tersebut, cukup kuat pendapat ulama yang mengatakan bahwa disunnahkan puasa pada hari Tarwiyah. Pendapat yang mengatakan bahwa puasa Tarwiyah disunnahkan karena termasuk amal saleh yang dianjurkan pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. (Baca juga : Hati-hati, Tanpa Izin Suami, Ibadah Sunnah Istri Jadi Haram )
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa tidak disunnahkan secara khusus puasa pada hari Tarwiyah karena melihat hadis di atas yang dlaif atau lemah. Ini juga terkembali pada masalah perbedaan pendapat mengenai apakah hukum menggunakan hadist dlaif. Sebaiknya pengikut kedua pendapat tersebut saling menghargai karena masing-masing mempunyai landasan dalil yang diyakini.
Sedangkan puasa Arafah, dijelaskan memiliki keistimewaan yang sangat besar. Dalil yang menguatkannya adalah :
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadis dari Ummul Fadhl.”
Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ
.
“Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi SAW. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari Muslim).
عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“Dari Maimunah radhiyallahu'anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi SAW berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). (Baca juga : Keistimewaan dan Keutamaan Puasa Arafah )
Jika sesuai kalender Islam, maka pelaksanaan puasa Tarwiyah dan Arafah ini akan jatuh pada hari Rabu (29/7) dan Kamis (20/7) besok.
Kedua puasa sunnah ini sangat dianjurkan, karena memiliki keistimewaan tersendiri. Beberapa kitab fiqh dari berbagai mazhab menyebutkan disunnahkan puasa sunnah pada hari Tarwiyah.
Hadis riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu berikut adalah dalil terkuat yang dijadikan landasan disunnahkannya puasa hari Tarwiyah.
“ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله، من هذه الأيام العشر” رواه البخاري.
"Tidak ada hari yang di dalamnya amal soleh lebih dicintai Allah kecuali pada sepuluh hari ini (maksudnya 10 hari bulan Dzulhijjah).( HR Bukhari)
Hadis lain:
وعن حفصة قالت: أربع لم يكن يدعهن رسول الله صلى الله عليه وسلم: صيام عاشوراء، والعشر، وثلاث أيام من كل شهر، والركعتين قبل الغداة رواه أحمد والنسائي.
"Dari Hafsah radhiyallahu'anhu : ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah SAW, yaitu puasa bulan hari Asyura (10 Muharram), (amal soleh) 10 hari pertama Dzulhijjah, tiga hari setiap bulan dan dua rakaat sebelum pagi” (HR Ahmad dan Nasa'i)
Berdasarkan hadis tersebut, cukup kuat pendapat ulama yang mengatakan bahwa disunnahkan puasa pada hari Tarwiyah. Pendapat yang mengatakan bahwa puasa Tarwiyah disunnahkan karena termasuk amal saleh yang dianjurkan pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. (Baca juga : Hati-hati, Tanpa Izin Suami, Ibadah Sunnah Istri Jadi Haram )
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa tidak disunnahkan secara khusus puasa pada hari Tarwiyah karena melihat hadis di atas yang dlaif atau lemah. Ini juga terkembali pada masalah perbedaan pendapat mengenai apakah hukum menggunakan hadist dlaif. Sebaiknya pengikut kedua pendapat tersebut saling menghargai karena masing-masing mempunyai landasan dalil yang diyakini.
Sedangkan puasa Arafah, dijelaskan memiliki keistimewaan yang sangat besar. Dalil yang menguatkannya adalah :
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadis dari Ummul Fadhl.”
Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ
.
“Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi SAW. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari Muslim).
عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“Dari Maimunah radhiyallahu'anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi SAW berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). (Baca juga : Keistimewaan dan Keutamaan Puasa Arafah )